Sepanjang perjalanan, Ataya tak mencari letak kesalahan Valiant. Gadis itu benar-benar terlihat seperti wanita yang mengandung.
"Jangan ngebut!"
"Pelan banget!"
"Aku lapar!"
"Nasi gorengnya jatuh!"
"Dan sekarang aku lapar lagi!"
Valiant menelan salivanya. Setiap Ataya mengeluarkan kalimat, kepalanya terasa akan pecah. Valiant sedang fokus pada jalan di depan.
"Kita singgah makan lagi!"
"Mau makan!"
"Valiant, aku lapar lagi!"
Ataya terus saja mengeluarkan kalimat-kalimat absurd menyangkut perutnya.
Cittt!
Valiant hilang kendali dan hampir menabrak gerobak somay yang hendak menyebrang. Pria itu memijat pelipisnya. Memarkir mobil dipinggir jalan yang terlihat sepi.
"Ataya!" tegur Valiant.
Seolah-olah tak peduli, Ataya menutup telinganya dengan kedua tangan. Gadis itu bersenandung kecil, menghindari amukan Valiant.
Karena tidak mendapat respon yang baik, Valiant menarik kedua tangan Ataya, mengunci dengan satu tangannya di paha gadis itu.
"Kamu kenapa, hah?!" tanya Valiant kesal.
Ataya menatap bingung. Moodnya kurang baik sekarang. Itu tandanya, masa datang bulannya akan datang.
"Nggak kenapa-napa," jawab Ataya cuek.
"Kita hampir kecelakaan, Ataya!" bentak Valiant dengan nada tinggi. Tangan Ataya yang ditahan pun, mulai memerah akibat cengkramannya terlalu kuat.
Ataya menepis tangan Valiant. Berbalik membelakangi pria itu tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Ataya hanya menatap keluar jendela mobil.
"Ataya?" Menyadari kesalahannya, kini Valiant memanggil dengan lembut.
"Apa?" Ataya tetap menjawab. Namun, membelakangi pria itu.
"Balik sini," pinta Valiant. Dan ditolak dengan gelengan pelan Ataya.
Beginilah, Valiant harus ekstra sabar. Sekarang kesabarannya diuji dengan kehadiran Ataya yang super duper berbeda dari gadis-gadis lain diluar sana. Valiant menghembuskan napas berat. Dia keluar dari mobil dan mengitari mobil itu untuk membuka pintu mobil tempat Ataya duduk.
"Ataya." Valiant membungkuk, memasukkan setengah badannya ke dalam, lalu memeluk Ataya erat.
"Jangan marah-marah lagi. Ngomong yang jelas, kamu mau apa." Tangan kekar Valiant mengusap lembut punggung gadis itu.
Ataya tak diam. Dia juga membalas pelukan Valiant, air matanya jatuh begitu saja tanpa dia sadari.
"Mappp..." ucap Ataya kurang jelas. Dia menyembunyikan wajahnya di leher pria itu, terus terisak pelan.
"Apa?" Pendengar Valiant kurang jelas.
"Maaf!" Tangisan Ataya pecah dan semakin menjadi-jadi.
Valiant tersenyum lebar. Semakin mengeratkan pelukannya. Mengapa gadis absurd-nya tiba-tiba cengeng seperti ini?
"Pelukannya udah, ya? Kita mau lanjut pergi makan," kata Valiant dalam bentuk bujukan.
Ataya mengangguk pelan. Walau sepenuhnya belum berniat melepas pelukan Valiant.
Valiant terkekeh pelan dan menggoda Ataya. "Yakin?" tanyanya.
Buru-buru Ataya menarik Valiant lagi ke dalam pelukannya sambil menggeleng. "Masih mau," lirihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMBEL KAMPUS (END)
RomanceHanya kisah absurd dari anak yatim piatu angkatan 2015, yang selalu terkena kesialan dalam hidupnya. ®Dont Copy My Story'