Sesudah melaksanakan salat isya, Nata kini tengah berdiri dengan bersandar pada pembatas yang ada di balkon kamarnya. Memandang langit malam yang indah dengan bintang dan bulan sabit sebagai penghiasnya. Dinginnya angin malam yang berhembus tak membuatnya bergerak masuk ke dalam kamar. Terdengar suara deru mesin mobil yang diyakininya milik Arkan masuk ke halaman rumah. Tadi memang Arkan mengabari kalau dirinya terpaksa harus putar balik ke rumah sakit karena ada pasien mendadak. Jadilah ia baru tiba di rumah sekarang ini. Terlihat wajah lelah terpancar dari Arkan yang berjalan dengan pelan memasuki rumah. Nata yang melihat itu tersenyum lirih, menjadi seorang dokter bukanlah murni cita-cita Abangnya itu. Sedari kecil ia lebih suka menjadi seorang pilot, namun lambat-laun seiring berjalannya waktu Arkan memutuskan untuk menjadi seorang dokter. Yang Nata sendiri tau apa alasan dibalik pilihan Abangnya itu.
Terkadang dirinya sendiri bingung dengan sikapnya sendiri. Mungkin karena pikiran-pikiran negatiflah yang terlintas dibenaknya. Rasa iri jika sang bunda lebih menyayangi kakaknya, sang ayah yang terlihat lebih memperhatikan kakaknya, ataupun Abangnya yang lebih fokus pada kakaknya. Digelengkan kepala, menghapus pikiran buruk yang menguasai otaknya. Ayolah, bukankah ini semua bukan kehendak kakaknya? Semua berkorban disini, Ayah yang bekerja keras untuk keluarganya, bundanya yang rela mengeluarkan tenaga demi menjaga keluarganya, Arkan yang mengorbankan cita-citanya, bahkan Byan yang harus rela tak merasakan kebebasan seperti dirinya.
Bukankah dirinya hanya kurang bersyukur? Memiliki keluarga yang lengkap, ditambah dengan sepupu yang sangat menyayanginya bahkan memiliki sahabat yang sangat berharga. Tersenyum, bersyukur dengan apa yang dimiliki adalah hal yang harus dilakukannya.
Ceklek,
Ia berbalik menghadap pintu kamarnya yang terbuka dan menampilkan Arkan yang sedang memegang handuk di kepalanya. Sepertinya Abangnya itu baru selesai mandi.
"Angin malam nggak bagus untuk kesehatan" ucapnya dengan menarik tangan Nata masuk kedalam kamar kemudian menutup dan mengunci pintu balkon.
Nata menampilkan senyum manisnya, duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Tanpa aba-aba tangan Arkan terangkat dan menyentuh kening dan beralih ke leher Nata.
"Demam?"
Nata menggeleng sebagai jawaban, memang saat pulang dari sekolah kepala sedikit pusing tapi tak dihiraukan olehnya.
"Agak panas, lagi banyak pikiran?" Tanya Arkan lagi. Dan lagi hanya gelengan yang diberikannya.
Arkan tersenyum, adik kecilnya itu kini tumbuh menjadi remaja dengan wajah yang tampan.
"Abang tidur sini ya? Udah lama nggak meluk-meluk adek lagi" ucapnya dengan senyum
"Boleh, Abangnya aja yang sibuk terus" sahut Nata
Arkan tersenyum, memang benar dirinya semenjak menjadi dokter lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit daripada dirumahnya. Jadilah waktu bertemu dengan adik-adiknya sedikit berkurang. Diacaknya rambut Nata. Nata yang diperlukan demikian balas tersenyum pada Arkan. Perbedaan yang sangat signifikan antara Nata dan Byan yang selalu Arkan rasakan.
***
Tak terasa hari ini sudah hari sabtu yang berarti joging adalah kegiatan yang harus dilakukan pagi ini.
"Bang, buruan lama banget si" teriak Byan
"Sabar kenapa" ujar Arkan yang muncul dari balik pintu
"Yuk" ajak Nata
Ketiganya berlari pelan dan terkadang juga berjalan. Melihat kondisi Byan adalah yang utama. Rencananya mereka akan ke taman komplek yang cukup memadai untuk berolahraga. Sudah tampak Aldi dan Dirga yang tampak melakukan pemanasan. Aldi dan Dirga memang satu komplek dengan rumah Nata, mereka hanya berbeda blok saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Beda
Ficção Adolescente"Hidup bagaimanapun jalannya tetap harus dijalani". -Abiyana Adinata Nugraha- "Penyesalan adalah sesuatu yang pasti akan terjadi". -Abyan Aditya Nugraha-