🌾HIJRAH BAGIAN DUA PULUH LIMA🌾 ✅

15.5K 1.2K 28
                                    

Semua tampak bahagia, para tamu yang hadir terlihat tak bosan menyunggingkan senyum. Anak-anak kecil yang berhadir berlarian, seolah menyambut hal besar apa yang akan terjadi beberapa saat lagi. Para santriwan dan santriwati terlihat sibuk dengan kegiatan masing-masing, namun tidak melunturkan senyum manis yang merekah di bibir. Iya, semuanya bahagia ... semuanya baik-baik saja, namun tidak untuknya.

Iqbal sedari subuh tadi terlihat gusar. Bukan! Dia bukan gugup karena khawatir apakah nanti dapat membaca qabul dengan lancar, bukan!

Iqbal  gusar karena hatinya tak menginginkan ini terjadi, otaknya seolah memerintahkan untuk tak melanjutkan semua ini, namun tubuhnya berkhianat. Iqbal sudah duduk di atas bean bag tipis berhadapan dengan Ilham, keduanya di batasi dengan meja kayu yang berada di hadapan masing-masing.

Oh ... Ya Allah! Apa Iqbal harus menjalani ini semua? Di saat hati dan otaknya tak menginginkan apa yang tubuhnya lakukan?

Pandangan Iqbal teralih pada kehadiran sang calon istri yang terlihat di papah dua orang gadis. Iqbal menatap lekat ke arah sana, jika kalian berfikir Iqbal menatap calon istrinya---Zahrana--- maka kalian salah. Sedikitpun Iqbal tak terpesona pada wajah cantik Zahrana, padahal hampir keseluruhan lelaki yang berada di sana menatap calon istrinya itu takjub.

Fokus Iqbal teralihkan pada gadis dengan gamis berwarna soft green simple namun terlihat mewah secara bersamaan. Wajah yang tampak di poles make up tipis itu terlihat menarik di mata Iqbal, ugh ... ingin rasanya Iqbal menarik  gadis itu untuk duduk di sampingnya.

Gadis itu ...
Gadisnya ...
Aqueenanya ...

"Karena mempelai perempuan telah hadir, acara ijab qabul akan di laksanakan segera." Perkataan wali hakim membuyarkan fokus Iqbal. Lelaki itu menatap pria paruh baya di  sana sembari tersenyum tipis.

"Sudah siap, Iqbal." Kali ini suara berat Ilham mengalun memasuki pendengaran. Iqbal tersenyum kecil sembari mengangguk, di jabatnya mantap tangan Ilham. Sudah sejauh ini, dan Iqbal tak boleh egois dengan membantalkan pernikahan hanya demi cinta sepihak saja.

Iqbal sadar jika Aqueena tak mencintainya. Bagi Aqueena, Iqbal hanya salah satu figur abang sepupu terbaik yang pernah ada. Tapi kembali lagi, perasaan Iqbal sangat mudah tuk berlabuh jika pelabuhan itu adalah Aqueena.

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, Iqbal Muhammad Akbar bin Akbar Muhammad Adrian dengan adik saya bernama  Zahrana Bilqis binti Muhammad Ali dengan maskawinnya berupa seperangkat alat sholat dan emas 100 gram di bayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya A---" Bungkam. Iqbal tak jadi melanjutkan, iris kelamnya bergerak ke kiri dan kanan. Gelisah, dia gelisah. Bagaimana ini, dia tak kuasa untuk melanjutkan ... bahkan sekedar menjawab ijab saja Iqbal tak sanggup. Pikirannya di penuhi dengan Aqueena, Aqueena dan Aqueena.

Dia harus menghentikan ini! Harus!

"Haha ... sepertinya pengantin pria nya gugup." Suara wali hakim menyadarkan Iqbal dari pikiran gilanya. "Sudah mari kita lanjutkan."

Mata Iqbal memicing saat tak sengaja bertatapan dengan wajah bahagia Ilham. "Salah dalam mengucap qabul tak akan merusak hubungan rumah tangga, Nak. Saya yakin kau pasti akan membahagiakan Zahrana."

Ya Allah ... Iqbal harus bagaimana? Mengalihkan pandangan pada tamu perempuan di balik hijab, Iqbal mendapati Aqueena tengah menghibur Zahrana yang menunduk. Senyum Aqueena, suara Aqueena tak bisa lepas dari pikiran Iqbal.

Tidak ... ini tidak bisa di biarkan, Iqbal harus---

"Grogi saat mengucap qabul itu biasa, Nak. Tapi Abi yakin, setelah ini kamu dapat membahagiakan Zahrana."

HIJRAH [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang