🌾HIJRAH BAGIAN EMPAT PULUH TIGA🌾🏹

13.1K 1K 12
                                    

Kata orang setiap tahunnya hari selalu berjalan lebih cepat dari pada  biasanya, Aqueena merasakan itu. Untuk hari-hari sebelumnya, dia akan sangat senang jika hari cepat berlalu. Karena dia pasti akan lebih cepat untuk kembali bertemu dengan kedua orang tuanya---yang selama seminggu ini tidak pernah menghubunginya sekalipun. Apa mereka tidak rindu?

Sudahlah, Aqueena tidak lagi mengharapkan kedua orang tuanya menghubungi. Bukan karena Aqueena tidak sayang kepada mereka, juga bukan karena Aqueena melupakan mereka. Tapi Aqueena tahu, mungkin di sana orang tuanya sedang sibuk-sibuknya.

Seperti dirinya yang sibuk menimba ilmu di pesantren, maka orang tuanya tengah sibuk mencari nafkah untuk dirinya dan kedua kakaknya---walau realitanya, nafkah berupa uang tak pernah kurang.

Hampir satu semester Aqueena habiskan menimba ilmu dan belajar akan kehidupan di pesantren ini. Dua minggu kedepannya ujian akhir semester akan di langsungkan. Tapi Aqueena tak ada persiapan sedikitpun. Ya ... mau di SMA atau di pesantren sekalipun, Aqueena tetap saja malas belajar. Tapi keinginan hijrahnya besar. Baginya, keputusan mommy dan daddy menitipkannya di pesantren ini, semata karena mereka ingin Aqueena berubah menjadi lebih baik dengan perlahan-lahan mengikuti arus hidup teratur berdasarkan landasan agama.

Tapi tetap saja, keinginannya belajar masih nol persen. Baginya tak apa mendapat peringkat terakhir, di sekolah. Asal di dunia luar, dia tetap menjadi peringkat pertama.

Seperti kata Nichole, Aqueena punya cara tersendiri untuk menjalani hidupnya. Dan pastinya, Aqueena sudah punya plan besar untuk masa depannya nanti.

Kembali pada topik utama. Jika dulu Aqueena menyukai waktu berjalan semakin cepat, tapi untuk hari ini Aqueena malah membencinya. Rasanya baru kemarin dia mendapat hukuman 'tuk menjadi pengisi kultum, tapi kenapa sekarang sudah Jum'at saja. Waktu eksekusinya tinggal menghitung jam.

Sekarang saja sudah lewat waktu dzuhur, dan sebentar lagi masuk waktu ashar. Sementara Aqueena belum hafal teks kultum yang akan ia paparkan. Mendadak Aqueena jadi punya keinginan kabur lagi.

Menghela nafas sambil memijit pangkal hidung pelan. Aqueena menatap nanar kertas yang sudah lecek sana sini. Satu bait hadits tidak ada yang ia hapal, terus sekarang dia harus bawakan apa buat kultum nanti?

"Mau meninggal aja dah. Eh jangan ding, belum nikah," racau Aqueena komat-kamit. Baru saja Aqueena ingin menyilangkan kaki di atas kursi semen yang ia duduki, seseorang dari belakang mendorongnya hingga jatuh mengenaskan di tanah taman.

"Aishh," ringis Aqueena. Sepertinya tangan yang ia gunakan sebagai gerakan refleks menyelamatkan tubuh agar tak terbentur kuat dengan tanah terkilir. Kedua pergelangan tangan hingga bagian sikunya ngilu tak tertahan. Kurang ajar sekali orang yang sudah mendorongnya ini.

Mengalihkan pandangan pada si biang keladi. Aqueena spontan memutar iris hijaunya malas. Di sana, bersebrangan kursi semen itu berdiri Radwa yang menatapnya lurus. Sedang di koridor asrama berdiri Syakila dan Ambar sambil melipat tangan di depan dada. Tatapan keduanya seolah berkata 'mampus, sakit kan?'

Arghh ... andai tangannya tak sakit, mungkin Aqueena akan menghantam wajah songong tiga murid medusa itu.

"Mau kalian apa sih?" tanya Aqueena. Perlahan gadis itu bangkit berdiri, tangan kirinya mengusap pergelangan tangan kanan yang tampak membiru. Aqueena meringis sendiri melihatnya, baginya ini pertama kali dia melihat pergelangan tangan membiru dan sedikit membengkak juga.

Menghembuskan nafas, Aqueena menatap nyalang Radwa di depannya. "Lo itu sepupu gue, kita masih satu darah. Tapi perilaku lo gini amat sama gue." Aqueena masih berusaha tenang, walau hatinya ingin sekali menghantam wajah songong Radwa sekarang.

HIJRAH [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang