Lala dan Bobo yang liar

5K 654 60
                                    

Minggu ini, kesialan benar-benar hanya berpihak pada Ataya, hingga keberuntungan enggan untuk mendekat. Perkelahiannya dengan Dosen rese itu kemarin, membuat reputasi cafe sedikit bermasalah. Orang-orang beranggapan bahwa pelayan di cafe itu kurang tata krama.

Namun, hari ini Ataya mencoba peruntungannya. Dia tak ingin mengulang kesalahan yang sama saat pertama kali menginjakkan kaki di Kampus.

Ayam bahkan belum berkokok. Sang Ina masih malu-malu menampakkan cahayanya. Seperti biasa, subuh-subuh Ataya sudah beraktivitas. Membersihkan kost, menyiapkan pakaian, dan memasak sarapan. Semuanya telah beres dia lakukan.

Cermin besar di kamar minimalisnya, memantulkan sosok Ataya yang biasa saja. Kulitnya lumayan bagus, tidak putih dan tidak gosong. Sederhana, namun tak cukup untuk memenuhi porsi dari kata cantik. Ataya menepis semua rasa iri hatinya. Dia sudah sangat bersyukur bisa diberi umur panjang.

"Masa bodoh dengan insecure. Gue harus banyak bersyukur!" semangat gadis itu.

Ataya menata rambutnya rapi, memakai minyak rambut kemiri dan menjepit poninya dengan jepitan serba seribu. Tak lupa, dia menyemprot pengharum ruangan pada baju yang dikenakan. Kebetulan, parfumnya baru saja habis.

Setelah semua beres. Ataya yang benar-benar matang sebelum meninggalkan kost, siap untuk menempuh perjalanan panjang lagi. Berjalan kaki seperti biasa, betis kudanya siap menggertak semua pejalan kaki.

Cuaca hari ini sangat cerah. Awan putih menghiasi langit biru muda yang sangat menenangkan hati. Ataya memulai perjalanannya menuju kampus dengan ceria. Namun, setengah perjalanan seseorang langsung mengubah suasana hatinya.

Tin! tin! tin!

Gadis itu naik pitam hingga wajahnya memerah padam. Ataya berjalan dipinggir, sesuai dengan prosedur pejalan kaki yang benar. Lalu, mengapa pengemudi itu masih menyuruhnya minggir?!

Mata Ataya memincing tak suka saat mobil itu berhenti di sampingnya. Siapa gerangan pengemudi yang dermawan ini?

Kaca mobil hitam itu perlahan terbuka. Satu sosok yang Ataya baru temui kemarin setelah beberapa tahun tak pernah bertemu.

"Jamal?!" kaget Ataya. Padahal, Ataya sudah mengumpat kasar tadi.

Jamaluddin menyengir lebar. "Ya! Ayo bareng," ajaknya berbaik hati. Syukurlah masih ada yang mengasihani anak yatim piatu.

Tanpa ba-bi-bu Ataya masuk ke dalam mobil duduk di jok samping pengemudi. Rejeki dalam bentuk apapun, tak boleh ditolak, nanti rejekinya ngambek kalau ditolak.

"Tadi, gue mau jemput lo di kost," jelas Jamaluddin. Mobil mulai melaju sedang di jalan raya.

Ataya menatap tak percaya . Sepeduli itu Jamaluddin padanya. Ataya sungguh terharu, hingga ingusnya ingin menetes.

"Terharu gue." Gadis itu mengusap kedua pipinya seolah-olah dibasahi oleh air mata.

"Btw, lo kaya sekarang," kata Ataya ikut senang.

Pertama kali bertemu Jamaluddin, Ataya benar-benar pangling. Wajah, postur tubuh dan penampilan, super duper berubah. Mungkin efek lama di luar negeri.

"Mau tipsnya?" tawar Jamaluddin.

Dengan polosnya Ataya mengangguk.

"Gue melihara tuyul, babi ngepet dan jenglot. Lo tinggal milih," canda Jamaluddin diselingi tawa kecil.

"Buset, banyak amat. Lo yang nyusuin?" Ataya membalas candaan Jamaluddin.

"Kagak lah!" bantah Jamaluddin. "Lo kata gue murahan," sambungnya.

GEMBEL KAMPUS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang