🌾HIJRAH BAGIAN LIMA PULUH SATU🌾🏹

12.7K 1.1K 29
                                    

Kondisi ruang keluarga mendadak hening. Tadi setelah Aryan mengatakan untuk memperkuat keamanan mansion dan Aqueena, Nichole dengan sigap menghubungi salah satu kenalannya yang bergerak di bidang keamanan untuk mengirimkan beberapa bodyguard tambahan ke mansion.

Dan untuk Aqueena, sore nanti mereka akan kembali ke pesantren setelah sebelumnya menghubungi Iqbal agar memastikan adik mereka itu tidak keluar dari lingkungan pesantren hari ini.

Summer menghela panjang, membuat deru nafasnya terdengar jelas di ruangan hening itu. Nichole dan Aryan menoleh bersamaan ke arah Summer, keduanya dapat melihat wajah kalut laki-laki itu.

Nichole memijit pelan pangkal hidungnya, tangan laki-laki itu terulur mengambil remote TV di atas meja kaca. "Kita gak tau kapan Damian melancarkan aksinya." Remote dalam genggaman ia putar-putar sesuai jalur jari.

"Kita memang gak bisa bersantai dan harus tetap waspada--" Sengaja Nichole menggantung ucapannya. Iris obsidiannya menatap layar LED yang masih menghitam.

"--tapi jangan terlalu tegang begini! Mari kita nonton saudara kita Summer, si kembar botak," sambungnya dengan nada ceria. Walau Nichole orang yang serius, tapi dia tak suka terlalu lama terkurung dalam situasi serius seperti ini juga.

Apalagi di telan keheningan begini, kalaupun dia lebih suka suasana senyap, tapi dia tak suka berada di dalamnya terlalu lama.

Summer terkekeh kecil mendengar penuturan adiknya satu ini, sedang Aryan masih betah dengan raut datarnya.

Tangan Nichole menekan tombol pada remote, menghidupkan layar LED di depan sana. Mata ketiganya spontan membola saat mendapati siaran apa yang di tampilkan layar LED besar itu.

"Sialan!" desis Summer dengan tangan terkepal kuat. "Damian bangsat, gue gak bakalan lepasin lo."

"What?" lirih Nichole masih tak menyangka. Matanya menatap lurus pada layar LED di depan sana.

"Innalillahi wa inna ilahi raji'un," sahut Aryan pelan. Ketiganya kontan saling tatap satu sama lain begitu teringat satu hal.

"Aqueena!" sorak ketiganya bersamaan.

------------------------

Bibir Aqueena menyunggingkan senyum lebar sedari tadi, android milik Umi Nazda masih ia genggam. Matanya menyorot lurus pada layar LED di depan sana, tapi fokusnya melayang jauh. Yang ada di otaknya sekarang adalah dirinya dapat bertemu dengan mommy dan daddy setelah enam bulan berpisah jarak.

"Huwaah, gue senang banget," serunya tertahan.

"Senang kenapa, Queen?" Sahutan Zahrana dari belakang tubuhnya membuat Aqueena kontan berbalik. Iris hijau gadis itu berbinar bahagia dengan senyum yang semakin lebar mengembang di wajah cantiknya. Tanpa sadar membuat Zahrana ikut menyunggingkan senyum.

"Mom and dad will be back today! they'll return to Jakarta!" jawabnya dengan seruan senang.

"Oh ya." Itu bukan reaksi Zahrana, melainkan Iqbal yang baru keluar dari dalam kamar. Laki-laki itu tanpa malu melingkarkan tangan pada pinggang Zahrana dengan dagu memangku di bahu kecil istrinya itu.

"Kamu senang dong, bisa ketemu mereka," sambung Iqbal. Aqueena baru saja ingin membalas perkataan Iqbal, namun urung saat bola matanya mendapati Iqbal yang tak sadar tempat mencium pipi Zahrana.

Merotasikan bola mata, Aqueena memilih berbalik. Capek juga jadi penonton drama di real life.

"Ya Allah Iqbal, gak bisa di kamar aja mesra-mesraannya." Suara Umi Nazda terdengar melengking di sana. Wajah wanita yang tak tertutupi cadar itu menatap dua sejoli dengan gemas.

HIJRAH [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang