Tiba-tiba Sam bangkit lalu mengecup lembut pipi Hanah. Sontak, kedua mata Hanah terbelalak lebar. Ketika gadis itu memutar badannya ke belakang, iris matanya bertemu dengan iris gelap milik Sam. Wajah pria itu tampak datar, namun kening Hanah jadi berkerut ketika pandangannya menangkap sebuah ekspresi aneh di wajah Sam.
Apa dia sedang cemberut? Bibirnya... Hanah seketika tergelak. Dia merasa sedikit bersalah karena menertawakan Sam yang saat ini sedang mengerucutkan bibirnya. Mirip seperti seorang anak kecil yang sedang merajuk. Ini pertama kalinya dia melihat ekspresi wajah kekanak-kanakan Sam.
"Sudah puas tertawa, hm?" Sam mendekatkan wajahnya lalu berbisik di telinga Hanah. Hembusan napasnya menyapu tengkuk gadis itu.
Hal itu membuat tawa Hanah berhenti dan tubuhnya jadi menegang. Dia mengulum senyum, tidak berani mengatakan apapun. Sementara itu, detak jantungnya mulai berdebar dua kali lebih cepat. Hanah juga merasakan kedua pipinya mulai memanas.
"Aku nggak suka nama laki-laki lain keluar dari bibirmu ini." Tanpa aba-aba Sam mengecup singkat bibir Hanah. "Dulu sudah pernah kubilang kamu nggak perlu mengingat nama laki-laki lain, kan?"
Hanah mengedipkan matanya beberapa kali setelah mendengar kalimat Sam itu. Dia jadi mengingat pernah mengajukan pertanyaan soal teman-teman Sam dan laki-laki itu menjawab dengan jutek. Ya, kalau nggak salah dia bilang, nggak perlu tahu nama teman-temannya karena mereka semua adalah laki-laki. Seakan baru menyadari sebuah hal, gadis itu kembali mengedipkan matanya beberapa kali. Jadi, Sam sedang cemburu karena barusan aku menyebut nama Bimo, sekretaris pribadinya itu?
Gadis itu menatap Sam sambil meringis. Tidak menyangka bahwa Sam bisa bersikap kekanak-kanakan seperti ini. Dia kehabisan kata-kata sambil memandang suaminya itu. "Ha!" Gadis itu mendengus keras.
"Aku serius." Sam membalas tatapan Hanah. Tatapannya menatap lurus. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia sedang bercanda.
Melihat laki-laki itu, ekspresi Hanah melunak. Dia mengulurkan tangannya dan kembali membelai puncak kepala Sam. "Syukurlah..." lirihnya pelan. Sebuah senyum lembut tersungging di bibir Hanah.
Sam menunggu gadis itu melanjutkan kalimatnya. Dia terdiam sambil memperhatikan baik-baik wajah Hanah. Dia ingin mengabadikan wajah cantik istrinya itu dalam memorinya selamanya.
"Syukurlah, kamu nggak membenciku... Apalagi jijik pada—"
Cup!
Sekali lagi, Sam mengecup bibir Hanah. Tindakannya ini membuat kalimat yang ingin diucapkan Hanah berhenti. Gadis itu menatap heran ke arah Sam.
"Tidak pernah terbesit perasaan lain selain rasa sayangku padamu. Jadi, jangan pernah ucapkan hal yang sia-sia," kata Sam. Tangan kanannya terangkat lalu merapikan sebagian rambut Hanah dan menyelipkannya di belakang telinga gadis itu. "Semuanya sudah berlalu. Sekarang adalah sekarang. Kita tidak perlu mempertaruhkan kebahagiaan sekarang dengan hal yang sudah terjadi di masa lalu. Paham?"
Kepala Hanah mengangguk, merespon ucapan Sam. Pangkal hidungnya terasa perih dan kedua matanya mulai berkaca-kaca. Hanah mengalungkan tangannya di leher Sam dan memeluk erat tubuh laki-laki itu. "Thank you..." bisiknya tulus.
***
Gemuruh halilintar serta suara derasnya air hujan menyelinap masuk ke dalam sebuah mobil Ayla putih. Nadya memandang nanar ke arah langit yang berwarna abu-abu kelam dari kaca mobilnya. Sudah satu jam dia masih belum bisa menjalankan mobilnya karena macet. Entah apakah yang membuat barisan kendaraan di depannya ini tidak bergerak sama sekali. Dia juga mulai bisa merasakan ketegangan kendaraan lain di belakangnya. Satu per satu kendaraan-kendaraan itu mulai membunyikan klakson. Nadya meremas setir dengan gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Behind Marriage (Completed)
RomanceBagi Sam, Hanah adalah alat yang ia perlukan untuk membuat kakek memilihnya menjadi penerus bisnis keluarga. "Buktikan pada kakek bahwa kamu bisa membentuk sebuah keluarga. Dengan begitu, kakek akan membuat kamu menjadi penerus satu-satunya bisnis k...