🌾HIJRAH BAGIAN DELAPAN BELAS🌾✅

15.6K 1.3K 0
                                    

Makan malam kali ini tidak seperti makal malam biasa saat Aqueena menginap di ndalem, ketidakhadiran Aryan membuat suasana makan malam menjadi lebih sunyi. Ditambah lagi keterdiaman Iqbal dengan mimik wajah yang berubah-ubah, seolah tengah memikirkan hal pelik di dalam otaknya. Bagi Aqueena makan malam barusan benar-benar makan malam paling dingin.

Membuka jendela kamar milik Nisa Aqueena menatap keluar, matanya memperhatikan beberapa santriwan berlalu lalang. Menangkap sosok Devano di antara barisan santri membuat sudut bibir Aqueena terangkat entah karena apa, dirinya sendiri sempat mempertanyakan kehadiran Devano di pesantren milik pamannya ini.

Apa mungkin Devano mendadak taubat lalu memilih menuntut ilmu di pesantren sekaligus memperbaiki akhlaknya yang minus, atau orang tuanya memaksa Devano untuk masuk ke pesantren karena---ya, akhlak minus pemuda itu membuat orang tuanya angkat tangan. Entahlah, Aqueena tak mau terlalu lama berlarut pada spekulasi dirinya akan Devano yang tak ia sukai. Bukan berarti Aqueena benci Devano ya, hanya kurang suka. Iya kurang suka.

Mengalihkan atensi menatap hamparan bintang berkelipan di langit cerah malam ini, bulan setengah lingkar tampak bersinar mengisi kekelaman angkasa.

Mendadak pikiran Aqueena berkecamuk, matanya menatap bulan tapi hati dan fikirannya berhasil diambil alih sosok Aryan. Setelah kejadian Aryan menghempas handphone berharga puluhan juta tanpa menyayangkan sedikitpun, membuat hati Aqueena kembali tertohok.

Dia sadar betapa keterlaluan dirinya pada Aryan. Memori otaknya berputar mengingat kejadian saat di kelas waktu itu, dia dengan terang-terangan menunjukkan sikap tak sukanya padahal Aryan sudah berbaik hati untuk mengajarkan salah satu ilmu penting dalam kehidupan. Hanya karena Aqueena merasa laki-laki tak pantas mengajarkan tentang 'itu' dengan keseluruhan muridnya adalah perempuan, membuat Aqueena tak segan 'tuk mengusirnya.

Walau Aqueena minta maaf, itu bukan karena penyesalan. Melainkan takut di do'akan yang tidak-tidak, terdengar aneh dan tak masuk logika tapi Aqueena berhak was-was bukan?

Menghela nafas lelah, Aqueena menutup jendela yang menjadi jalan masuknya sepoi angin malam ke dalam kamar. Malam ini dia akan menginap disini sesuai permintaan Kyai Akbar---pamannya---dan berbagi kamar dengan Nisa. Walau kamar Nisa sangat berbeda jauh dengan kamar miliknya di kediaman tak membuat Aqueena merasa tak nyaman. Toh kamar asrama yang kecil itu saja masih bisa membuatnya tertidur nyenyak, walau sesekali harus terbangun karena gigitan para nyamuk kelaparan.

Aqueena memilih keluar kamar tuk kembali ke asrama sebentar. Dirinya teringat belum membawa baju ganti, jadi dia harus mengambilnya. Walau jarak asrama dan ndalem tidak terlalu jauh, tapi Aqueena terlalu malas untuk kesana jika pagi tiba. Terlebih lagi Aqueena sudah terbiasa mandi saat subuh hari, jadi kalau dia tidak mandi pasti dirinya merasa tak enak.

Kenapa dia tidak mengenakan baju Nisa saja? Jawabannya baju Nisa tidak akan muat untuk ia kenakan. Tinggi badannya dan Nisa beda jauh, sebagai anak yang lahir dengan darah campuran Indo-London membuat tinggi badan Aqueena berbeda dari perempuan Indonesia kebanyakan.

Menarik gagang pintu, Aqueena melangkahkan kakinya keluar. Sejenak dia mematung saat mendapati Aryan yang baru saja naik menatap dirinya sekilas dan berlalu begitu saja dengan wajah datar. Aqueena mendadak bisu, padahal dia berniat jika bertemu Aryan akan mengutarakan maafnya. Tapi kenapa sekarang suara Aqueena tak bisa keluar?

Langkah Aryan semakin menjauh lalu berhenti pada sebuah pintu yang berada di lorong yang Aqueena yakini adalah kamar pria itu. Mata Aqueena membola saat Aryan mulai mendorong pintu hendak masuk ke dalam, ingin rasanya Aqueena cegah tapi apa daya suaranya benar-benar sulit untuk ia keluarkan.

Argghh ... Aqueena bodoh! Ini kesempatan lo!

Ayolah suara keluar! Kemana suara cempreng yang selalu membuat keributan itu hah!

HIJRAH [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang