Masalah Pertama

12.1K 895 107
                                    

10 Tahun lalu.

Kala itu, ada tiga anak kecil yang berumur kisaran 10 tahun, terdiri dari dua anak perempuan dan satu anak laki-laki. Mereka tak bermain layaknya teman sebaya mereka. Mereka bertiga hanya berdiri di depan kelas bercat merah putih, sembari menikmati permen kaki yang baru mereka beli tadi.

Sudut kanan, ada gadis kecil dengan mata belo dan wajah pucat bernama-Ataya Sea. Sudut kiri, gadis kecil kedua yang terlihat seperti bakpao matang, dia bernama-Sisi Herlambang. Terakhir, satu-satunya anak laki-laki bak daging panggang gosong, bernama-Jamaluddin.

Sejujurnya, kecil-kecil seperti ini, mereka juga banyak pikiran. Ataya, Sisi, Jamal, merasa mereka harus cepat-cepat dewasa. Sebab, kehidupan anak kecil itu tidak menyenangkan.

Dimulai dari gadis kecil bernama Ataya yang menghembuskan napas berat. "Kalian mau main apa?" tanyanya sambil menatap kedua temannya secara bergantian.

Terlihat dari respon mereka berdua, sepertinya mereka tak tertarik untuk bermain. Terlebih, anak laki-laki itu. Jamal memikirkan ketidak mungkinan dirinya bermain. Bagaimana bisa mereka bermain ayunan atau perosotan bersama?

"Main tembak-tembakan?" usul Jamal. Kebisuannya tadi, menandakan dia berpikir panjang untuk ini.

Ataya dan Sisi serempak menggeleng kuat. Main tembak-tembak dimainkan khususnya anak laki-laki. Tentu saja, dua anak perempuan tidak setuju atas usulan itu.

"Lebih baik, kita main perosotan!" elak kedua gadis kecil itu.

Jamal kembali berpikir keras. Tak ada yang salah dengan perosotan, anak laki-laki ataupun perempuan tetap bisa memainkannya. Namun satu hal, dibawah sini akan ada yang bermasalah-totonya akan terluka.

Membayangkannya saja sudah ngeri. "Nggak! Toto gue bisa sakit!" tolak Jamal keras. Jamaluddin memikirkan masa depannya, mereka masih kecil dan perjalan masih panjang.

"Cabut sebentar toto lo. Nanti selesai main, kita pasang lagi," usul Ataya. Gadis kecil itu tak berpikir dulu sebelum melontarkan kalimatnya.

"Lo kira bongkar pasang! cabut dulu, cabut dulu, mata lo!" Jamal memegang totonya yang terbungkus celana sekolah miliknya. Bayangkan saja, apa jadinya jika itu benar-benar mereka lakukan.

Akhirnya, mereka tetap tak jadi bermain. Apa yang Jalan usulkan, tidak akan diterima oleh Ataya dan Sisi, begitupun sebaliknya. Mereka bertiga, bukan sembarang bocil, mereka ini penerus bangsa yang absurd bukan main kedepannya.

Beberapa bulan kemudian. Setelah perdebatan kecil mengenai permainan yang harus mereka mainkan, mereka akhirnya berpisah. Tamat sekolah menjadi alasan utama perpisahan mereka. Selain itu, Ataya, Sisi dan Jamal, harus kembali ke kampung halaman masing-masing. Ataya, kembali ke Makassar, Sisi kembali ke Korea dan Jamal kembali ke Australia.

Perpisahan itu benar-benar memutus hubungan mereka, tak pernah bertemu ataupun berkomunikasi.

Sekarang, tak ada yang tau hidup mereka seperti apa dan bagaimana. Yang pasti, satu gadis kecil yang kini tumbuh dewasa menjadi gadis kuat dan mandiri.

Masih ingat gadis bermata belo? Ataya Sea. Dia hidup dalam kukungan yang pedih. Beberapa tahun setelah dia menginjak umur 15 Tahun, orang tua Ataya meninggal dunia. Dia menjadi anak yatim piatu season selanjutnya.

Namun, Ataya tumbuh menjadi gadis kuat yang berjiwa besar, bertanggung jawab dan menjunjung tinggi kebenaran. Seperti karakter dalam serial kartun Boboiboy bernama Papa Zola.

Satu hal, Ataya menyesali dirinya tak secantik ibunya dulu. Minus, sangat minus.

•••

GEMBEL KAMPUS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang