32

2.8K 273 10
                                    

Sudah satu minggu, dan Nata masih saja memejamkan matanya. Ia terlihat begitu tenang dalam tidurnya.

Selama satu minggu ini, keluarganya seperti enggan beranjak dari kamar rawat Nata. Bahkan Adi membawa berkas yang menumpuk di sudut ruangan. Dinda, terus menggenggam tangan putranya yang entah mengapa terasa begitu kurus. Byan juga ada di sana, kemarin ia bahkan sempat di rawat juga. Kondisinya menurun dengan rasa sesak yang tidak bisa ia hilangkan. Dan Arkan, bahkan dokter muda itu tidak pernah melakukan kewajibannya. Tidak ada tugasnya sebagai dokter yang dapat ia tuntaskan dalam satu minggu ini. Keluarga itu begitu terpukul, menyesali kelalaian mereka.

Dalam satu minggu ini, seorang yang paling terluka ialah Aldi. Bagaimana Aldi yang bahkan untuk berlama-lama menatap Nata yang hanya tidur lelap ia tak mampu. Ia merasa pondasi hidupnya terenggut begitu saja. Ia ingin marah, tapi tidak tahu pada siapa. Dunianya seakan mengkhianati kepercayaan dirinya. Satu-satunya orang yang paling berharga dalam hidupnya dalam ambang batas lelah.

Kondisi Aldi sangat tidak stabil, ia bisa menangis kemudian tertawa. Ia tidak gila, tolong jangan hakimi dirinya seperti mereka. Dirinya hanya kehilangan tumpuan hidupnya. Dalam satu minggu ini, setelah dari rooftop rumah sakit Aldi hanya berani menatap Nata dari kaca pintu saja. Berat rasanya melihat Nata yang dengan damainya memejamkan mata hingga tak mau membukanya lagi.

Dunianya sedang lelah, jadi ia tidak tahu ia harus apa.

***

Operasi tidak bisa dilakukan jika Nata belum sadar, itu yang dikatakan dokter Dion. Helaan nafas milik Arkan terdengar begitu berat. Tangan menggenggam tangan sang adik, pipi adiknya terlihat kehilangan lemaknya.

"Adek lagi apa sih kok boboknya nyenyak banget?" Tanya Arkan entah pada siapa.

"Jangan lama-lama boboknya, abang kangen adek" terdengar ada getaran dalam suaranya.

Arkan sedang sendirian di ruangan ini, kedua orang tuanya dan Byan sedang sarapan di kantin rumah sakit. Sekalian hendak mencari udara segar menghilangkan kegundahan dalam hati.

"Adek, maafin Abang ya" seketika air mata Arkan turun tanpa diminta.

"Abang jahat ya? Adek pasti udah lama ngerasain sakit kan?" tangis Arkan kemudian terdengar.

Jujur saja, Arkan tau dirinya salah. Tapi masa lalu tentang kecelakaan yang merenggut nyawa omnya itu masih terus berputar di otaknya. Bagi Arkan omnya itu adalah orang yang paling mengerti dirinya. Dimana setelah kehadiran adik kembarnya, orang tuanya yang sibuk mengurus kedua adiknya, perhatian yang sebelumnya tercurah hanya untuknya harus rela ia bagi untuk kedua adik kembarnya.

Pada masa itu, omnya sangat berperan dalam hidupnya. Memberikan cinta dan sayang padanya tanpa ia harus memintanya. Bahkan Arkan menganggapnya sebagai tempatnya untuk pulang, membagikan cerita harinya. Dan "rumahnya" harus direnggut begitu saja akibat kecelakaan itu. Arkan yang tau kejadian itu seperti kehilangan dunianya. Seseorang yang begitu peduli kepadanya pergi meninggalkannya.

Terpuruk ke dasar yang paling dalam, itulah yang Arkan rasakan saat itu. Hingga tanpa sadar ia mengabaikan sang adik sebagai bentuk pelampiasan rasa kehilangan. Entah apa yang terjadi, setiap ia menatap atau berdekatan dengan Nata, Arkan selalu merasa benci yang ia sendiri tidak tahu tentang apa.

"Maaf, abang bukan kakak yang baik. Maaf abang benci adek tanpa sebab, maaf...maaf..." Arkan terus menggumamkan kata maaf, tangisnya kembali terdengar.

***

Kondisi Byan tiba-tiba kembali menurun, dan menyebabkan ia harus di rawat. Dokter Dion bilang Byan kecapekan dan banyak pikiran. Tapi masih beruntung kondisinya tidak begitu buruk, hanya perlu istirahat yang cukup dan menenangkan pikirannya.

Tapi untuk Byan, bagaimana ia bisa berpikir jernih jika adiknya saja masih betah berlama-lama terlelap dalam tidurnya. Walaupun keduanya tidak sedekat itu, tapi tetap saja mereka memiliki ikatan yang kuat. Bagi Byan, Nata bukan hanya adik kembarnya. Tetapi juga sahabat pertama dalam hidupnya. Nata baginya begitu berarti, walaupun ada beberapa sisi dari hidup Nata yang membuatnya iri. Seperti sekolah contohnya, atau kedekatan Nata dengan Aldi yang begitu erat.

Byan pikir, selama ini adik kembarnya itu baik-baik saja. Tidak pernah mengeluh tentang apapun. Nata itu ceria tidak seperti dirinya. Dan tiba-tiba Byan melihat sisi Nata yang lain, yang terlihat begitu buruk. Byan tidak tahu apa saja yang disembunyikan oleh Nata. Sesakit apa yang ia sembunyikan. Yang ia tahu hidup Nata lebih baik darinya.

***

Bersambung...

Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang