38

2K 166 5
                                    

Bahkan, tidak pernah sekalipun harapan itu ada.

***

"Byan nggak apa-apa, cuman kecapekan aja" ujar Dion setelah memeriksa keadaan Byan.

Semua orang dalam ruangan itu menghela napas lega. Byan yang tiba-tiba tidak sadarkan diri jelas membuat seisi rumah panik. Apalagi saat itu tidak ada siapapun kecuali bi Narti.

Dinda yang ditelepon bi Narti jelas langsung khawatir. Ia langsung meninggalkan ruang Nata. Pikirannya sudah sangat kalut. Kondisi Byan yang memang tidak baik-baik saja membuatnya cemas bukan kepalang.

"Nanti kalau cairan infusnya sudah habis bisa langsung pulang" lanjut dokter Dion, Dinda mengangguk mengerti.

"Kalau begitu saya permisi dulu" pamit dokter Dion.

Dinda mendekat ke brankar tempat Byan tertidur. Mengusap pipi anak itu pelan. Byan terlihat lebih baik dari pertama ia sampai di sini. Tadi anak itu datang dengan wajah pucat yang begitu membuatnya khawatir.

Tangan Byan yang ada digenggamnya dicium. Dibawahnya tangan yang terasa hangat itu ke pipinya.

"Sehat terus kak, bunda sayang kakak" setetes air mata melewati pipi Dinda

Dengan berbagai vonis yang dokter sampaikan, Dinda sangat bersyukur Byan bisa bertahan sejauh ini. Mematahkan semua vonis untuk dirinya. Byan dengan hebat bisa bertahan sampai sekarang. Sungguh perjuangan yang sangat tidak mudah untuk dilalui.

Kriett

Pinta terbuka, Arkan masuk dengan napas yang memburu.

"Bunda-" belum selesai Arkan bicara Dinda sudah menyela terlebih dahulu.

"Nggak apa-apa, Byan oke. Kecapekan aja mungkin belum biasa sama jadwal sekolah" Dinda tersenyum setelahnya.

"Abang abis lari darimana?" Tanya Dinda melihat dahi Arkan penuh keringat.

Arkan tidak menjawab, ia malah menjatuhkan tubuhnya pada sofa yang ada di sana kemudian mulai memejamkan matanya. Dinda hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan putra sulungnya itu.

"Bun, abang numpang tidur dulu" seru Arkan setelah hening beberapa menit.

"Abang nggak mau pulang aja? Istirahat di rumah hmm?"

Arkan menggeleng, matanya masih terpejam. Terlalu lelah jika ia harus pulang ke rumah terlebih dahulu. Lebih baik di sini saja sekalian menjaga adiknya.

***

"Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat menerima panggilan, cobalah beberapa saat lagi"

Tut tut tut

Sudah hampir dua puluh kali Aldi mencoba menghubungi Arkan, namun nomor Arkan tidak pernah bisa dihubungi.

Aldi menggeram kesal. Malam ini ia tidak bisa menemani Nata. Sementara Dirga dan Eza jelas harus pulang karena besok mereka harus sekolah.

Jika bisa, Aldi akan lebih memilih menjaga Nata daripada harus berdiam di rumahnya. Tapi karena orang tuanya meminta ia tinggal di rumah selagi mereka pulang jelas ia tidak bisa menolak.

Aldi mondar-mandir gelisah. Entah hanya perasaannya saja atau tidak, ia benar-benar tidak tenang. Sejak Dirga mengirimkan pesan padanya kalau Byan juga dirawat membuatnya khawatir.

Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang