39

2.2K 210 12
                                    

Bagaimana jika memang tidak baik-baik saja.

***

Arkan berlari ke kamar Nata yang berada di sebelah kamar Byan. Pintu kamar sudah terbuka dan ada beberapa orang perawat serta dokter Galih yang melakukan CPR. Arkan mendekat, namun langkahnya terhenti sesaat.

Arkan terpaku, saat ini ia adalah dokter juga sebagai keluarga pasien. Tangannya bergetar, adiknya ia harus menyelamatkan adiknya.

"Minggir" seru Arkan

Dokter Galih seolah tak mendengar, dengan keadaan sekarang ia sebagai dokter juga bisa merasakan apa yang Byan rasakan. Ketakutan terbesar seorang dokter ialah tidak bisa menyelamatkan keluarganya.

"Minggir" Arkan mendorong kuat Galih menggantikannya melakukan CPR.

Arkan terus menekan dada Nata, dokter Galih beserta perawat kemudian menyiapkan alat defibrilator. Setelah defibrilator siap, dokter Galih maju, dan Arkan sedikit menyingkir.

Tubuh Nata tersentak, Arkan melanjutkan CPR nya karena detak jantung Nata belum kembali.

"Kumohon" ujar Arkan, setitik air mata jatuh tak bisa ia tahan.

Dokter Galih kembali mendekat dan mengarahkan alat defibrilator ke dada Nata saat Arkan sedikit mundur. Dan keajaiban itu datang.

Tit...tit...tit...

Detak jantung Nata kembali, Arkan yang tak kuasa menahan berat badannya menjatuhkan dirinya di sebelah brankar. Kedua tangannya menggenggam jemari Nata yang terasa dingin. Tangisnya tak bisa ia tahan lebih lama.

"Terima kasih"

Hanya itu yang bisa Arkan ucapkan seraya mencium tangan Nata. Untuk kesekian kalinya, adiknya masih mau berjuang.

"Dokter, pasien harus segera melakukan hemodialisa untuk mencegah penyebaran racun yang bisa merusak fungsi organ lainnya" ucap dokter Galih

Arkan mendongak, ia bangkit tanpa melepaskan genggamannya.

"Apa yang terjadi?" pertanyaan itu keluar dari mulut Arkan

"Pasien mengalami keracunan, maaf untuk kelalaian dalam menjaga pasien" jawab dokter Galih dengan menunduk dalam begitu pula dengan para perawat yang ada di sana. Mereka lalai dalam menjaga anggota keluarga pemilik rumah sakit ini, entah bagaimana nasib mereka kedepannya.

"Apa? Bagaimana bisa?" nada bicara Arkan naik beberapa oktaf.

"Maaf dokter, seseorang menyamar sebagai perawat dan kami tidak mengetahuinya" jelas seorang perawat laki-laki yang kebetulan sudah mengecek lewat cctv.

Arkan mengeraskan rahangnya. Ia ingin marah, mengutuk semua orang yang ada di sana. Tapi untuk saat ini keadaan Nata lebih penting. Arkan menghela napas panjang, berusaha menurunkan emosinya.

"Lakukan apapun asal adikku kembali baik-baik saja" final Arkan

"Baik dokter"

Dokter Galih dan para perawat langsung menyiapkan alat untuk melakukan hemodialisa.

Arkan sedikitpun tidak beranjak, ia terus menggenggam erat jari-jari tangan Nata yang sangat kecil dibandingkan dengan miliknya. Ia mengamati wajah anak itu.

Kita BedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang