Forever Love

2.3K 374 30
                                    

"Ini alasan gue mengindari setiap kali Pak Valiant ngebahas soal pernikahan." Ataya menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dia menangis lirih dalam pelukan Sisi.

"Lo harus jujur. Pak Valiant bakal lebih sakit nanti." Sisi ikut menangis. Tangannya mengusap teratur punggung Ataya.

"Tapi, gue nggak tau—gue mungkin, bakal nyusul orang tua gue." Hati Ataya lebih sakit. Meninggalkan semuanya, meninggalkan orang yang dia cintai.

"Jangan ngomong gitu!" bentak Sisi marah.

"Yakin kalau lo bakal sembuh!" Mereka menangis tersedu, saling berpelukan dan menguatkan satu sama lain.

Brak!

"Mampus, woy! Mampus!" Jamaluddin datang tiba-tiba, membuat kedua gadis itu tersentak kaget.

Sisi melempar tatapan tajam. "Gue mampusin lo sekalian!" marahnya.

Jamaluddin tak sempat takut pada teman berstatus pacarnya sekarang. "Nggak bisa. Pak Valiant lagi ngamuk di bawah!" paniknya.

"Apa?!" teriak Ataya dan Sisi serentak.

Jamaluddin menjelaskan soal Pak Valiant yang menelponnya. Dan, dengan bodohnya Jamaluddin membeberkan informasi yang seharusnya mereka tutup rapat.

"Bego! Gue udah bilang tadi, jangan ngomong apa-apa ke Pak Valiant!" Sisi mengusap wajahnya kasar. Kalau begini, urusannya semakin panjang.

Ataya berpikir keras mencari alasan yang tepat. "Nanti, jangan ada yang ngomong tentang penyakit gue. Jamaluddin, tolong cari dokter yang periksa gue tadi—"

"Kamu mau berbohong tentang apa lagi, Ataya?"

Deg!

Itu Valiant. Suaranya bergetar hebat saat bertanya tadi. Pria itu sepertinya sudah mengetahui semuanya.

Langkah Valiant memasuki ruangan pasien Ataya terasa sangat berat. Kakinya lemas, dia tak sanggup menggapai ranjang gadis itu. Sedikit lagi, hanya setengah meter menyentuh ranjang Ataya dan—

Brak!

"Ataya..." Valiant jatuh berlutut dilantai, setengah badannya telah memeluk kaki Ataya dengan kuat. Tubuh pria itu bergetar hebat. Menangis tersedu, meluapkan semua yang dia rasakan.

"Kenapa kamu lakuin ini sama saya?" tanya Valiant. Wajahnya ia tenggelamkan dikedua kaki Ataya.

"Saya tidak pernah memaksa kamu untuk mencintai saya balik."

"Tapi, saya tidak pernah mau kamu berbohong!"

"Kamu menyembunyikan hal penting dari saya Ataya!"

Valiant menangis meraung. Mengeluarkan semua isi hatinya. Semuanya terdiam terpaku. Termasuk Ataya. Gadis itu, dia hanya bisa menahan air mata yang mulai membanjiri pelupuk matanya.

Sebelum sampai ke ruangan Ataya. Valiant menanyakan ruangan gadis itu. Resepsionis mengatakan, gadis bernama Ataya Sea dengan diagnosa kanker rahim, berada di ruangan lantai dua. Mendengar itu, Valiant kaget bukan main. Dia mengatakan bahwa resepsionis itu salah mengira, Ataya baik-baik saja.

"Rumah sakit ini salah isi data, ya?" Valiant mengangkat wajahnya, mencoba menatap Ataya.

Bibir Valiant menyungging senyum tipis. "Mereka bilang, kamu pengidap kanker rahim."

"Mereka salah 'kan?" tanya Valiant lagi.

Ataya mengangguk. Senyum paksa di bibirnya tak bisa menyembunyikan kesedihan yang dia rasakan.

"Aku kena diare, kok." Dengan tangannya yang bergetar, Ataya mengusap pipi Valiant yang banjir air mata.

Valiant tertawa pelan. "Kan, mereka salah." Dia mencoba menghibur dirinya sendiri. Kenyataan pahit yang terpaksa menjadi indah.

GEMBEL KAMPUS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang