21

4.3K 340 21
                                    

Seorang pemuda yang duduk bersandar pada sofa ruang keluarga dengan kaki yang ia biarkan lenjoran santai dan tangannya sibuk menggenggam ponsel juga jari-jari tangannya yang ikut menari di atas layar ponsel. Matanya juga fokus tertuju menatap ponsel di tangannya. Si pemuda sedang sibuk melihat isi dari Instagram dari seseorang, yang beberapa hari lalu dicarinya. Senyum di wajahnya terus mengembangkan setiap mengamati foto-foto yang sudah beberapa hari ini dilihatnya tanpa ada kata bosan sedikitpun. Entah apa yang merasukinya hingga ia yang baru pertama kali bertemu sangat tertarik dengan gadis itu.

Tak lama matanya teralih pada Nata yang lewat tanpa mempedulikan dirinya, bahkan hanya untuk sekedar menyapa. Namun melirik saja tidak. Byan mengerutkan keningnya bingung. Mungkin adiknya itu sedang lelah pikirnya. Ia kemudian melanjutkan kegiatan yang ia lakukan sebelumnya. Memandang, dan memperhatikan sebuah foto. Gadis yang tengah tersenyum di dalam foto itu berhasil membuat Byan ikut tersenyum juga, tak bosan rasanya memandanginya. Kadang ia jadi tersenyum sendiri bila mengingat ketika dulu pertama kali ia bertatapan langsung pada gadis itu. Andai ia memiliki nomor teleponnya mungkin ia bisa memperkenalkan dirinya sendiri tanpa harus berpura-pura menjadi Nata. Ah, kenapa tidak mencoba menghubungi lewat Instagram saja? Kemudian ia mengetikkan pesan memperkenalkan dirinya disana. Dan kirim. Senyum itu tak luntur sedikitpun. Pesan sudah terkirim, tinggal menunggu jawaban dari sang empunya. Ia bahkan sudah menyiapkan jawaban untuk menjawab pertanyaan yang mungkin akan diberikan padanya. Ahhh, ia benar-benar telah jatuh pada Nandira.

***

Makan malam dilakukan seperti biasa, dengan formasi lengkap karena Arkan yang juga ikut makan malam bersama. Dengan posisinya duduk yang juga seperti biasa Adi sang kepala keluarga, disisi sebelahnya kiri ada Dinda yang tampak sibuk membubuhkan nasi beserta lauk ke piring milik Byan disebelahnya. Dan diseberang ada Arkan dan Nata. Nata memandang dan hanya mengaduk makanan di piringnya tanpa hendak memakannya. Entah mengapa, akhir-akhir ini ia sedikit muak melihat semua perhatian yang diberikan hanya untuk Byan. Ditambah dengan perkataan sang kakak yang masih terngiang-ngiang di telinganya.

"Dek, kenapa itu diaduk aja? Makan dong" ujar Dinda yang berhasil membunyarkan pikiran Nata.

Nata tak menjawab, ia hanya tersenyum kecil kemudian menyuapkan sesendok nasi kedalam mulutnya. Ia mengunyah makanan di mulutnya dengan malas. Kemudian meminum air putih dihadapannya.

"Nata selesai, duluan semuanya. Good night" ujar Nata sebelum beranjak meninggalkan meja makan.

Semua yang ada di meja makan tampak bingung dengan sikap Nata, tak biasanya ia seperti itu.

"Nanti Abang susulin" ucap Arkan seolah memberikan solusi. Makan malam berlanjut.

***

Nata menutup pintu kamarnya, lalu menguncinya. Kemudian ia melangkah ke arah balkon kamarnya, berdiri bersandar pada pembatas balkon. Kepalanya mendongak menatap bulan yang malam ini terlihat hanya sebagian bertemankan bintang dengan langit malam yang cerah. Hanya dengan baju lengan pendek dan celana pendek tak akan mampu menahan dinginnya angin yang berhembus. Angin malam yang berhembus serasa menusuk hingga ke tulang tak dihiraukan olehnya.

Setengah jam berlalu, tanpa bergerak ia tetap pada posisinya. Padahal badannya sudah tidak lagi bisa diajak kompromi. Suara ketukan pintu terdengar, namun Nata seolah menilukan pendengarannya. Kemudian tak terdengar lagi ketukan itu setelah beberapa menit berlalu. Ia kemudian berbalik dan langsung membaringkan tubuhnya, dengan pintu balkon masih tetap terbuka. Kepalanya yang sudah pusing bertambah pusing, dengan mata terpejam dan tangan yang sudah sibuk memijit keningnya sendiri. Tiba-tiba sesuatu sepertinya mendesak agar dikeluarkan dari perutnya. Ia lantas berlari ke kamar mandi.

Huekkk, huekkk

Tidak ada yang keluar, bagaimana mau keluar jika diisi saja tidak. Nata kemudian kembali ke tempat tidurnya dengan kepala yang sungguh pusing, rasanya dunianya berputar. Dengan berpegangan dengan dinding ia berjalan perlahan kembali untuk membaringkan tubuhnya. Huhhh, Nata menghela nafas panjang saat ia berhasil membaringkan tubuhnya. Ia memejamkan matanya, mungkin dengan tidur pusing di kepalanya akan hilang saat ia bangun.

***

Pagi ini, Nata bangun disambut dengan kepala yang masih pusing, matanya terasa sedikit perih, dan sekujur tubuhnya yang terasa sakit serta hidung tersumbat membuatnya susah bernafas. Semalam ia tidur tanpa menggunakan selimut dengan pintu balkon yang terbuka dan ac yang dibiarkan menyala. Sepertinya ini kesalahannya sendiri jadi tidak ada yang bisa disalahkan olehnya. Ia beranjak dari tempat tidur dan langsung ke kamar mandi miliknya. Tak beberapa lama ia kemudian keluar dari sana dengan wajah yang terlihat lebih segar dari sebelumnya, meskipun masih terlihat sedikit pucat.

Tingg,

Tanda pesan masuk dari handphone. Nata mengambil dan melihat siapa yang mengirim pesan padanya.

Kak Al

Gue lagi baik nih, mau bareng gue jemput?

Iya

Kebetulan sekali Aldi menawarkan tumpangan padanya. Jadi ia tidak perlu khawatir bagaimana caranya agar ia bisa datang ke sekolah dengan selamat.

Nata menuruni tangga dengan peregangan pada dinding, tubuhnya seperti kehilangan begitu banyak tenaga. Dilihatnya keluarganya sudah menyantap sarapannya masing-masing. Nata kemudian mendudukkan dirinya dan langsung meminum coklat hangat miliknya. Ia kemudian berpamitan untuk pergi ke sekolah.

"Kok buru-buru dek? Nasi gorengnya nggak mau dimakan dulu?" Tanya sang bunda, heran melihat Nata yang biasanya begitu antusias dengan nasi goreng malah sedikit pun tak melirik.

"Enggak bun, nanti aja di kantin. Kak Al juga udah nunggu di depan" jawab Nata kemudian beranjak pergi. Sebenarnya perutnya masih terasa tidak enak, jadi ia tidak ingin nasi goreng itu berakhir terbuang percuma karena dimuntahkan olehnya.

Nata menghilangkan dibalik pintu, Dinda lantas menatap Arkan meminta penjelasan.

"Abang semalem ke kamar adek, tapi kamarnya dikunci sama dia. Pas abang ketuk pintunya dia nggak nyaut, abang pikir mungkin dia udah tidur" jelas Arkan, Dinda mengangguk mengerti.

***

Seperti ucapnya, Aldi memang sudah menunggunya di depan rumahnya di dalam mobil.

"Kenapa kok kayak lemes gitu?" ucap Aldi yang melihat Nata masuk ke dalam mobil.

"Siapa?" tanya Nata yang sebenarnya mengerti perkataan Aldi.

"Tu tiang di luar, kayak mau ambruk tu harus bilang om Adi ni buat diganti" ucap Aldi sambil melirik tiang di belakang Nata.

Nata terkekeh, mengapa Aldi begitu peka akan keadaan dirinya. Bahkan disaat tak ada satupun keluarganya yang menyadari.

"Kurang tidur aja semalem" ucap Nata tersenyum, senyum yang diberikan untuk menyakinkan kepada Aldi bahwa dirinya baik-baik saja. Seakan tak percaya Aldi menempelkan telapak tangannya pada kening Nata. Rasanya lebih sedikit hangat. Nata menepis tangan Aldi dari keningnya.

"Lebay" ujarnya acuh

"Awas aja kalo bohong" ujar Aldi dan Nata hanya memutar bola matanya malas menanggapi ucapan kakak sepupu tersayangnya itu.

Aldi kemudian melajukan mobilnya setelah melirik sekilas pada Nata yang memejamkan matanya.

***

Bersambung...

Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang