🌾HIJRAH BAGIAN EMPAT PULUH ENAM🌾🏹

13.3K 1.1K 28
                                    

Hehe, di sini ujan wak. Mana deras lagi, takut pulak aku Medan banjir wak😭

Ini aku update satu chapter lagi, doakan aja biar rumah aku gak kena banjir hiks😢

Tau kau wak, aku pake earphone volumenya full weeh ... serem di luar hujan deras, aye sendirian di rumah, jadi aye dengerin musik lah jadinya.
Sebenarnya ini telinga mau pecah rasanya, tapi aku takut ujan wak. Kalo sendirian bisa parah kali jadinya. Tapi gak separah si Aqueena sih. Aku masih standart lah.

Oh ya wak, jangan lupa kalian follow akun aku ya🤓

So happy reading wak.

-------------------

Tidak ada yang bisa ia lakukan selain meringkuk dan merapatkan diri pada tembok dingin di samping pintu, kedua tangan ia tekan kuat menutup kedua cuping telinga. Suara air hujan keras menghantam atap seng gudang, suara petir di atas sana juga tak pernah henti bersahut-sahutan.

Aqueena sesak tak tertahan, tubuhnya menggigil kedinginan. Bibirnya bergetar dengan gigi bergemeletuk keras.

Duaaaarr ....

"Aaarghh." Teriakan gadis itu nyaring terdengar, namun masih kalah oleh air hujan yang jatuh membasahi atap seng. Dia tidak yakin dapat bertahan lagi, kepalanya pening seiring kecemasan semakin menggerogoti.

"Ya Allah, Aqueena takut ... hiks," ucapnya lirih dan bergetar. Dadanya semakin sesak, bahkan debaran jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya. Tadi dia sempat ingin bersembunyi ke dalam lemari, tapi baru saja dirinya memaksakan untuk berjalan ke arah sana. Kilatan cahaya dari jendela berteralis besi di atas lemari membuat tubuhnya kontan kembali tersungkur.

Layaknya melihat monster berbahaya dan mematikan, Aqueena langsung saja berlari menjauh. Merapatkan tubuh pada dinding dingin, memeluk diri sendiri.

Air mata tak henti jatuh membasahi pipi, saat kembali kilatan-kilatan petir di luar sana terlihat.

"Tolong ..." ujarnya parau. Di ujung hati terdalam Aqueena mengharapkan ada seseorang yang akan menemukannya, walau nyatanya itu sangat mustahil. Mengingat bagaimana derasnya hujan mengguyur malam ini. Pasti orang-orang di pesantren sudah tertidur dengan bergelung selimut.

Tangannya terasa bergetar hebat saat Aqueena memaksa untuk menggedor pintu gudang. Sekali lagi, di bagian hati Aqueena yang terdalam. Dia mengharapkan ada seseorang yang menemuinya.

"Tolong ... Summer, hiks ... Nichole ..." suara Aqueena semakin parau. Sudah lama sejak terakhir dia mengalami gejala dahsyat seperti ini. Awalnya dia mengira jika dirinya sudah sembuh dari phobia menyebalkan ini, tapi nyatanya phobia itu masih menghantuinya. Dan masih sama menyakitkan.

Tangis Aqueena pecah, saat kenangan lamanya terjebak hujan di sekolah. Dia begitu ingat suara gemuruh bersahutan bahkan kilatan petir juga tampak beriringan keluar seolah ingin membelah langit.

Apa yang harus di lakukan anak yang bahkan berumur belum genap tujuh tahun saat mendapati tinggal dirinya seorang diri di ruang kelas. Tentu saja insting anak-anaknya akan mencari keberadaan orang tua yang pasti akan melindunginya.

Itu yang membuat Aqueena kecil saat itu segera berlari keluar kelas menuju pos satpam. Namun apa daya, di saat sepatu hitamnya sudah di basahi oleh genangan air. Bahkan bahu seragam putih nya basah akibat berlari dari lorong sekolah hingga sampai depan gerbang, tapi orang yang di harapkan tidak ada di sana.

Aqueena ingat, karena teramat takut waktu, dirinya saat itu langsung masuk ke dalam pos satpam. Duduk di pojok ruangan, tepat di bawah meja. Kondisinya sama seperti saat ini, dia yang dulu juga meringkuk dengan kaki merapat pada dada sedang dua tangan menekan telinga. Teramat takut akan suara menggelegar dari atas sana.

HIJRAH [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang