66 - The Last Descendants

106 8 6
                                    

Terakhir kali ia menginjak lobi hunian termewah Platinum Forest, memang semua belum berubah semenakutkan ini. Tidak ada perabot atau lampu kristal yang diganti, hanya ada tambahan jajaran pengawal serba hitam dengan kacamata hitam dan masker hitam, berdiri rapi sejak pintu depan elevator, tiap tiga atau empat meter hingga elevator seberang lainnya yang untuk naik ke kediaman Annette Kim.

"Kim Seungmin."
Seraya menampilkan kartu pengenal resminya, Seungmin tersenyum sekilas pada resepsionis cantik di sana.
"Saya dikasih kartu akses, sebenernya," tambah Seungmin, menunjukkan kartu akses yang sempat Felix berikan padanya, entah mengapa alasannya.

Sehingga Seungmin bisa masuk tanpa hambatan.

"Anjir..."

Ini kedua kalinya Seungmin naik ke sini, kemarin dinding terlapis oleh kain putih yang tak Seungmin tahu ternyata hanya penutup sementara.

Dindingnya berupa kaca, tersusur sepanjang lorongnya dari pintu elevator hingga pintu depan hunian Anna. Selapis kaca tebal, bersih, dan cemerlang yang memberi pantulan tipis Seungmin di atas awan. Ada langit biru di depan matanya, terbentang begitu luas tanpa debu dan batas.

Di luar kaca, tampak seperti dunia baru beralaskan kapas putih.

Awan selembut buih laut bergerak seperti air yang mendidih di bawah kakinya, berebut naik ke atas, dan menghilang. Kepulan putih yang tersebar tak merata. Ketika ia menggeser langkah beberapa jeda, dapat ditemuinya puncak-pucak gedung serta antena-antena tinggi yang tertancap di puncak bangunan.

Dari apartemennya sendiri pun, rasanya ia berdiri terlalu jauh dari tanah.

Apalagi di sini...

Bersyukurlah Seungmin tak memiliki fobia pada ketinggian. Betapa menakutkan, membayangkan cantik biru memanjakan mata ini adalah ancaman bagi reaksi ekstrem dari tubuhnya.

"Seungmin?"

Padahal Seungmin belum sampai jangkauan pandang interkom pintu rumah Anna.

Pasti resepsionis mengabari Anna, ya.

"Nyokap gue nitipin kue buat Ryujin."

Begitu masuk, Soobin langsung menggiringnya dengan langkah cepat menuju dapur. Dengan gerakan agak gegabah, menghidangkan jus yang sudah tersedia di meja kepada Seungmin.

Pria itu tersedak bahkan belum usai detik pertama Seungmin menutup mulut atas kalimatnya.
"Nyokap lo?" ujarnya mengerutkan kening.

Seungmin mengangguk, sambil menegak jusnya.

"Nyokap lo tau lo jadian?"

"Tau."

"Sama Ryujin?"

"Iya, lah."

Apa, sih?

Soobin mengerjap beberapa kali tanpa suara menatap telak mata Seungmin.

"Gak jelas, lo," tepik Seungmin, menampar Soobin agar mengalihkan matanya.
"Hyunjin mana? Gue mau---"

"EH! SAMA GUE, SAMA GUE!" sentak Soobin berlebihan, memotong jalan Seungmin yang lebih dulu melenggang keluar pintu dapur.
"Lo 'kan gak tau ituannya Haje. Apa, kamarnya. Jangan asal nyelonong, bego. Rumah orang."

Ini anak...

"Habis mabok lo, ya?" tuduh Seungmin.

Soobin menghela kasar napasnya, mengacak rambut tak jelas.
"Tau, ah."

Ih, gak jelas.

Tak begitu banyak tempat yang sempat Seungmin hampiri di rumah Anna sebelumnya. Termasuk lorong yang pintunya menyatu halus dengan dinding di rumah ini, dibuka menggunakan sakelar yang Seungmin kira untuk menyalakan lampu. Begitu Soobin menekan sakelarnya, yang bahkan berbentuk serupa gantungan baju tertancap di dinding, dinding di hadapannya terbelah. Transisi dinding ke pintu yang lebih renik dari pintu elevator.

Klandestin | Choi SoobinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang