🌾HIJRAH BAGIAN EMPAT PULUH TUJUH🌾🏹

13K 1.1K 16
                                    

Iris hijau Aqueena menatap datar tiga manusia di depannya. Ruang tengah ndalem tampak penuh hari ini, sidang dadakan tengah di lakukan sekarang. Tadi, setelah Aqueena menyelesaikan ceritanya. Kontan saya Nichole dan Summer meminta Nisa menyuruh Radwa, Ambar dan Syakila ke ndalem. Dan disinilah mereka sekarang.

Nichole menatap lurus ke arah Radwa, laki-laki itu masih tak menyangka salah satu sepupunya masuk sebagai dalang akan kejadian kali ini. Memang dia tidak dekat dengan anak-anak dari bibi Salima, apalagi Aqueena---jangankan dekat, kenal dengan keluarga mommy nya saja Aqueena tidak. Tapi bukan berarti hubungan kekeluargaan mereka terputus, namun kenapa sekarang Radwa malah ... aih, Nichole tak tahu lagi ingin mengatakan apa.

Tak jauh beda dengan Nichole, Summer juga tak percaya dengan apa yang di lakukan Radwa. Bukan hanya kedua saudara kembar itu, tapi keluarga ndalem juga merasa seperti itu. Mereka jelas sekali menatap Radwa dengan raut kecewa.

"Kalian tahu apa kesalahan kalian?" Suara tegas Kyai Akbar membuyarkan keadaan hening sejak beberapa saat lalu. Aqueena melirik sebentar ke arah pamannya itu, kemudian kembali menatap lurus ke depan.

Tepat di depannya, tiga orang itu mengangguk pelan. Aqueena sempat menaikkan sebelah alisnya saat mendapati Radwa curi-curi pandang ke arahnya.

"Kenapa kalian melakukan itu?" Pertanyaan Kyai Akbar tidak di jawab oleh mereka. Ketiganya sama-sama bungkam, sontak saja Aqueena tersenyum miring.

"Mendadak bisu, eh?" Sebenarnya kondisi tubuh Aqueena bisa di bilang belum pulih sepenuhnya. Dia masih sedikit lemas. Tapi dia tidak mau menyia-nyiakan momen emas kali ini. Dia tak sabar membuat ketiganya malu, apa mungkin Aqueena perlu mengeluarkan mereka dari pesantren?

Sepertinya itu ide bagus. Setidaknya sisa waktunya di pesantren akan lebih aman. Sudah cukup keberadaan Aisyah membuat dirinya kadang naik pitam --- memang teman sekamarnya itu ajaib --- tapi dia tak ingin ada orang lain lagi membuat darahnya mendidih. Aqueena terlalu malas untuk meladeni orang-orang seperti itu lagi.

Ambar yang duduk diapit Radwa juga Syakila mendongak. Matanya menajam menatap Aqueena, jelas sekali gadis itu tengah di penuhi amarah sekarang.

"Uh, tatapannya." Aqueena tersenyum miring dengan alis dinaikkan sebelah. Yah, walaupun mereka berhasil membuat dirinya tak berkutik tadi malam --- karena di kunci dalam gudang --- tapi tetap saja, berani melawan Aqueena maka berani untuk mendapat balasannya. Dia tak sebaik itu sehingga membiarkan orang jahat berkeliaran.

Ambar berdecih pelan, helaan nafas gadis itu jelas terdengar. Menoleh ke arah kiri, Ambar menatap tajam Syakila. Ini pasti karena adiknya itu mengaduh tadi malam. Kalau saja Syakila tidak lebay dan memilih menahan erangannya, mungkin mereka tidak akan ketahuan secepat ini. Dan Aqueena pasti akan menderita. Bukan malah jadi begini.

Kembali Ambar mendecih, geram sendiri. Semua plan-nya kacau sudah.

"Masih tidak mau menjawab kalian?!" gertakan Nichole membuat Ambar tersentak, mata gadis itu menatap sinis ke arah laki-laki berambut pirang di sana. "Apa maksud tatapanmu itu?"

"Tidak ada," jawab gadis itu terdengar malas.

"Saya tanya sekali lagi, kenapa kalian melakukan itu pada Aqueena?" Ambar masih tak menjawab, sedang Radwa dan Syakila betah tertunduk. Kedua tangan mereka terkepal di atas paha dengan kaki gemetar hebat. Bahkan Radwa ingin menangis rasanya.

Mendadak dia menyesali keputusannya ikut serta dalam rencana Ambar. Seharusnya dia tak lagi mengusik Aqueena yang notabene sepupunya, hanya karena Aqueena lebih dekat dengan Aryan dari pada dirinya yang sudah lama menyukai laki-laki yang kini brewokan itu.

HIJRAH [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang