PROLOG

461 25 1
                                    

“Kisah ini di tulis dengan rasa, melalui aksara.”

***

“Nay, lo mau ikut gue gak? Gue gak ada temen nih.” Suara melengking itu keluar dari ponsel Nayla, membuat perempuan itu mengusap telinganya, pengang.

“Kemana emang?” tanya Nayla, perempuan itu sedikit kesusahan, karena ponselnya ia tempelkan ke telinga menggunakan bahu, tangan perempuan itu sedang mengetik sesuatu di laptop dengan lincahnya.

“Ada deh. Pokoknya lo ikut ya? Satu jam lagi gue ke rumah lo. Bye Nay.”

Sambungan telepon itu di putuskan begitu saja, oleh Adel. Dasar teman tidak ada akhlak, meskipun Nayla menggerutu, perempuan itu tetap memenuhi permintaan sahabatnya. Saat dirinya selesai mengetik, Nayla meregangkan otot-otot tangannya sebentar, setelah dirasa cukup, kemudian Nayla melangkah ke kamar mandi.

Tiga puluh menit kemudian, Nayla sudah siap dengan pakaian rapinya. Perempuan itu mengenakan hodie pink kebesaran, di padukan dengan celana jeans hitam. Rambutnya yang panjang, ia cepol sehingga terlihat lucu, perempuan itu memolesi bibirnya dengan liptint agar tidak terlihat pucat.

“Nayla! Bukain pintu, gue udah di depan nih.”

Satu notifikasi dari Adel, membuat Nayla dengan cepat melangkah ke bawah, perempuan itu mengambil tasnya untuk memasukkan ponsel.

“Lama banget lo Nay. Capek berdiri nih gue!” Adel menggerutu sambil sesekali mengipasi wajahnya dengan tangan, saat Nayla sudah berdiri di depannya, perempuan itu menyengir kuda, tidak enak.

Sorry deh. Gue kan, gak tau lo ada di bawah. Lagian, ini fungsinya bel buat apa Del, kok gak lo tekan sih.” Nayla menunjuk bel yang ada di sampingnya dengan dagu, belum sempat Adel menjawab sebuah deheman menghentikan mereka.

“Ekhem. Jadi berangkat gak nih?” Pertanyaan itu meluncur dari Wildan, pacar Adel. Nayla mengerutkan dahinya saat menyadari hanya ada satu motor. Tidak mungkin kan, mereka bonceng tiga?

“Bentar-bentar. Ini kok, cuman ada satu motor. Kalau kalian boncengan. Terus gue gimana?” Nayla menatap Adel dan Wildan bergantian, meminta jawaban. Tetapi, Adel hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, sedangkan Wildan sudah memasang wajah tidak enak. Lagian, ini semua adalah rencana Adel. Wildan hanya ikut saja.

“Lo sama gue.”


270721

Hai, hai. Akhirnya setelah sekian purnama, Sri kembali lagi nih, dengan cerita baru. Tentunya, masih fresh. Se fresh ikan yang baru di tangkep, canda weh. Gimana sama prolognya? Penasaran gak? Kira-kira Nayla di bonceng sama siapa ya? Terus gimana reaksi Nayla?

Penasaran kan? Ikuti terus kisah mereka ya, jangan lupa vote dan komentnya. Tolong berikan banyak cinta untuk anak-anak Sri.

Salam sayang dari Sri. Babay, Sri mau bertapa dulu!!!
Sampai jumpa di next chapter ya❤️

Sandyakala Amerta (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang