11 - Mahasiswa Studi Banding

101 13 0
                                    

Atap gedung utama adalah tempat paling horror di kampus ini. Bahkan berita kehorrorannya lebih terkenal dari siapa nama Rektor kampus tahun ini. Kabarnya, sering terjadi aksi bunuh diri oleh mahasiswa yang sudah tak mampu menjalani perkuliahan, dengan terjun dari atap gedung utama. Alasannya? Entah, mungkin karena ini gedung yang ada tepat di tengah kampus. Jadi semua orang bisa menyaksikan akhir hidup seseorang, atau mudah bagi orang sekitar menemukan jasadnya. Intinya, sering sekali terjadi aksi bunuh diri di atap ini.

Namun waktu Anna menginjak semester kedua, BEM kampus membuka jasa konsultasi gratis yang disediakan untuk mahasiswa yang sekiranya membutuhkan teman untuk berbicara dan mendengar keluhannya. Pertolongan psikologis, bahkan mereka meminta bantuan Psikolog lulusan kampus untuk praktek di poliklinik kampus. Di poliklinik kampus, mereka bisa berkonsultasi dan mendapat obat - jika membutuhkan - secara gratis, karena biaya semesteran mahasiswa termasuk sudah konsultasi kesehatan. Jika mereka berobat ke rumah sakit kampus, biayanya cukup menguras uang saku, karena rumah sakit kampus punya taraf pengobatan yang cukup tinggi, dan mahal.

"Gue pengen kerja di pelosok desa aja, deh, kayaknya. Jadi dokter di sana, buka klinik sendiri. Gak bisa gue kalo harus kerja sama orang-orang ambis, dokter-dokter ambis, gak mampu," keluh Ryujin.
Ia memegangi kepalanya sambil bersandar pada pagar semen di tepi atap.

Anna dan Chaeryeong tertawa.

"Sayangnya lo dokter gigi," kata Anna sambil menepuk pundak Ryujin.

"Buka klinik juga butuh experience kerja di RS dulu gak, sih?" tanya Chaeryeong.

Ryujin menggeleng.
"Gak ngerti gue. Gue cuma mau jadi dokter, titik. Gak mau kerja sama orang ambis gila kayak orang-orang di kelas."

Mereka melanjutkan obrolan sambil berpindah untuk duduk bersila. Tak lama dari itu, Taehyun dan Felix muncul dari pintu tangga, menenteng plastik berisi minuman.

"Wah," Chaeryeong menyambut plastik bawaan Taehyun.
"Pengertian sekali teman-teman kita ini."

Taehyun mengambil duduk di samping Chaeryeong dan Anna, lalu Felix di antara Ryujin dan Anna.

"Iya, lah. 'Kan TEMAN," balas Taehyun sarkas.

"Kebayang isi chat Taehyun sama Chaeryeong waktu pacaran," kata Anna sambil menatap Chaeryeong dan Taehyun kagum.
"Pasti penuh dengan kode. Kalah codingan-nya Felix."

Ryujin mengangkat tangannya berpura-pura seakan memegang ponsel.
"Chaeryeong, 'aduh mau beli makan ke bawah tapi ujan, nih'. Taehyun, 'pake payung aja'."

Chaeryeong tertawa renyah.
"Anjing, iya itu pernah kejadian beneran."

"Taehyun nyuruh menerapkan hubungan yang mandiri. Makanya akhirnya putus, 'kan," canda Felix.

Lima anak itu saling mengoper minum dan jajanan yang Felix dan Taehyun bawa tadi sambil bersenda gurau. Jam empat kurang, langit sudah tak terlalu panas, jadi mereka tak terganggu saat duduk lesehan di lantai rooftop. Formasi duduk membentuk setengah lingkaran. Perghibahan berlanjut ke hal-hal yang memang lagi hangat di kampus. Mulai dari ada anak fakultas ilmu pengetahuan budaya yang ketahuan menyogok dosen, ada yang melakukan hal tidak senonoh di laboratorium fakultas matematika dan ilmu alam, hingga teh terberat, ada dosen yang melecehkan mahasiswi dan memberi ancaman nilai E.

"Gue mau nolongin yang dilecehin dosen itu," gumam Anna, sesaat sebelum menggigit roti cokelatnya.

"BEM lagi berusaha ngejebak dosennya juga, kok. Udahlah, Na. Serahin ke BEM aja," balas Chaeryeong cepat.

"Kak Lia ngelabrak anak tingkat satu, udah denger?" tanya Taehyun.

"Apalagi tuh?" tanya Ryujin.

Klandestin | Choi SoobinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang