🌾HIJRAH BAGIAN TIGA PULUH🌾🏹

15.6K 1.2K 4
                                    

Dengan tangan kanan diletakkan tepat pada atas alis sebelah kanan, kepala si gadis menengadah. Iris hijau itu menyipit saat cahaya dari atas menusuk tepat ke retina.

Menghela nafas lelah, gadis itu berdecak kesal saat mendapati raut bahagia di wajah Ambar yang tengah mengawasi. Gadis itu yakin, mungkin otak Ambar sudah jingkrak-jingkrak kegirangan akibat berhasil menghukumnya.

Biasanya Ambar hanya memberi peringatan, pun kalau Ambar mengharuskan memberi gadis itu hukuman paling hanya sebuah hukuman ringan. Seperti saat si gadis dengan sengaja meninggalkan tugas bersih-bersih hari Jum'at. Waktu itu Ambar sangat ingin menghukum si gadis membersihkan aula perkumpulan bersama dengan para santriwan, biar malu dan jera pikirnya.

Tapi keberadaan Faza dan Zahrana membuat Ambar harus meringankan hukuman untuk si gadis, hingga menjadi tukang buang sampah saja. Ambar merasa hukuman itu terlalu ringan, tapi dia tak bisa melawan ketua divisi dan ketua umum.

Aih, andai Ambar tahu bagaimana kesalnya si gadis sewaktu mendapatkan hukuman itu.

"Ck, ekspresinya sangat menikmti sekali," decak si gadis, matanya masih senantiasa menatap bendera negara yang berkibar di hembus angin.

"Panas banget," keluhnya. Bagaimana tidak? Posisinya saat ini menantang matahari, mungkin kulit wajahnya sudah memerah sekarang.

"Panas ya Queen? Makanya jangan tidur waktu sholat!" Aqueena---si gadis---menatap Ambar tajam dengan pipi menggembung, telapak tangan kirinya mengepal kuat.

Hah ... andai tak ada Ustadzah Elmira dan Ustadz Rizky di sana, mungkin Aqueena sudah menghantam wajah menyebalkan Ambar.

"Lagian baru sekali juga gue ketiduran," gerutu Aqueena pelan.

Aqueena menyayangkan tidur terlalu larut semalam hanya karena membaca novel berjudul Khadijah : Ketika Rahasia Mim Tersingkap karangan Sibel Eraslan, milik Salwa. Akibat terlalu asik dia tak sadar waktu, hingga saat suara lantunan tilawatil Qur'an terdengar merdu dari arah masjid barulah Aqueena tersadar. Jika dia terlalu lama membaca, bahkan saat teman sekamarnya keluar saja dia tak tahu. Kalau kata Aisyah, mereka sudah mengajak Aqueena bicara tapi karena terlalu asik dengan bacaannya, Aqueena tak menggubris mereka.

Nah, karena itu juga saat kultum pagi. Aqueena malah tertidur dan sialnya mata tajam Ambar mendapati dirinya. So ... terjadilah sekarang, dia di jemur di tengah lapangan.

"Dua puluh menit lagi hukumannya selesai, Ambar," ucap Ustadzah Elmira. Dapat Aqueena lihat Ambar mengangguk, setelahnya Ustadzah Elmira juga Ustadz Rizky pergi menuju bagunan kelas.

"Aku tambah sepuluh menit lagi." Ambar tersenyum miring menatap Aqueena, kedua tangan ia silang di depan dada.

"Langit cerah ya?" tanya Ambar di buat-buat. Langkah gadis dalam balutan seragam pesantren itu mendekati Aqueena. "Disini kekuasaan bahkan kekayaan kamu gak ada apa-apanya. Jika salah tetap akan di hukum." Perkataan Ambar dijadikan Aqueena angin lalu.

Memilih tak acuh, Aqueena rasa bendera yang tengah berkibar di atas sana lebih menarik dari pada wajah menyebalkan Ambar. Aqueena takut saja dia kelepasan menoyor kepala Ambar.

Hening sejenak. Aqueena masih asik menjalankan hukuman, walau rasa perih di perut membuat keringat dingin mengucur jatuh dari pelipis dan membasahi jilbab putih Aqueena. Gadis itu tersadar, jika dia tidak ikut makan pagi karena harus mengumpulkan sampah. Hukuman dari Ustadzah Elmira.

"Haha," tawa Ambar tiba-tiba. Gadis itu menatap remeh Aqueena. "Putri Adams Corp di hukum? Kenapa gak suap aja pesantren biar kamu lepas dari hukuman."

Aqueena mengeryit, kentara sekali tak suka dengan apa yang di katakan Ambar. "Gue sebagai keponakan Kyai Akbar masih terlalu terhormat daripada lo---" Persetan dengan hukuman, Aqueena menurunkan tangan kanan yang sedari tadi memberi tanda hormat pada sang merah putih di atas sana.

HIJRAH [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang