"nggak" satu kata yang terus diucapkan Nata sedari tadi.
"Iiih batu bener, tadi bilangnya kalo gue yang suapin mau. Ini apaan, dah ah bete gue" balas Aldi dengan tangan bersedekap di depan dadanya, dengan pandangan ke arah berlawanan dengan Nata.
Nata menghela nafas, "jangan kaya bocah dong" cibirnya pada Aldi.
"Lo tuh yang bocah" ujar Aldi tak terima. "Kenapa si susah banget buka mulut trus kunyah trus telen" omel Aldi yang di mata Nata seperti ibu-ibu yang sedang memberi ceramah pada anaknya membuat Nata tak bisa menahan senyumnya.
"Ini lagi kenapa senyum-senyum, lo kesambet atau gimana?" Lanjut Aldi melihat Nata yang tiba-tiba tersenyum kepadanya.
"Hehe, bang Al mirip ibu-ibu" jawabnya dengan polos.
Mata Aldi sontak melotot mendengar pernyataan Nata sebagai jawaban dari pertanyaan yang diberikan olehnya.
"Awas matanya loncat bangg" seru Nata lagi.
Aldi rasa mungkin jika dia berada di dunia kartun telinga serta kepala yang dirasa sudah mendidih pasti akan mengeluarkan asap dengan wajah berwarna merah. Seketika ia menghela nafas, terdengar begitu berat. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia lantas berdiri dan meletakkan piring yang berada di pangkuan ke atas nakas. Lantas berjalan menuju balkon.
"Ngambek ya?" Pertanyaan yang terlontar dari Nata dengan wajah tak bersalah.
Nata yang merasa tak mendapat respon dari Aldi kemudian menunduk. Sebenarnya bukan tidak ingin makan, tapi mual di perutnya lah menjadi alasan ia menolak makan. Ia takut bukannya merasa lebih baik tetapi malah ia akan memuntahkan makanannya kalau ia paksa untuk mengisi perutnya.
Aldi berbalik setelah dirasa cukup meredam emosi yang menguasai dirinya. Nata yang sedang duduk bersandar pada kepala ranjang dengan kepala tertunduk menjadi hal pertama yang dilihatnya. Masih diam tanpa melanjutkan langkahnya, kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya sesaat menghilangkan semua pikiran tak penting di kepalanya.
"Kenapa? Mau gue panggilin bang Arkan atau Byan?" Tanya Aldi dengan lembut setelah mendudukkan kembali dirinya di samping Nata.
Nata diam, tak lama menggeleng sebagai jawaban. Masih menunduk tak menatap Aldi sekalipun.
"Jadi?"
"Mual" cicit Nata pelan
"Kenapa nggak bilang?" Tanya Aldi khawatir, Nata menggeleng lagi.
"Liat gue" ujar Aldi menatap tepat di mata Nata yang kini menegakkan kepalanya.
"Kenapa nggak bilang?"
"Udah di UKS"
Aldi melongo mendengar jawaban Nata yang sungguh ajaib.
"Manja" ujarnya setelah kesadarannya sudah sepenuhnya kembali. Tangannya ikut mengacak rambut Nata dengan gemas.
"Hehe" Nata hanya menampakkan deretan gigi miliknya.
"Tapi lo butuh makan dedek"
"Tadi kan udah"
"Iya tadi pagi menjelang siang, ini udah sore menjelang malam. Lagian tadi baru dua suap bukan dua puluh suap, nggak ada alasan mau bilang kenyang"
"Tapi mual"
"Dikit aja, makannya dikit-dikit ya" bujuk Aldi lagi, yang mendapat anggukan dari Nata membuat Aldi tersenyum.
"Gitu dong" ujar Aldi kemudian mulai menyuapkan bubur yang sudah terasa agak dingin karena sudah sedikit lama tak dihiraukan.
***
"Kak, pengen peluk" celutuk Nata pada Aldi yang duduk di sebelahnya dengan ponsel digenggamnya.Aldi seketika mengalihkan perhatiannya pada Nata, dan cepat-cepat meletakkan ponselnya di atas nakas. Takut tiba-tiba iya mendapatkan kejutan lainnya.
"Kenapa nggak boleh?"
Tanpa menjawab Aldi langsung mendekap erat tubuh Nata, mengusap punggung itu dengan lembut.
"Kangen bunda deh hehe"
"Enak aja disamain sama ibu-ibu" protes Aldi tanpa melepaskan dekapannya.
"Oh iya tadi sebelum pamit ke rumah sakit bang Arkan bilang tante Dinda sama om Adi ke luar kota pulangnya mungkin baru 3-4 hari gitu, mendadak katanya" jelas Aldi
Nata tak menjawab, malah ia tambah erat memeluk sang sepupu.
"Ada gue" ucap Aldi mengusap rambut Nata.
***
Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Beda
Novela Juvenil"Hidup bagaimanapun jalannya tetap harus dijalani". -Abiyana Adinata Nugraha- "Penyesalan adalah sesuatu yang pasti akan terjadi". -Abyan Aditya Nugraha-