🌾HIJRAH BAGIAN SEBELAS🌾✅

16.7K 1.3K 14
                                    

Sejak acara kabur dari kewajiban gotong royong di hari Jum'at, Umi Nazda sempa menasihatinya bahkan Zahrana yang notabene ketua umum divisi kebersihan juga melingkupi keamanan memberikan teguran keras untuk Aqueena. Bukan berarti status Aqueena yang merupakan keponakan Kyai Akbar dapat membuat dirinya bebas dari hukuman. Penuturan Umi Nazda yang mengatakan jika dirinya di titipkan menjadi keluarga pesantren untuk belajar, dan memungkinkan pula jika bersalah akan mendapatkan hukuman.

Apalagi Aqueena, yang dengan sengaja menantang hukuman itu sendiri.

Selepas menunaikan sholat dzuhur berjamaah bersama Umi Nazda dan Nisa, Aqueena menuruni tangga menuju ruang makan yang bersatu dengan dapur. Awalnya Aqueena berniat untuk balik ke asrama mengikuti Zahrana, tapi perkataan Umi Nazda yang menyuruhnya untuk tetap tinggal dan mengajaknya makan siang bersama tak dapat ia elakkan. Lagian kapan lagi dirinya dapat makan masakan rumahan khas Indonesia.

"Mbak Aqueena duduk dulu gih," pinta Nisa saat mendapati Aqueena baru turun tangga.

Aqueena mengangguk, sebelum mendaratkan bokong pada kursi dirinya memperhatikan tiap gerak Nisa yang tengah menghidangkan berbagai jenis makanan di atas meja.

Sop ayam dengan cap cai brokoli sudah terhidang disana, di ikuti dengan tahu dan tempe goreng serta sambal terasi --menu wajib setiap makan, sebab Kyai Akbar sangat menyukai tahu dan tempe.

"Ada yang bisa gue bantu, Nis."

Nisa berhenti setelah meletakkan bakul anyaman berisi nasi dengan asap mengepul di atas meja. "Boleh Mbak, bisa siapin gelas sama piring aja, ya?"

Aqueena mengangguk cepat. Dengan telaten dirinya mengambil beberapa piring lalu meletakkannya di masing-masing meja yang berhadapan dengan kursi, tak lupa diikuti gelas serta sendok untuk alat makan.

"Assalamu'alaikum." Ucapan salam dari balik pintu penghubung dapur menghentikan aktivitas mereka berdua.

"Wa'alaikumussalam." Jawab keduanya. Aqueena masih di sibukkan dengan kegiatan menuang air ke dalam gelas langsung terhenti saat mendapati Nisa berjalan menuju tiga lelaki di sana lalu menyalimi mereka satu persatu.

Tanpa pikir panjang, Aqueena meninggalkan teko di atas meja lalu mulai ikut menyalimi Kyai Akbar. Saat tangannya terulur untuk mengambil tangan Aryan, dirinya sedikit terkejut sebab respon Aryan sangat cepat 'tuk menjauhkan tangan.

Aqueena mengerutkan dahi bingung, sembari tetap menatap Aryan yang  menatapnya sinis dengan tatapan polos.

Suara deheman Iqbal sontak mengembalikan kesadaran Aqueena. "Kita gak halal buat kamu, Aqueena," jelas Iqbal menjelaskan kebingungan gadis bule itu.

"Ah ..." Aqueena menepuk dahinya pelan, "astaga Aqueena lupa," ujarnya cengengesan.

Iqbal juga Kyai Akbar tersenyum menanggapi, namun tidak dengan Aryan. Pria itu mendengus keras sebelum berujar, "biasakan ganti kata astaga dengan istighfar." Setelah itu Aryan melenggang menuju meja makan, perutnya sudah keroncongan sedari tadi.

"Iya iya, Astaghfirullah hal 'adzim!" ketus Aqueena serta merta kembali pada kegiatannya menuang air ke dalam gelas yang tadi sempat tertunda.

"Yang ihklas, biar Allah juga ikhlas kasi pahala."

"Iya, iya. Bawel banget sih jadi sepupu!" Ingin rasanya Aqueena mencokol teko ke dalam mulut pedas Aryan itu. Sayang, mulutnya tak setampan wajahnya. Aqueena pastikan yang menjadi istrinya bakalan kesal setengah mati.

"Loh, udah kumpul semua ternyata." Umi Nazda turun dari lantai atas dengan cadar di tangannya. "Duh, maaf Umi gak bantu kalian."

"Gak apa-apa kok, Umi. Lagian Mbak Aqueena tadi bantuin juga kok."

HIJRAH [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang