12

4.5K 383 10
                                    

Entah mengapa Nata masih saja diam, sampai saat ini pun bel pulang telah berbunyi beberapa saat yang lalu dan ia tetap memilih duduk diam dikursinya. Berkat nasi goreng, dengan mudahnya Nata memaafkan Aldi saat istirahat pertama tadi. Meski Aldi sendiri bingung dimana letak kesalahannya, namun bagi Aldi lebih baik ia meminta maaf daripada harus berdiam-diaman dengan Nata. Dirga disebelahnya juga tampak diam sambil menoleh ke arah Nata, yang sesekali melirik Aldi yang duduk bersama Eza dibelakang dan ditanggapi dengan gelengan atau mengendikan bahu sebagai jawaban. Eza yang tak tahan dengan situasi demikian bangkit berdiri, berjalan ke arah kursi di depan Nata dan mendudukkan dirinya disana.

"Lo kenapa si nggak ngomong-ngomong? Lagi puasa? Atau lagi sariawan?" Ujar Eza

Nata mengarahkan tatapannya kepada Eza di depannya.

"Lagi bingung", jawabnya

"Bingung ape? PR matematika Bu Sinta? Lo kan pinter ngapain bingung. Yang ada gue yang mau mati ngak bisa ngerjain tu tugas" cerocos Eza lagi.

Dirga menatap Eza tak percaya, bisakah ia sedikit mengurangi kadar bercandanya. Matanya terpejam, kemudian dibukanya seiring menghembuskan nafasnya pelan. Ada-ada saja tingkah Eza yang membuatnya bertambah pusing. Sedangkan Aldi sepertinya ia sudah tau apa yang membuat sepupunya itu seperti sekarang.

"Bingung apa? Nandira atau yang lain" ujarnya menekan kata "lain" pada ujung kalimatnya.

"Nandira?" Sahut Eza kaget menolehkan kepalanya pada Aldi serta Dirga yang juga turut menatap Aldi dengan mengerutkan keningnya.

"Biasa aja dong, kayak nggak pernah dengar nama cewek aja" ujar Aldi

"Emang Nandira siapa Nat?" Tanya Eza pada Nata yang malah menundukkan kepalanya

"Itu cewek yang kemaren ke kelas kita yang ngasih tau kalo Nata izin" jawab Aldi tanpa diminta. Ia sendiri tadi memang bertanya pada Nata siapa itu Nandira saat istirahat pertama.

"Oh, murid baru itu" ujar Eza lagi

"Ehh, bukan murid baru udah lama katanya" ucap Aldi sambil melirik Nata

Dirga hanya menyimak tanpa hendak berkomentar sedikitpun. Dan Nata tampak tak peduli dengan apa yang dibicarakan, ia sedang mencernah kalimat Aldi yang membuat hatinya bimbang. Entah apa sebabnya ia sendiri tidak tau. Kadang ia merasa senang ataupun ia merasa sedih. Ia sangat paham arti kata "lain" yang diucapkan oleh Aldi.

***

Sekarang sudah menunjukkan pukul 17.30, langit sore nampak indah dengan semburat jingganya. Dan matahari perlahan terbenam dengan sinar terangnya. Sesosok remaja masih saja betah duduk di balkon memandang indahnya senja ditemani semilir angin yang berhembus lembut membelai rambutnya. Dengan kaos berwarna putih yang melekat pada tubuhnya, dipadukan dengan celana coklat sebatas lutut. Dipejamkan matanya menikmati suasana yang menyejukkan, mencoba menghilangkan rasa bimbang dalam hati dan menjernihkan pikiran. Wangi sore hari yang terasa damai membuat senyum indah dengan lesung pipi terbit diwajahnya.

Semua akan terus mengalir bagai air, menikmati setiap detik yang berlalu dengan segala sesuatu yang akan terjadi dengan senyum akan lebih baik daripada terus memikirkan hal yang tidak-tidak. Waktu berlalu dan terdengar gema azan magrib, waktu yang pas untuk mencurahkan segala sesuatu kepada-Nya. Nata bangkit dari duduknya, berjalan ke arah kamar mandi. Wajahnya tampak lebih cerah saat keluar dari sana, membentangkan sajadah dan mulai salat dengan khusyuk. Hari ini ia memilih salat sendiri di kamarnya, tak berjamaah di rumah atau di masjid yang ada di komplek perumahan.

***

"Malam Bun, kak" sapanya pada Dinda dan Byan yang sudah menunggunya di meja makan.

"Malam adek" sahut keduanya

"Ayah sama Abang belum pulang?"

"Belum, Ayah tadi siang berangkat ke Samarinda, kalau Abang macet katanya" jelas Dinda

Nata mengangguk, dan mengambil piring berisi nasi yang diangsurkan sang Bunda.

"Kak, sabtu besok mau ikut nggak?"

"Kemana?"

"Joging biar ganteng" ujarnya cerah dan diiyakan oleh Byan

"Bareng Aldi sama yang lain?" Tanya Dinda

"Iya, kalo Bunda mau ikut juga boleh" ujar Nata tersenyum menggoda

"Bisa aja, Bunda mau ke rumah Aldi malah sabtu nanti ada arisan"

Nata hanya beroriah, dan kembali melanjutkan menyantap makan malamnya. Diiringi dengan obrolan-obrolan ringan antara ibu dan kedua anaknya. Selesai makan malam Dinda beranjak ke arah meja tempat menyimpan obat-obatan, ditarik laci meja dan diambilnya obat yang sudah di pisahkan untuk diminum Byan dan vitamin untuk Nata. Diberikan masing-masing olehnya.

"Dek, minum vitaminnya yang rajin" ujarnya pada Nata dan hanya cengiran yang didapatnya.

Byan tersenyum, Nata memang begitu. Selalu mengingatkan dirinya agar selalu meminum obatnya dengan teratur tetapi ia sendiri malah tampak acuh tak acuh dengan dirinya.

"Tuh dengerin" ucap Byan terkekeh kecil

Nata mengerucutkan bibirnya, sedangkan Byan dan Dinda malah asyik tertawa melihat kelakuan Nata.

***

Bersambung...

Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang