Ataya masih berada di dalam ruangan Valiant. Menunggu pria itu selesai dengan urusannya. Entah dari mana pemikiran Ataya datang, bahwa dia tidak boleh pergi dulu.
"Ataya," panggil Valiant membuat Ataya membuyarkan lamunannya.
Setelah Ataya berbalik, dia mendapati Valiant yang berdiri dari duduknya dan bersiap-siap pergi ke suatu tempat.
"Mau ikut sama saya?" tanyanya.
"Kemana?" tanya Ataya balik.
"Belanja."
Satu kata, membuat kaki Ataya melayang sendiri. Ataya sigap berdiri, mengambil tasnya dan menghampiri Valiant dengan semangat 45.
"Waduh, pantas kata batin saya emang nggak pernah salah," ucap Ataya bergurau.
"Emang, apa kata batin kamu?" Valiant tersenyum melihat respon Ataya.
"Katanya nggak boleh pergi dulu, sebelum Pak Valiant yang ngajak," jelas Ataya bersemangat.
Valiant takjub, ada saja hal unik dari Ataya. Sebenarnya, Valiant harus sedikit hati-hati, Ataya terlalu mudah menebak apa yang akan Valiant lakukan.
"Ikutin terus kata batin kamu, soalnya itu suka bener," canda Valiant mengacak-ngacak pelan rambut Ataya.
"Coba cium tangan Pak Valiant," pinta Ataya dan Valiant melakukannya tanpa rasa curiga.
"Bau nggak?" tanya Ataya kemudian, namun Valiant menggeleng sebagai jawaban.
"Kirain bau, soalnya Ataya belum keramas selama seminggu," jujur Ataya.
"Kamu kalau nggak mandi sekalipun tetap wangi, kok," gombal Valiant.
Ah, Valiant mampu membuat hati batu Ataya berdebar-debar kencang.
"Jantung saya bunyi kaya gini, Pak. Pak- cepak-cepak-jederrr," kata Ataya memegangi daerah dadanya.
Valiant membalik dirinya menjadi menghadap Ataya. "Coba saya denger." Pria itu berani mendekatkan kepalanya ke dada Ataya, tetapi belum juga menempel satu tamparan melayang di kepala Valiant.
Plak!
"Mampus! Kebanyak modus ah," kesal Ataya mendorong-dorong kepala Valiant hingga menjauh.
"Saya nggak ada niatan lagi selain denger," elak Valiant membela diri.
Ataya menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil kemudian merengek. "Udah, ah! Kita pergi belanja sekarang, uangnya mungkin udah capek di dalam dompet," rengeknya.
"Uang saya dalam Atm." Kalimat yang membungkam mulut cerewet Ataya seketika.
Mereka berdua keluar dari ruangan pribadi Valiant. Sampai di depan lift, Ataya terdiam mematung menatap pintu besi di depannya.
"Ayo masuk," ajak Valiant yang lebih dulu masuk setelah menekan tombol.
"Ataya takut," adu Ataya.
Valiant menepuk jidatnya. Bisa-bisanya modelan Ataya takut sama lift, giliran hewan liar aja di rawat seperti anak sendiri.
"Sini, pengang tangan saya." Valiant menuntun Ataya masuk, tangan mereka saling bergengaman kuat.
"Jangan lepas," pinta Ataya.
"Nggak akan saya lepas walaupun kamu minta." Memang Valiant mengatakan kalimat penuh makna, namun matanya malah menatap lurus ke depan dan tanpa ekspresi sama sekali.
Valiant dan Ataya melewati kembali ruang resepsionis. Sekarang cukup sepi, sebagian karyawan pulang dan sebagainya lagi tinggal. Kemungkinan mereka ada yang lembur.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMBEL KAMPUS (END)
RomanceHanya kisah absurd dari anak yatim piatu angkatan 2015, yang selalu terkena kesialan dalam hidupnya. ®Dont Copy My Story'