Mendekati

4.4K 574 18
                                    

"WOY TUA BANGKA!" pekik Ataya memaki.

Mereka semua terkaget hingga melanggar peraturan yang Valiant buat. Semua tatapan, kini tertuju pada gadis itu. Ataya benar-benar murka.

Berbeda dengan Valiant. Dosen rese itu kembali menegakkan tubuhnya. "Ada yang ingin kamu tanyakan mahasiswi, Ataya Sea?" tanyanya santai.

Dari mata. Ataya tak bisa menyembunyikan kemarahannya. Tangan gadis itu terkepal kuat dan kapan saja bisa melayang ke wajah tampan nan tengil Valiant.

Ataya tetap tersenyum penuh kepalsuan."T-tidak, Pak," jawabnya tertahan.

Valiant mengangguk seolah-olah mengerti. "Oh, baiklah," katanya.

"Jika ada yang ingin kamu sampaikan, silahkan ke ruangan saya," lanjutnya. Kemudian, Dosen rese itu meninggalkan tempat Ataya, membuat Ataya dapat bernapas lega.

Sisi melihat bahkan mendengar apa yang mereka bicarakan. Hanya saja, dia terlalu takut ikut campur tadi.

"Gila! Pelet modelan apa yang lo pakai?" bisik Sisi.

"Modelan, siang makan nasi kalau malam minum susu," jawab Ataya asal.

"Nanti ajarin gue," balas Sisi. Gadis itu malah percaya dengan apa yang Ataya katakan.

"Lala dan Bobo lebih jago menjerat." Ataya tiba-tiba memikirkan tokek peliharaannya di rumah. Semenjak hari itu, Lala dan Bobo tak pernah ikut bersama Ataya lagi.

"Besok kenalin gue sama Lala dan Bobo, ya?" Lihatlah, betapa bodohnya Sisi. Dia tak tau jika Lala dan Bobo, mampu membuat Dosen rese itu pingsan.

Selama mata pelajaran Valiant dimulai. Ataya tak berhentinya menguap. Dia memang tidak ditakdirkan berada di dalam kelas Dosen rese itu. Sekitar dua Jam lamanya, Valiant mengambil waktu mereka.

•••

Mereka bertiga baru saja menyelesaikan jam berapa mengajar kelas Valiant. Kini, tiga bersahabat itu, menghabiskan waktu makan siang mereka di kantin Fakultas.

"Lo beruntung dapat cowok modelan Pak Valiant." Jamaluddin yang sibuk mengunyah sandwichnya, ikut menyahuti percakapan kedua gadis di depannya.

Dari tadi, tak henti-hentinya mereka membahas Dosen rese itu. Lebih tepatnya, Sisi yang paling antusias dan Ataya hanya menjawab seadanya saja.

"Bener tuh! Gue dukung pepet terus jangan kasih kendor!" semangat Sisi. Dia bahkan memukul-mukul meja kantin.

"Diam bego!" bentak Ataya. Gadis absurd itu menatap kedua temannya penuh harapan dan bekas kasih.

"Kayanya, tuh Dosen mau balas dendam sama gue," katanya. Ataya tentu saja tidak bisa berpikir positif setelah apa yang dia lewati belakangan ini.

"Kaya gini. Nanti, kalau gue udah jatuh cinta, dia bakal ninggalin gue pas lagi sayang-sayangnya. Mungkin, harapan dia, gue nangis darah, minta dipacarin-"

"Saya tidak bermaksud seperti itu."

"Emang yang nanya lu siap-" Kalimat protes Ataya terhenti.

Dia menelan salivanya kasar. Suara Valiant sangat jelas di telinga Ataya. Seketika jantungnya berdetak tak karuan.

Oh, ternyata ini yang membuat Jamaluddin dan Sisi terdiam kaku. Ataya pikir, dua curut itu serius mendengarkan perkataannya.

Ataya berlalik perlahan kesebelah kanan, dimana Valiant berada. Dosen rese itu tengah membungkuk, mensejajarkan tubuhnya dan tubuh Ataya yang terduduk.

"Eh-Pak. Tumben ke kantin. Nggak makan di cafe atau ruangan sendiri?" tanya Ataya gelagapan.

Ini yang perlu mereka pertanyakan. Semua yang berada di kantin juga ikut kaget melihat kehadiran Valiant—dosen mereka yang paling pembersih.

GEMBEL KAMPUS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang