🌾HIJRAH BAGIAN ENAM PULUH EMPAT🌾🏹

13.6K 1.2K 39
                                    

Semuanya berlalu begitu cepat. Bahkan Aqueena seolah tak merasakannya. Semua berjalan lancar hingga membuat dirinya terlena dan melupakan satu fakta, di setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan.

Duduk di atas kusen jendela, Aqueena menunduk. Menatap para santriwan dan santriwati kelas sebelas yang tampak sibuk. Memberikan dekorasi terbaik desain mereka untuk acara haflah esok hari.

Di sana, iris hijau Aqueena menatap lurus pada punggung seorang gadis. Tubuh gemuknya tak menjadi penghalang untuk bergerak lincah. Bahkan sepengamatan Aqueena, gadis itu yang dari tadi paling heboh ke sana ke mari. Tampak kesulitan, tapi tak pernah sekalipun melunturkan senyum di bibirnya.

"Besok itu hari kelulusan Mbak Aqueena, jadi Aisyah dan teman-teman bakalan berusaha sebaik mungkin buat acara besok," ujar gadis itu sebelum pergi meninggalkan Aqueena termenung di kamar asrama sendirian.

Menghela nafas pelan, Aqueena beranjak dari posisi duduk santainya di atas kusen. Bergerak pelan menuju lemari, membukanya lalu mengeluarkan sketchbook pemberian Faza dari balik lipatan baju.

Selama ini, setiap dia merasa rindu atau bahkan merasa gelisah. Dia mengikuti saran dari ketiga teman asramanya, dan Aqueena merasa melukis adalah alternatif terbaik untuk saat ini. Karena tidak mungkin bukan dia menuip peluit bersuara nyaring pemberian Salwa kalau lagi gelisah. Bisa-bisa orang asrama yang lain terganggu dengan suara itu.

Membuka lembar demi lembar kertas sketchbook, Aqueena berhenti saat sudah mendapatkan bagian kertas kosong. Pensil yang sudah teraut runcing ia genggam. Lalu perlahan, jemari-jemari lentiknya bergerak membentuk goresan abstark tak beraturan.

Ya. Selama ini Aqueena hanya akan membuat garis lurus, melengkung dan lainnya sebagai isi sketchbook itu. Dia tak pandai melukis, bahkan membuat lukisan gunung segitiga dengan petak sawah berisi padi berbentuk huruf 'Y' saja Aqueena bisa bingung setegah hidup.

Seburuk itu dia dalam hal melukis. Yah, paling tidak Aqueena masih bisa membuat garis lurus tanpa penggaris. Setidaknya, dia mempunyai kemampuan yang ... spesial?

Masih asik dengan kegiatan coret mencoret di kertas sketchbook, pintu asrama tiba-tiba terbuka. Terdengar seruan salam lembut keluar dari bibir Faza yang tadi membuka pintu.

Aqueena mendongak, dia tersenyum sedetik kemudian membalas salam Faza.

"Mbak Faza jadi pindah asrama hari ini?" tanya Aqueena sembari menutup sketchbook lalu menyimpannya di dalam lemari. "Asrama ini bakalan sunyi banget dong ya? Cuma Aisyah doang yang netap," sambung Aqueena. Gadis itu kini sudah melipat kedua kaki menjadi posisi bersila sembari berpangku dagu dengan telapak tangan.

"Selesai acara haflah, bakalan ada kok santriwati yang ngisi asrama ini. Aisyah gak bakalan sendirian kok."

Jawaban Faza membuat Aqueena mengangguk mengerti. Iris hijaunya bergerak, memperhatikan Faza yang tampak sibuk mengeluarkan pakaian yang di dominasi gamis berwarna gelap dari lemari. Menyimpannya satu persatu ke dalam koper sedang.

"Mbak sebenarnya udah lama jadi ustadzah 'kan ya? Kayak kak Zahrana. Tapi kenapa tinggal di asrama?"

Pertanyaan dari Aqueena membuat Faza menoleh sekilas sambil tersenyum lembut. Kemudian kembali sibuk mengemasi pakaian-pakaiannya.

"Mbak masih pengen ngerasain jadi santri Queen. Lagi pula, Mbak juga ambil kelas khusus setahun ini buat mendalami ilmu fiqih."

Aqueena manggut-manggut aja. Keduanya kembali diam di telan keheningan. Memang, asrama mereka akan hening jika Aisyah tak ada di dalamnya. Coba saja gadis bertubuh gemuk itu ada di sini, mungkin adu mulut yang tak berujung antara dia dan Aisyah bakalan membuat asrama gempar.

HIJRAH [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang