🌾HIJRAH BAGIAN DUA PULUH ENAM🌾🏹

14.8K 1.2K 10
                                    

Lembaran gelap membentang langit, kerlap-kerlip bintang tampak menghiasi angkasa malam. Bulan separuh bercahaya pudar semakin memperindah lukisan alam.

Zahrana duduk gelisah sembari sesekali menatap pintu kamar, berharap seseorang datang dan membukanya. Duh Zahrana gak sabar---

Wait? Gak sabar ngapain?

"Pokoknya Aqueena reques bayi kembar." Perkataan Aqueena setelah acara makan malam membuat Zahrana tersenyum malu, bahkan pipinya memanas. Mungkin rona kemerahan terlihat cantik menghiasi wajah.

Apa nanti Iqbal akan meminta 'itu' padanya? Sudah jelas dong Zahrana, seseorang menikah pasti salah satu tujuannya hal 'itu' kan.

"Ya Allah, Rana gugup," ucapnya lirih. Kedua tangannya menangkup wajah sendiri, seolah ingin menyembunyikan rona kemerahan di pipi agar tak ada yang melihat.

Sedetik kemudian, Zahrana tersentak lalu menggeleng pelan. Kenapa dirinya berubah menjadi seperti gadis remaja yang baru mengenal cinta?

Merebahkan diri di atas ranjang, Zahrana berguling-guling gemas. Dia masih tak percaya akan status yang kini telah ia pegang, istri dari Gus Iqbal Muhammad Akbar. Lelaki pemilik nama yang selalu ia masukkan dalam do'a di sepertiga malam. Bangkit terduduk, Zahrana mesem-mesem sendiri. Dirinya teramat bahagia sekarang ini.

Suara decitan pintu membuat Zahrana dengan sigap langsung berdiri, sedikit di benarkannya letak jilbab instan yang miring akibat ulahnya berguling-guling barusan.

Zahrana masih menunduk, tak berani menatap lelaki yang sudah sah menjadi suaminya ini. Setelah acara akad tadi mereka memang tidak banyak berinteraksi, bahkan Iqbal terlihat lebih dingin dari biasanya. Zahrana menganggap itu normal, mungkin Iqbal masih gugup itu sebabnya dia bersikap dingin.

Sungguh perempuan yang selalu berfikiran positif.

Aroma sabun menguar dari tubuh Iqbal, lelaki itu baru selesai mandi. Kaos press body lengan pendek berwarna putih melapisi tubuhnya, dengan kain sarung yang di jadikan bawahan.

Tanpa kata, Iqbal bergerak mengusak rambut menggunakan handuk kecil. Membuat Zahrana yang berhasil menangkap kegiatan Iqbal dari sudut matanya hendak bergerak mengeringkan rambut suaminya itu.

"Maaf Gus, boleh Zahrana yang keringin," pinta Zahrana lirih. Iqbal hanya menatap sekilas tanpa menjawab, lelaki itu malah memasukkan handuk kecil tadi ke dalam tempat pakaian kotor.

Zahrana mengerjab beberapa kali, apa Iqbal masih canggung kepadanya?

"Tidurlah, saya ada urusan di masjid." Selepas mengatakan itu Iqbal beranjak keluar dari kamar dengan membawa jaket kulit ikut serta keluar.

Zahrana hanya mengangguk, ingin menjawab perkataan Iqbal, namun seolah gadis itu tak di beri kesempatan berbicara. Apa benar sikap dingin Iqbal padanya dikarenakan suaminya itu masih canggung? Atau malah sengaja, karena tidak ingin berinteraksi lebih banyak dengan dirinya.

Mengapa Zahrana tiba-tiba merasa sesak?

Membaringkan tubuhnya pada ranjang dengan bed cover bermotif polkadot dengan warna monokrom, Zahrana menatap pantulan wajahnya dari cermin yang tertempel di lemari.

Kerutan samar tampak di keningnya, pikirannya bercabang dan semua menjurus ke satu nama---

Iqbal.

"Hm ... tidak boleh berburuk sangka pada suami Zahrana, ini belum sehari kalian menikah lho," ucap Zahrana menyemangati diri sendiri. "Mungkin benar Gus Iqbal masih canggung." Tersenyum tipis, Zahrana menutup matanya bersiap menyambut alam mimpi yang akan membuat dirinya melupakan masalah sejenak.

HIJRAH [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang