Chapter 33 - Bergegas

10.2K 467 17
                                    

"Hai, Hanah," sapa Pram sesudah membuka pintu apartemennya. "Silakan masuk."

Hanah tersenyum singkat lalu membuka bibirnya. "Ngga perlu kak, aku cuma mau ambil barang Fenny yang tertinggal." Gadis itu menolak halus ajakan Pram. "Katanya dia meninggalkan flashdisknya di apartemen kakak."

Pram tertegun sejenak sebelum kembali tersenyum. "Coba kucari dulu flashdisknya. Kamu masuk dulu saja," katanya dengan nada ramah.

Kedua alis Hanah terangkat menaggapi respon kakak tirinya itu. Dia ragu-ragu sejenak sebelum melangkahkan kakinya ke dalam. Aroma kopi langsung menyambut indera penciuman Hanah begitu dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam unit apartemen. Dari jendela, dia bisa melihat langit mulai berubah kekuningan menandakan hari sudah menjelang sore. Sebuah pertanyaan menggelitik hatinya. Apa hari ini Pram libur kerja? Seharusnya ini masih jam kantor kan?

"Kebetulan aku sedang membuat kopi. Kamu mau?" tawar Pram melangkah mendekati counter dapur. Di atas counter ada sebuah mesin penyeduh kopi otomatis dan sebuah rak berisi bermacam-macam bungkus kopi dengan berbagai merk. Sejauh ingatan Hanah, laki-laki itu memang suka kopi. Di rumah kedua orang tua mereka pun ada mesin serupa yang ditaruh di dapur.

"Nggak usah terima kasih kak. Repot-repot," ucap Hanah singkat. Dia tidak suka minum kopi menurutnya lebih baik menikmati strawberry milkshake dengan kue ringan. Namun, yang ingat bahwa dia suka strawberry milkshake sepertinya hanya kakek Sam, Sam, mamanya dan papa tirinya saja.

"Kalau teh?"

Hanah menggelengkan kepalanya.

"Air putih saja ya kalau gitu," kata Pram akhirnya.

Merasa tidak enak karena berulang kali menolak, Hanah menganggukkan kepalanya. Tak lama air putih di dalam mug putih dihidangkan Pram di meja depan sofa yang ia duduki. "Terima kasih."

"Aku cari flashdisknya dulu." Setelah mengucapkan kalimat itu, Pram langsung menghilang dari balik pintu kamarnya.

Hanah mengangkat mug itu di tangannya. Sementara itu, tatapannya melihat ke seluruh sudut apartemen. Menurut tebakannya, ini adalah unit apartemen dengan satu kamar. Dia meneguk air putih itu perlahan. Perabotan rumah yang tersusun rapi, lantai yang terlihat bersih berkilau. Sepertinya Pram merawat tempat ini dengan baik. Namun, biar bagaimanapun, berada di ruangan yang sama hanya berdua dengan Pram membuat Hanah merasa tidak tenang. Rasa khawatir terus menghantui dirinya. Kalau-kalau Pram merencanakan sesuatu yang membuatnya semakin benci pada kakak tirinya itu. Gadis itu tetap meningkatkan kewaspadaannya.

'Ah benar, aku belum menghubungi Sam...' sesal gadis itu dalam hati dengan wajah cemberut. Handphonenya saat ini kehabisan baterai. Dia juga lupa membawa charger.

Entah sudah berapa lama waktu yang lewat sejak Pram masuk ke dalam kamarnya. Suasana di ruang tamu apartemen berubah sunyi. Tak lama, bunyi suara pintu membuka pun terdengar. Kemudian mulai terdengar juga suara langkah kaki mendekati sofa ruang tamu itu. Sebuah seringai lebar tercetak di wajah Pram melihat sosok gadis yang kini sedang berbaring di sofa dengan kedua mata terpejam.

"Hanah-ku begitu naif." Pram berjongkok di samping sofa sambil memperhatikan wajah yang tertidur damai itu. "Tapi, itu hal yang kakak suka dari kamu," lanjutnya sebelum mendekatkan wajahnya lalu mengecup pelan puncak kepala Hanah.

***

"Oke, makasih sudah memberitahuku, Nadya." Sam menekan tombol merah di layar lalu meletakkan handphonenya di dalam saku jas yang ia kenakan. Kedua tangannya terkepal erat sampai buku-buku jarinya memutih.

Brak!!!

Laki-laki itu memukul keras permukaan meja. Kedua alisnya berkerut dalam, sementara detak jantungnya berpacu cepat. Hanah tidak bisa dihubungi begitu meninggalkan rumah sakit. Tujuannya saat ini hanya satu...

Secret Behind Marriage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang