4

7.6K 542 2
                                    

"Byan kenapa bi?" Tanya Dinda khawatir

"Tadi rumah sakit telpon, den Byan kebangun terus panik nyariin ibu nggak ada. Gara-gara panik den Byannya sesak lagi Bu" jelas bi Narti

Pikiran Dinda sekarang terpecah antara tetap tinggal menemani Nata atau pergi ke rumah sakit menemui Byan.

"Aduh gimana ya bi, adek panasnya tinggi lagi. Tapi kasihan Byan lagi sendiri dirumah sakit" ujar Dinda bingung

"Ya sudah kalau ibu mau ke rumah sakit ndak pa-pa saya yang jaga mas Nata"

"Tapi ini udah sore, mungkin saya akan jaga Byan sampai besok bi"

"Iya, nanti kalau mas Nata sudah bangun, saya kasih tau kalau ibu ke rumah sakit jaga den Byan"

"Kalau gitu saya titip adek ya bi"

Dinda kemudian beranjak ke kamar Arkan, untuk meminta mengantarnya Arkan ke rumah sakit. Sebenarnya Dinda bisa mengendarai kendaraan sendiri, tetapi karena kejadian 16 tahun lalu, ia jadi trauma mengendarai kendaraan sendiri. Sedangkan sopir keluarga sedang izin karena istrinya hendak melahirkan, jadilah Arkan yang ia mintai tolong mengantarkannya ke rumah sakit.

Sesampainya di depan kamar Arkan di bukanya pintu berwarna hitam tersebut.

"Bang" ujar Dinda

Arkan yang sedang mengeringkan rambutnya menoleh ke arah Dinda.

"Eh bunda, ada apa Bun?"

"Anterin bunda ke rumah sakit yuk"

"Loh kenapa Bun? Adek kenapa Bun? Atau Byan, kenapa Bun?" Ujar Arkan khawatir

"Nggak, adek nggak apa-apa, cuman tadi katanya Byan kaget aja nggak ada siapa-siapa jadinya dianya sesak lagi"

"Tapi nggak apa-apa kan Bun?"

"Insya Allah nggak kok"

"Oke, Arkan siap-siap dulu ya Bun, sekalian mau shift juga. Oh iya, adek gimana Bun?"

"Tadi udah bunda bilangin ke bi Narti, jadi aman kok"

"Arkan siap-siap dulu" dibalasi anggukan oleh Dinda.

Dinda dan Arkan hendak ke rumah sakit diantar bi Narti di depan pintu.

"Bi, titip adek ya. Kalau ada apa-apa langsung kabarin" ujar Dinda

"Siap bu" jawab bi Narti

"Kita berangkat dulu ya bi" pamit Arkan

"Hati-hati Bu, den"

Mobil yang dikendarai Arkan dan Dinda terlihat keluar menjauhi area halaman rumah. Pintu gerbang ditutup kembali oleh pak Umar satpam dirumah ini. Bi Narti masuk kedalam rumah dan tak lupa menutup pintu.

Sekarang sudah pukul 18.30, setelah melaksanakan salat magrib bi Narti beranjak ke kamar Nata.

Seraya membawa nampan berisi air hangat untuk mengompres, juga air putih, serta obat dan vitamin untuk diminum nanti, bi Narti beranjak ke kamar Nata . Dibukanya perlahan pintu bertuliskan "i am Nata" itu. Terlihat Nata masih bergelung dengan selimut tebal, dengan handuk kecil di keningnya. Dirasanya kening Nata, panas masih terasa. Kemudian di ambilnya handuk kecil tersebut, dicelupkannya kedalam air hangat yang dibawanya. Diperasnya kemudian di letakkan di kening Nata.

Sudah 45 menit sejak bi Narti mengompres Nata namun panas badan Nata terlihat tak menurun. Panas tubuh Nata semakin bertambah saja pikir bi Narti. Diambilnya termometer di atas meja untuk mengetahui berapa suhu tubuh Nata 40°c disana.

"Astaghfirullahalazim", ucap bi Narti

Panas Nata sudah diatas normal, bi Narti kemudian mencoba membangunkan Nata. Namun Nata tak kunjung menunjukkan tanda-tanda bahwa ia merespon. Tanpa pikir panjang bi Narti mencoba menghubungi Dinda melalui telepon rumah yang ada di kamar Nata. Namun sudah beberapa kali ia mencoba menghubungi Dinda tak ada satupun yang di jawab. Bi Narti kemudian mencoba menghubungi Arkan namun nomor Arkan sedang tidak aktif.

Pikiran bi Narti semakin kalut, sekali lagi ia mencoba membangunkan Nata namun tak ada respon apapun. Apa ia harus menghubungi Adi pikirnya, tapi Adi sedang berada di luar kota. Atau mungkin langsung bawa saja Nata ke rumah sakit pikirnya. Karena semakin khawatir bi Narti segera menuju lantai bawah meminta bantuan pak Umar membawa Nata ke rumah sakit. Dengan menaiki taksi, bi Narti membawa Nata ke rumah sakit.

***

Bersambung...


Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang