43

2.4K 211 15
                                    

Adil atau tidak, nilai dari berbagai sisi

***

Arkan duduk bersimpuh di depan sebuah pusaran. Ardiyaksa Nugraha nama yang tertulis di sana. Sudah hampir dua jam Arkan duduk menghiraukan panasnya mentari yang kian meninggi.

Semua yang Aldi katakan membuatnya kecewa pada dirinya sendiri. Mungkin benar ia salah, tapi apa tidak bisa melihat dari sudut pandangnya?

Pada saat itu, sosok yang menjadi tumpuan baginya adalah Ardi. Bisa dibilang semenjak kedua adik kembarnya lahir, perhatian kedua orang tuanya rasanya dirampas dalam hidupnya.

Beruntung saat itu masih ada Ardi yang mengisi kekosongan orang tua dalam hidupnya. Ia tau kondisi kedua adiknya, tapi dirinya juga perlu diperhatikan. Atas hadirnya Ardi ia merasa kembali memiliki orang yang memperhatikannya.

Hingga ia tanpa sadar menggantungkan dan menjadikan Ardi sebagai sandaran. Tak salah jika pada saat terjadinya kecelakaan yang paling merasa kehilangan ialah Arkan.

Dan mungkin karena pada hari itu Arkan lebih memilih menghabiskan waktu bersama temannya dan menghiraukannya ajakan Ardi ikut ke taman bermain bersamanya juga Nata. Arkan menyesali mengapa ia tidak ikut pada hari itu.

"Papi, abang masih belum terbiasa dengan kehilangan papi"

"Kenapa hari itu abang nggak ikut papi?"

"Apa abang salah mengabaikan adek? Abang nggak bisa, tiap liat adek abang keinget papi"

Arkan menangis disana, sendiri di bawah teriknya matahari. Ikhlas itu tak semudah yang dikatakan. Apalagi jika itu orang yang paling disayang.

Lama Arkan menangis menumpahkan laranya, mengadu semua keluh kesahnya. Ia tidak bisa dan bahkan tidak akan pernah bisa menemukan sosok seperti Ardi.

Drttt...

Drttt...

Ponselnya berdering, Arkan mengambil ponsel itu dari kantong celananya. Ada beberapa pesan dari dokter Dion, ada juga dari sang bunda. Serta beberapa panggilan tak terjawab dari bundanya.

Karena penasaran, Arkan membuka pesan yang dikirimkan oleh bundanya. Ia melotot membacanya.  Arkan juga membaca pesan dari dokter Dion, isinya serupa.

Arkan tidak tau harus senang atau bagaimana. Ia jelas senang, tapi juga bingung harus bagaimana.

"Pi, adek udah sadar tapi abang bingung"

Hening, Arkan tidak mengeluarkan suaranya kembali. Ia senang Nata masih mau bertahan. Tapi, hatinya belum bisa untuk menerima semuanya, kembali ia mengingat ucapan Aldi. Mungkin benar, ia salah menjadikan Nata sebagai pelampiasan hingga sering ia abaikan. Hening itu sirna kala Arkan kembali berucap.

"Makasih papi belum bawa adek ikut papi, abang pulang dulu nanti kesini lagi" pamitnya kemudian beranjak meninggalkan tempat peristirahatan Ardi.

***

Arkan masuk dan pandangannya langsung terarah pada brankar yang berada di dekat jendela. Sengaja di letakkan di samping jendela supaya Nata tidak bosan dan bisa melihat ke luar.

Hanya ada tiga orang di sana. Nata yang tertidur dengan menggenggam tangan Aldi yang ada disebelahnya. Dengan Aldi yang memeluk Nata dari samping. Dan di sofa ada Byan yang juga memejamkan matanya.

Kedua orang tuanya tadi mengirimkan pesan kepadanya bahwa mereka akan pulang dan mengambil beberapa keperluan di rumah. Mungkin ruang rawat ini akan menjadi hunian mereka untuk beberapa waktu kedepan.

Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang