Ataya mengusap kepala Valiant yang berada di pangkuannya. Gadis itu terlihat biasa saja. Sedangkan Valiant tidak baik-baik saja. Mata sembab, hidung berair, bahkan suhu tubuhnya meningkat.
"Jangan nangis terus. Bisa-bisa kamu yang jadi pasien," canda Ataya.
"Kok kamu santai banget sih!" marah Valiant. Mengetahui kenyataan, membuat Valiant semakin takut kehilangan Ataya.
"Mati itu cuman sekali. Makanya, aku harus coba. Kan kesempatan kedua nggak datang dua kali."
"Tidak begitu, Ataya!" geram Valiant sambil mencubit kecil paha gadis itu.
"Hidup juga sekali. Memangnya, kamu tega lihat saya menduda padahal belum nikah?!" tanya Valiant.
Ataya terkekeh geli. Yang sakit siapa? Yang shock berlebihan siapa?
"Kan bisa nikah, cari pengganti aku," jawab Ataya santai.
Valiant berdecak. Pria itu beringsut bangun dan mendudukkan dirinya di depan Ataya. Wajahnya mengembang saking kesalnya.
"Sampai kapanpun, tidak akan ada yang bisa gantiin kamu!" tegas Valiant.
"Gadis absurd yang selalu buat hidup saya tidak tenang. Saya terbiasa dengan tingkah laku kamu. Tidak perlu gadis normal, gadis aneh seperti kamu— lebih dari cukup," ucap Valiant sangat tulus.
Ataya mencibir jelas. "Dih, gombalannya udah ngalahin gombalan Vicky Prasetyo." Gadis itu memukul pelan lengan Valiant.
Semua candaan yang keluar dari mulut Ataya, hanyalah hiburan semata. Sejak mengidap penyakit ini, Ataya sudah ikhlas. Bahkan, dia selalu menunggu kapan hari itu datang. Menatap Valiant yang tulus padanya. Merasa masih ada harapan kecil untuk hidup. Walau sebenarnya, Ataya merindukan kedua orang tuanya.
"Valiant," panggil Ataya. Yah, serius kali ini. Tak ada embel-embel Bapak lagi.
"Kalau aku mati nanti, kamu jangan jual tanah dibelakang kost aku ya?" pinta Ataya.
"Ck! Jangan ngomong sembarangan! Kamu bakal sembuh. Saya akan memanggil dokter terbaik dari semua belahan dunia ini!" yakin Valiant.
"Btw, Kenapa kamu nggak mau jual tanahnya?" Valiant pikir, tanah itu peninggalan orang tua Ataya atau tanah yang Ataya beli dari hasil keringatnya sendiri.
Ataya menggeleng pelan. "Soalnya bukan punya saya, hahaha..."
Sangat jelas. Ataya masih berusaha menghibur Valiant. Tapi, itu semakin membuat Valiant merasa sedih. Selama ini, Ataya banyak menyembunyikan kesedihannya.
Sigap Valiant menarik Ataya ke dalam dekapannya. Pria itu menangis kembali, setelah terdiam sebentar.
"Saya berjanji untuk membahagiakan kamu."
"Jangan tinggalin saya, Ataya."
"Saya cinta sama kamu."
"Kamu cinta sama saya?"
Banyak kalimat yang Valiant bisikkan dalam pelukan itu. Dia memberi pertanyaan yang belum pernah Ataya jawab.
Ataya membalas pelukan Valiant. "Aku juga cinta sama kamu—Valiant Garrel Herlambang," balasnya.
Hari itu, Valiant dan Ataya menghabiskan waktu bersama. Pria bernama Valiant yang selalu setia menemani kekasihnya. Yah, kesetiaan itu masih ada.
•••
S
emuanya berlalu begitu cepat. Ataya tetap menjalani pengobatan rutin di luar negeri. Ditemani Valiant dan dua sahabat baiknya, Jamaluddin dan Sisi. Ataya yang melewati kemoterapi membuat rambutnya menjadi semakin jelek saja. Gadis itu merasa sedih melihat keadaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMBEL KAMPUS (END)
RomanceHanya kisah absurd dari anak yatim piatu angkatan 2015, yang selalu terkena kesialan dalam hidupnya. ®Dont Copy My Story'