Rumah Sakit

3.7K 558 18
                                    

Diluar dugaan, saat Ataya mengunjungi Dosen Rese itu di rumah sakit, Valiant sama sekali tidak marah.

Ruangan serba putih dengan aroma menyengat khas rumah sakit—obat-obatan. Valiant benci hewan melata itu, dia merasa akan mati saat berdekatan dengan tokek dan sejenisnya. Maka dari itu, disini dia sekarang.

Tetapi, berbeda kali ini. Valiant merasa bahagia masuk rumah sakit.

"Maaf, Pak. Habisnya bapak nyebelin."

Mungkin, maaf ini sudah tidak berguna lagi, karena Ataya pernah mengatakan ini sebelumnya.

"Saya nyebelin tapi ngangenin," canda Valiant. Masih sempat pria itu bercanda setalah apa yang terjadi.

"Bapak nggak marah sama saya?"

"Marah, saya lagi ngambek sama kamu.."

"Tapi.. Ada tapinya nih," lanjut Valiant yang terdengar semakin menyebalkan.

"Tapi apa, Pak?" Kalau saja Valiant tidak sakit, Ataya sudah membalik ranjang pasien yang digunakan Valiant sekarang.

"Kamu datang nemenin saya, jadi saya batalin marahnya," jawab Valiant santai dengan cengir kudanya.

Ataya sontak menganga lebar. Tengkuknya terasa dingin, bulu kuduknya berdiri semua. Valiant benar-benar ketempelan setan centil.

"Saya cuman mau jenguk bapak sebentar. Kalau udah, saya pulang," kata Ataya terus terang.

Ah, Valiant kecewa. Dia belum menikah, Ibu dan Ayahnya berpisah dan sekarang dia hidup sebatang kara bagai anak yatim piatu.

"Nanti yang jaga saya siapa?" Valiant bertanya dengan nada merajuk seperti anak kecil.

Ataya meneguk salivanya susah payah. Valiant mode manja atau mode anak kecil, soalnya Valiant sangat menggemaskan plus menyebalkan.

"Keluarga, Bapak lah!"

Tanpa memperdulikan pandangan Valiant, Ataya buru-buru mengemasi barang-barangnya bersiap untuk pulang.

"Kamu harus tanggung jawab. Saya masuk rumah sakit karena kamu!" tegas Valiant.

Gerakan Ataya seketika terhenti. Iya, dia yang membuat Valiant sampai masuk ke dalam rumah sakit. Bahkan tiga kali dia membuat Dosennya itu pingsan di tempat.

"Saya harus kerja, Pak!" Kalau tidak kerja mau makan apa Ataya nanti.

"Tapi, saya nggak ada yang jaga."

"Ada perawat."

"Mereka nggak selalu ada saat saya butuh. Nanti kalau saya mau pipis, gimana?"

Ataya menghembuskan napas berat. Valiant mencari cela kelemahan Ataya. Kasihan juga sebenarnya, tapi Ataya tidak bisa berbuat apa-apa.

"Pipis ajah. Pak Valiant 'kan nggak lumpuh!" gemas Ataya sampai kedua tangannya terkepal di kedua sisi tubuhnya.

"Tapi, saya lemes!"

"Oke! Saya beliin popok bentar!"

Gantian Valiant yang gemas. Tidak memperdulikan infus di tangannya, Valiant beringsut bangun dan duduk di atas ranjang pasien. Menatap Valiant tajam setajam silet.

"Nggak mau! Saya mau ditemenin!" bentak Valiant menjadi-jadi. Kakinya di hentak-hentakkan di sisi ranjang, sebelah tangan yang tidak di infus digunakan untuk memukul-mukul ranjang.

Brak! Brak!

Kepala Ataya pening. Valiant ini umurnya berapa? Kenapa jadi kaya anak bayi. Mana perawat mengintip di jendela kaca untuk memastikan ada apa dengan pasien mereka.

GEMBEL KAMPUS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang