71 - Dewi Athena dan Takdir Kesuciannya

136 10 7
                                    

Choi Soobin tidak mengadopsi karakter menyeruakkan ekspresi berlebih seperti yang temannya, Hwang Hyunjin, miliki dalam aliran genetik darahnya. Bukan tipe orang yang mengungkapkan sesuatu secara hiperbola sampai mempermalukan diri sendiri. Soobin sama tenangnya dengan Seungmin dan Changbin untuk beberapa poin. Sub-unit Rahasia Negara bertema 'yang terdamai', Choi Soobin, Kim Seungmin, dan Seo Changbin.

Tetapi ketika Anna menarik satu buku yang terjejer dalam barisan rapi di rak buku perpustakaannya, menyebab rak yang berdiri tinggi di hadapan mereka berputar membawa Anna dan Soobin yang berdiri dalam radius yang membusur sepanjang lebar rak, di situ lah Soobin hilang tenang hingga hampir mengumpat.

Membawa mereka ke dalam dinding.

Bukan.

Sisi lain perpustakaan?

Ruangan yang luasnya hampir seukuran kamar tidur yang tersedia di rumah ini. Tapi tidak ada perlengkapan sebagaimana kamar tidur, tempat ini lebih mirip gudang penyimpanan atau kantor pribadi? Seperti ruang penyimpanan buku-buku yang disusun dalam rak tinggi dengan beberapa laci dan lemari tertutup, serta seperangkat meja kerja dengan tumpukkan buku dan kertas. Sajian visual ruang penuh dokumen berharga karena beberapa yang terbaris dalam rak adalah map terkunci sandi angka putar serta kotak-kotak brangkas kecil.

Beruntungnya sekarang ia mengenakan jaket tudung berlengan panjang, celana training menyentuh alas kaki, menutup rapat merinding yang menjalar pada seluruh tubuhnya.

Soobin tahu sejak hari pertama.

Rumah ini menyimpan banyak rahasia dan malapetaka.

Ada lift?

Satu-satunya yang mengunci pandangan Soobin dalam bungkam paling lama, keberadaan pintu elevator pada dinding.

"Itu turun langsung ke underground," ujar Anna tiba-tiba, menjawab tanya yang Soobin ujarkan pada kepalanya sendiri.

Soobin mengangguk waswas.
"Berarti orang dari bawah bisa naik?" tanyanya balik, mencoba memecah canggung, ketika Anna sedang berkutat pada laci-laci yang ada di sana, membuka dan menutupnya satu per satu, seperti mencari barang.

"Iya tapi gak semua orang. Cuma Bunda, Ayah, sama Anna. 'Kan pake pin," jawabnya tanpa menoleh.

Soobin tahu rumah ini bukan sembarangan rumah.

Banyak yang janggal di luar otak normal bekerja. Terkadang, Soobin sampai ingin bertanya, tapi menundanya, mengingat tak punya hak jelas pun baginya mempertanyakan bangunan yang tidak dengan campur tangannya sama sekali bisa berdiri. Juga kepemilikan dari nama besar yang menutup rapat rasa ingin tahunya atas rumah besar yang tak lazim semakin menenggelamkan dalam-dalam seluruh kalimat interogatifnya.

Jadi Soobin hanya menunggu sampai Anna selesai pada urusannya, berdiri di samping meja kerja yang berdebu halus, tampak cukup lama tak terjamah tangan.

Meja kayu jati berat yang di atasnya terlapis kaca, seperti meja-meja kantoran zaman dahulu untuk pejabat tinggi suatu kantor.

Cukup lama dirinya tinggal di tanah dengan budaya Jawa yang masih kental dan kuat. Sedikit-banyak kebiasaan kecil kehidupan orang-orang dari sana Soobin ketahui meski dia tak mengalirkan darah dari daratan yang sama. Walau sebenarnya entah termasuk kebiasaan turun-temurun orang berdarah asli pulau ini atau tidak, Soobin sering melihat rumah dengan aksen seperti Anna dan Changbin, melakukan ini.

Menyelipkan foto atau sejenisnya, di bawah kaca meja.

"Kenapa banyak meja yang di bawahnya ditaro foto?"

"Oh... Itu nyokap gue. Suka gitu. Biar enak aja liatnya."

"Kenapa diselipin gini? Gak difigurain?"

Klandestin | Choi SoobinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang