Semuanya hanya bualan belaka. Dosen rese itu mengatakan akan menghukum mereka semua, namun nyatanya hanya orang yang dia targetkan jadi sasarannya. Ataya, Jamaluddin dan Sisi seketika flashback masa SD mereka—dihukum bersama.
"Mana ada anak kuliah dihukum ngebersihin ruangan dosen!" dumel Jamaluddin sambil menyusun beberapa buku dari atas meja.
"Berasa kembali ke jaman SD," tambah Sisi. Dia juga menyusun beberapa dokumen-dokumen di rak.
Berbeda dengan Ataya. Otaknya memang kadang gesrek, jika di luar dari mata pelajaran. Lihatlah, betapa santainya dia mengepel lantai dengan kaos yang ditemukan dalam ruangan itu.
"Santai. Anggap kita lagi berbuat amal." Gadis itu mengepel menggunakan tangannya. Kaos yang awalnya berwarna putih, kini berubah menjadi keabu-abuan.
Melihat ada yang aneh. Seketika Jamaluddin dan Sisi, menghentikan aktivitas mereka. Mereka berdua menatap Ataya dengan wajah melongo.
"Kaos siapa tuh?" tanya Sisi. Dia menunjuk kaos putih yang digunakan Ataya untuk mengepel lantai.
Ataya mengangkat kaos itu. "Kagak tau. Gue nemu disitu, atas sofa," jawabnya masa bodoh.
"Kenapa nggak pakai kain pel?" tanya Sisi lagi.
"Gue malas cari. Kita kan, harus memanfaatkan barang-barang disekitar kita." Tapi tidak memakai kaos putih sebagai kain pel juga.
"Mau dibilang bego, kagak juga. Mungkin, karena mata lo rabun kali. Lo nggak lihat dibelakang pintu?!" Dengan gemas Jamaluddin menunjuk pelatih lantai dibalik pintu ruangan ini.
"Oh, ada disitu," ucap Ataya pelan. Mana Ataya lihat. Dia kan lagi malas nyari. Lagi pula, Ataya tak suka bermain petak umpet.
Dengan kemalasannya yang super duper menguji iman, Ataya memilih menjadi suster ngesot untuk mengambil kain pel dari belakang pintu.
Ataya berkacak pinggang. "Baru muncul lu tong! Padahal, tugas gue udah selesai." Semua barang-barang diruangan ini, sudah tersusun rapi dengan keadaan glowing.
"Pulang yuk," ajak Ataya.
"Palingan semua orang udah pulang." Ataya melirik jam tangannya dan kedua temannya secara bergantian. Pukul 17:45, pantas muka teman-temannya lecek banget kaya kanebok kering.
Saat sedang bersiap-siap untuk pulang. Tiba-tiba, seseorang masuk ke dalam tanpa permisi. Siapa lagi, jika bukan orang yang menghukum mereka—Valiant Si Dosen rese.
Valiant meneliti keadaan sekitar. Yah, ruangannya terlihat lebih baik dari sebelumnya. Walau, keberadaan tiga anak monyet ini menganggu pandangannya.
"Bagus kalian boleh pulan—sebentar?!" Kalimat Valiant seketika tertahan. Sekujur tubuhnya memanas, darahnya mendidih saat melihat kaos kesayangannya tergeletak tak berdaya.
Valiant berlari secepat kilat, memastikan bahwa yang berwarna abu-abu itu, kaos kesayangannya atau bukan.
Tangan Dosen rese itu bergetar hebat. "Siapa yang berani mengotori kaos kesayangan saya?!" Tatapannya tajam menghunus bak pedang ke arah mereka bertiga.
Mereka tidak mengelak. Jamaluddin dan Sisi menunjuk Ataya dan Ataya menunjuk dirinya sendiri. Valiant, pria tampan itu mengusap dadanya. Berharap Tuhan memberikannya kesabaran lebih untuk menghadapi orang seperti Ataya.
Diluar dugaan, Valiant tersenyum manis. "Kalian berdua, silahkan pulang lebih dulu. Dan anak kuda Nil ini, biarkan dia tinggal sebentar." Pandangan Valiant menajam kearah Ataya.
Jamaluddin dan Sisi menurut saja tanpa berniat membantah. Meninggalkan Ataya yang tak sadar, bahwa hidupnya dalam bahaya.
Ketika dua orang itu meninggalkan ruangan Valiant. Hingga menyisakan Dosen rese dan Ataya saja. Wajah Valiant seketika memerah, jika telinga dan hidungnya dapat mengeluarkan asap, mungkin itu terjadi sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMBEL KAMPUS (END)
Roman d'amourHanya kisah absurd dari anak yatim piatu angkatan 2015, yang selalu terkena kesialan dalam hidupnya. ®Dont Copy My Story'