"Gimana kabarmu, nak?" Pertanyaan itu meluncur dari bibir Yohan ketika mereka sudah duduk di meja makan malamnya.
"Baik, pa!" jawab Hanah.
"Kalau nggak salah kamu udah tinggal skripsi ya habis libur semester ini berakhir?"
Hanah mengangguk. "Iya, aku sudah mencicilnya sejak semester lalu sih. Jadi, nanti tinggal konsultasi dengan dosen pembimbing. Semoga sih lancar dan bisa cepat selesai," jelas gadis itu.
"Papa dan mama bisa lega kalau begitu. Syukurlah kalau kuliahmu lancar. Jangan seperti Pram, dia sampai ngaret setahun cuma gara-gara skripsi," ujar Yohan sekilas mengingat kejadian yang sempat membuatnya naik darah.
"Sebelum lauk dan nasinya dingin, ayo buruan makan," sela Leoni mengalihkan topik. Sebagai wanita, dia sangat peka terhadap perasaan suaminya. Dia tidak ingin suasana makan malam ini jadi hancur karena hal-hal yang sudah terjadi di masa lalu.
Mereka bertiga pun mulai makan. Suasana kembali mengalir ketika Hanah menceritakan beberapa kejadian lucu yang dialaminya selama tinggal di kos-kosan. Yohan dan Leoni hanya tertawa lalu menggeleng-geleng heran mendengarkan. Hingga akhirnya meja makan dibereskan, Hanah pun pamit ke kamarnya.
"Yang, kamu udah tanya ke Hanah supaya tinggal di rumah aja?" Yohan mengangkat topik yang sudah menjadi topik perbincangan mereka akhir-akhir ini. Jarak dari rumah ke kampus memang jauh, tetapi mereka merasa khawatir anak perempuan mereka harus tinggal ngekos sendirian. Lagipula saat sudah masa skripsi seperti ini, jadwal Hanah bisa lebih fleksibel.
"Belum, dia barusan sampai rumah. Aku belum sampai menanyakan hal itu," jawab Leoni. Kedua alisnya tampak berkerut. Nada suaranya sedikit murung.
Yohan menganggukkan kepalanya, mengerti. "Kalau gitu pelan-pelan saja. Dia belum bilang sampai kapan tinggal di rumah, bukan?"
"Katanya sekitar seminggu, sebelum dia balik lagi ke kampus mengurus registrasi. Hanah berencana mengambil skripsi singkat. Jadi jadwal skripsi dimulai lebih awal," jelas Leoni.
"Oke, kita coba sampaikan baik-baik nanti," ucap Yohan sambil merangkul pundak istrinya.
Leoni hanya mengangguk setuju. Anak satu-satunya yang merupakan buah rumah tangganya sebelumnya adalah anak yang sangat dia sayangi. Dia sedikit sedih karena Hanah memutuskan tetap memakai nama Mulyadi yang merupakan nama mantan suaminya, namun anak itu tidak pernah mengecewakannya. Hanah adalah anak baik dan rajin. Banyak guru sekolahnya dulu bercerita pada Leoni bahwa Hanah adalah anak cerdas. Sikapnya juga sering dipuji guru-guru. Dia berharap anaknya itu bisa menjalani kehidupan yang membuatnya bahagia.
***
Prang!!!
Suara memekakkan telinga yang berasal dari benda terbentur dinding itu memenuhi ruang sebuah kamar hotel. Asbak yang terbuat dari bahan keramik itu hancur berkeping-keping di lantai. Sementara pelaku yang melemparkan benda itu menatap dingin ke arah serpihan keramik.
"Berani-beraninya—" Suara bernada geram itu berdesis dari sela-sela mulut laki-laki itu. Kemarahan yang terlihat di wajahnya tiba-tiba sirna digantikan ekspresi gembira. Namun, senyum di wajahnya terlihat miring, membuat ekspresi gembiranya terasa janggal.
Dengan cepat, laki-laki itu merogoh gawai dari dalam kantung celananya lalu menekan 'call' pada sebuah nomor.
"Malam, pak Pram, ada yang bisa saya bantu?"
Pram Setiabudi menjawab tanpa basa-basi. "Saya merasa tidak enak badan, jadi saya nggak bisa ikut dua hari penutupan business trip kali ini. Bisa tolong bantu saya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Behind Marriage (Completed)
RomanceBagi Sam, Hanah adalah alat yang ia perlukan untuk membuat kakek memilihnya menjadi penerus bisnis keluarga. "Buktikan pada kakek bahwa kamu bisa membentuk sebuah keluarga. Dengan begitu, kakek akan membuat kamu menjadi penerus satu-satunya bisnis k...