"Sampai sejauh mana hubungan lebih dari teman ini?" Pertanyaan itu keluar dari bibir Hanah. Dia tidak mau meneruskan jika Sam hanya menawarkan setengah-setengah. Dirinya saat ini membutuhkan sosok yang bisa menariknya keluar dari rumah keluarganya.
Bukan berarti Hanah berambisi untuk menikah cepat atau asal memilih orang. Namun, jika itu adalah Sam, Hanah merasa tidak keberatan. Dia sudah mengenal Sam cukup lama sehingga dia tahu pilihannya tidak buruk.
"Bagaimana kalau kita menikah kontrak?" tawar Sam.
"Pernikahan kontrak?" gumam Hanah. Gadis itu terlihat menimbang.
"Dua tahun," lanjut Sam. "Setelah dua tahun, kita bisa bercerai. Masing-masing mengambil jalan yang dipilih."
Artinya, Sam tidak memaksa pernikahan di antara mereka permanen. Hanah, mau tidak mau, tergiur dengan tawaran ini. Dalam waktu dua tahun, jika dia sudah bekerja, ia bisa menabung cukup sehingga bisa meninggalkan semuanya dan memulai kehidupan baru di tempat lain.
Bagi Sam, Hanah adalah alat yang ia perlukan untuk membuat kakek memilihnya menjadi penerus bisnis keluarga.
"Buktikan pada kakek bahwa kamu bisa membentuk sebuah keluarga. Dengan begitu, kakek akan membuat kamu menjadi penerus satu-satunya bisnis keluarga Handoko."
Kata-kata kakeknya itu masih terngiang jelas di dalam telinga Sam bahkan hingga saat ini, ketika ia duduk di hadapan Hanah Pricillia Mulyadi. Melihat gadis itu kini sudah tumbuh dewasa, Sam merasa nostalgia. Sekilas ingatan masa lalu bagaimana gadis kecil itu memeluk lengannya dengan tubuh meringkuk sambil menangis tanpa suara menerpanya.
Ah, benar juga itu sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Ketika Sam berusia tujuh belas tahun, ia harus pindah ke Amerika karena mengikuti kakeknya yang saat itu sedang mengembangkan bisnis di negara adidaya tersebut. Ia masih ingat bagaimana Hanah yang berusia sebelas tahun menatap kepergiannya saat itu.
"Sam," panggilan itu membuat fokus Sam kembali. Pria itu menatap gadis yang tengah duduk di hadapannya.
"Aku menyetujui pernikahan kontrak ini," kata Hanah dengan mantap.
Dua tahun.
Mereka akan menikah hanya selama dua tahun sebelum berpisah. Sementara Sam mengkalkulasi semuanya di dalam pikirannya, rupanya hal serupa juga sedang terjadi di dalam diri Hanah.
Gadis itu menatap sosok pria di hadapannya. Saat ini ia sedang melihat satu-satunya tiket keluar dari rumah keluarganya. Atau mungkin... lebih cocok disebut sebagai rumah 'neraka'.
Selama delapan tahun terakhir, ia sudah cukup menahan diri. Sekarang sudah saatnya ia meraih kebahagiaannya sendiri. Sam adalah alat yang bisa ia gunakan selama dua tahun untuk mandiri sebelum ia benar-benar meninggalkan seluruhnya lalu pergi selamanya dari keluarganya.
Tentu Hanah akan merindukan mama dan papa tirinya. Tetapi, tidak untuk Pram Setiabudi. Memikirkan wajah kakak tirinya itu membuat perutnya bergejolak. Rasa mual menyebar ke seluruh tubuhnya.
"Kalau begitu, ayo menikah satu bulan lagi." Ajakan spontan itu membuat kedua mata Hanah membulat sempurna.
"Sa-satu bulan?" Hanah tidak menyangka waktunya akan secepat itu sehingga dia sedikit tergagap.
Sam menganggukkan kepalanya. Baginya, semakin dia cepat meyakinkan kakeknya, maka semakin baik. Dia harus memastikan dirinya sebagai satu-satunya pewaris grup Handoko. Dia tidak mau sampai title itu berpindah ke tangan orang-orang yang selalu menantikan kekuasaan tersebut jatuh ke tangan yang lain, bukan dirinya.
"Aku bisa mengaturnya paling cepat satu bulan lagi. Minggu depan aku akan berkunjung ke rumahmu untuk bertemu dengan kedua orang tuamu. Mau bagaimanapun, aku harus meminta izin mereka untuk melamarmu," jelas Sam dengan penuh perhitungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Behind Marriage (Completed)
RomanceBagi Sam, Hanah adalah alat yang ia perlukan untuk membuat kakek memilihnya menjadi penerus bisnis keluarga. "Buktikan pada kakek bahwa kamu bisa membentuk sebuah keluarga. Dengan begitu, kakek akan membuat kamu menjadi penerus satu-satunya bisnis k...