🌾HIJRAH BAGIAN DUA PULUH TUJUH🌾🏹

15K 1.1K 31
                                    

Seminggu berlalu. Semua tampak baik-baik saja? mungkin. Kegiatan di pondok pesantren Al-Ikhlas kembali seperti semula, acara pernikahan memang masih meninggalkan kesan bagi sebagian santri. Gus muda salah satu idola santriwati menikahi ustadzah yang juga seorang Ning begitu di idolakan oleh santriwan.

Walau sebagian patah hati, tapi mereka berharap hubungan keduanya akan lancar dan baik-baik saja. Langgeng sampai maut memisahkan. Yah ... semoga saja harapan mereka menjadi nyata.

Karena setelah seminggu berlalu pun, hubungan Iqbal dan Zahrana tidak memiliki kemajuan berarti. Setiap malam, Iqbal akan izin keluar untuk ke masjid. Alasan lelaki itu ingin mengerjakan sesuatu di sana, meninggalkan Zahrana terdiam sendirian di dalam kamar hingga berakhir tertidur sendirian. Paginya, di saat terbangun. Zahrana malah mendapati Iqbal sudah rapi dengan pakaian sholatnya.

Begitu saja terus-terusan.

Hingga pada satu malam lalu, Zahrana menyadari jika mereka belum pernah tidur satu ranjang. Status mereka yang sudah halal di mata hukum dan negara seolah tak berarti bagi Iqbal.

Malam ini Zahrana berencana tidak tidur semalaman, gadis itu---iya, sampai sekarang Zahrana masih gadis---menunggu kehadiran Iqbal masuk ke kamarnya. Baju koko berserta sarung ia letakkan di atas nakas, Zahrana ingin melayani suaminya itu.

Selama seminggu memiliki status sepasang suami istri, Zahrana belum pernah melakukan hal bahkan melayani Iqbal seperti istri-istri lainnya. Baik masalah sandang, pangan, bahkan kebutuhan seks---jangan harapkan itu jika kenyataannya mereka tidak pernah tidur satu ranjang.

Menghela nafas, Zahrana mengusap bahu. Jarum jam tepat menunjukkan pukul tiga pagi, dan selama itu Zahrana benar-benar menahan kantuknya. Sudah berulang kali Zahrana bolak balik kamar mandi sekedar membasuh muka agar lebih fresh, bahkan dua gelas kopi sudah ia tandaskan.

Jam berapa Iqbal akan kembali, Zahrana tidak tahu. Gadis dalam balutan pajamas doraemon juga jilbab instan berwarna hitam terduduk di sisi ranjang, kepalanya menunduk dalam. Rasa sakit yang sedari awal ia coba untuk tepis kembali menggerogoti relung hati. Kekhawatiran jika ternyata suaminya itu tidak menginginkan dirinya membuat Zahrana takut. Dia takut kehilangan Iqbal, dia takut suaminya itu akan melepasnya setelah ini.

"Jika memang aku gak kamu inginkan, aku mohon jangan lepaskan aku. Aku rela di madu, asal aku bisa berdekatan dengan kamu," ucap Zahrana melirih.

Suara decitan pintu yang terbuka mengalihkan atensi Zahrana dari lantai keramik menjadi menatap ke asal suara. Di sana Iqbal dengan kain sarung menutupi tubuh bagian atasnya berdiri menatap Zahrana lurus, tak ada binar apapun di mata itu. Hanya tatapan lurus dan datar.

"Kamu mau tidur, Gus? atau mau mandi? Biar Rana siapin ...."

"Kenapa tidak tidur?" Pertanyaan dengan nada datar keluar dari bibir Iqbal, memotong perkataan Zahrana.

"Rana nungguin, Gus Iqbal." Pandangan Zahrana semakin menunduk seiring suaranya bergema lirih. Iqbal mendengus kasar membuat Zahrana sedikit tersentak, dengan takut-takut gadis itu mengangkat kepala menatap pergerakan Iqbal berjalan menuju lemari di sisi kiri ranjang.

"Gus, bajunya udah Rana siapin di atas nakas." Zahrana dengan sigap mengambil baju yang ia letakkan tadi, lalu berjalan menghampiri Iqbal yang tampak masih sibuk di depan lemari. Tangan lelaki itu mengambil asal gamis jubah berwarna hitam dengan bahan satin.

"Gus, ini baju yang Rana siapin." Zahrana menjulurkan baju koko lengkap dengan sarung pada Iqbal. Lelaki itu hanya melirik baju itu sekilas lalu tanpa kata pergi meninggalkan Zahrana yang tertegun akan perilaku suaminya.

Dengan segera Zahrana berbalik. "Gus ini ...." ucapan Zahrana terhenti. Matanya menatap nanar pintu yang baru saja tertutup dari luar. Rasa sesak dan juga sakit menjalar merambati dada, matanya memanas. Zahrana yakin jika Iqbal tak menginginkannya, tapi kenapa Iqbal bersedia menikahinya?

HIJRAH [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang