9-1 | A Fine Man and Good Coffee

14.1K 773 12
                                    

"You're ready?"

"No, my life is at stake."

"Buruan, dong!" seru Ganesa tidak sabar. Dia sudah duduk di anak tangga sambil memeluk sapu. "Kita cuma mau bersih-bersih, bukan mau ngegantiin Robyn jadi pahlawan di rumah sakit."

Robyn yang berbaring di sofa sambil mengunyah sepotong pisang goreng hanya mengangguk-angguk menyetujui.

Karina menautkan kedua tangannya lalu menempelkan di kening. Dengan sungguh-sungguh dia berdoa untuk keberhasilannya pagi ini. Setelah selesai berdoa, dia mengepalkan satu tangannya. Dengan antusias dia mengangguk. "Let's go, Jack."

"Ack!!" teriak Karina ketika mengeluarkan kertas.

Jacob yang tangannya mengeluarkan gunting otomatis naik ke sofa, berdiri dengan satu kaki memijak di sandaran sofa, dan berdiri menghadap arah pancaran sinar matahari. Dia melakukan selebrasi untuk keberhasilannya menghindari bekerja di bawah pimpinan Ganesa.

Akhirnya drama panjang penentuan siapa akan bekerja dengan siapa dua penghuni itu selesai. Padahal, kalau sejak awal mereka sepakat dan tidak terlalu banyak protes, sekarang mereka sudah bisa mulai bekerja. Minimal mereka sudah bisa menggeser sofa dan meja agar bisa disapu.

Sambil bertepuk tangan, Ganesa bangkit dari posisinya. Pekerjaannya belum mulai, tapi lelahnya bukan main. Dia sudah merasa pegal di seluruh badannya akibat menyaksikan para penghuni durhaka itu memperdebatkan hal sepele.

"Alright, Gengs. Grupnya udah fixed, ya. Gue sama Karina bakal urus lantai atas, Mike dan Robyn lantai bawah, Vic will handle the kitchen and you," tegasnya pada Jacob yang malah asyik mengajak Vic berdansa tanpa musik. "I want the front yard ready before lunch. Everything's clear, Jacob Reid?"

"Aye! Aye! Everything for you, Mr.Gorgeous."


✿✿✿


Setelah mengosongkan semua isi lemari kabinet, Vic dibuat kagum dengan apa yang ditemukannya. 

Ada dua set alat makan yang masih terbungkus kardus dan nampak begitu cantik untuk dipakai, belasan gelas, elektronik untuk memasak, dan bahan makanan yang kadaluarsa dalam dua bulan. Kalau tidak ada kerja bakti, semua bahan makanan itu akan terbuang sia-sia.

"Kita bisa bikin es buah, nih," seru Vic yang memilah kaleng makanan dan mendapatkan beberapa kaleng buah kemasan yang masih bisa dipakai. "Untung tadi pagi udah beli sirop, tinggal bikin es-nya aja."

"You ke pasar tadi pagi?" tanya Jacob yang sedang membuka bungkusan plastik hitam untuk menampung sampahnya nanti. "Aman nggak?"

Vic mengangguk. "Semua pengunjungnya pakai masker dan jalur masuknya jadi satu arah. Ada petugas yang buka tutup gitu, jadi terpantau. Ya, kalo di dalemnya, sih, jangan ditanya. As if the pandemic was just a rumor."

"You udah bersih-bersih setelah dari pasar, 'kan?"

"Of course, Beb," jawab Vic sambil menyingkirkan kaleng makanan ke samping. Dia pun beralih mengambil peralatan makan dan mulai mencucinya. "Pulang dari pasar tadi kayak abis lari pagi, Jack. Keringetnya ituloh!"

"Victoria."

Panggilan itu membuat Vic terkejut. Dia menoleh ke pintu dan Fabian sudah berdiri di sana.

Pria itu menghampirinya dalam balutan atasan kemeja krem dan celana jeans hitam. Rambutnya sudah diberi pomade, ditata rapih, dan ketika dia tiba ada aroma menyegarkan yang tecium oleh Vic.

"Hi, Mr. Fabulous," sapa Jacob dengan suara manis. Dia meninggalkan sapu dan plastik sampah di dekat pendopo dan bergabung di meja bar. "Good morning. Going somewhere?"

"Iya, saya ada urusan di kafe sampai siang."

"What about diner?"

Fabian menggedikan bahunya. "Kalau sempat, saya bisa pulang sebelum makan malam. Tergantung nanti. Saya mau titip uang untuk Ganesa."

"Uang apa?"

Gerakan pria yang sedang membuka dompetnya itu lantas berhenti. Dia memandang Victoria dengan sebelah alis terangkat. "Peraturannya untuk bayar denda kalau berhalangan ikut."

Fabian meletakan sejumlah uang di meja dan mata Vic melotot. "Sebanyak ini!?"

"Yeah, that much, Hon," timpal Jacob sambil menghelakan napas. "That's why I decided to work hard."

"Lalu ini," lanjut Fabian sambil meletakan sebuah paper bag di atas meja bar. "Kata Ganesa untuk kasih kamu."

Sambil memasukan dompetnya ke saku celana, Fabian berbalik. "Saya duluan, ya?"

"Oh, wait, Fabulous!" seru Jacob yang buru-buru membuka tudung saji, mengambil beberapa potong pisang goreng dan membungkusnya dengan tisu makan. "It's dangerous to drive while hungry. Take care, okay?"

Sepeninggal Fabian, Vic membuka isi paper bag. Kedua matanya membulat melihat isinya. "Coffee!" serunya riang.

"It's his product," jelas Jacob yang ikut mengambil sebungkus kopi bubuk dan melihat label kemasan. "Kemarin Ganesa made a deal with him. Paketnya baru datang waktu you and Ganesa ke pasar."

Mata Vic berbinar. "Serius? Duh, sebentar. Gue rebus air dulu."

Selagi Vic menyiapkan air untuk direbus, Jacob membantu merapihkan meja. "He's a fine man, Vic," ujar Jacob ketika Vic membuka bungkusan kopi bubuk dan menuangkan bubuknya pada mug ungu."It's time to move on, girl. Forget that, what's his name again? The one you dated after Robyn dumped you."

"Kok jadi bahas mantan, sih?" tanya Vic gemas. Wanita itu menunggu di depan kompor dengan tidak sabar.

Jacob memutar matanya. Tubuhnya membungkuk, sedikit condong ke arah Vic, dan ditutupinya satu sisi wajahnya. "I'm telling you this because I know you're lonely since the breakups. Fabian is a teacher in the morning and businessman for the rest of his day. If it was me, I don't mind getting an extra lesson before bed."

Vic tidak merespon karena dia sibuk menuangkan air ke dalam mugnya. Aroma kopi pun menyeruak indera penciumannya, membuatnya tidak sabar ingin menikmati rasa pahitnya. Namun, mengingat dia baru saja menuangkan air mendidih, dia harus bersabar atau lidahnya akan terbakar.

"Me bisa bantu you pedekate, Hon," tawar Jacob yang mencebik melihat kepulan asap dari mug ungu Vic. Bulu kuduknya meremang membayangkan cairan pahit mendidih itu mengenai lidahnya.

"Gue nggak mau buru-buru, Jack," jelas Vic yang asyik menikmati aroma kopi. Senyumnya mengembang. Pipinya memerah akibat uap panas yang mengembus di wajahnya. "Masih ada hal lain yang mau gue kejar."

"Oh, yes. Academic—"

"Money," potong Vic. Melihat ekspresi bingung Jacob, dia buru-buru menambahkan, "I can't continue my study without money."


--------------------------


A/N:

A short chapter~
Sesekali aku update malem dan lebih awal, ya.
Karena aku seneng banget kasus C19 di tempat kerjaku mulai turun (pasien pulang dalam keadaan sembuh, PCR negatif 2x, dan bisa kembali kumpul sama keluarga mereka).

Mulai bab ini sampai ke depan, format judulnya akan berubah, ya. Ternyata kalo nggak pake nomor bikin aku susah nge-data babnya. Hehe.

Semoga cerita singkat ini tetap bisa menghibur dan jangan lupa tinggalkan jejak kalian, ya~ ^^

Published: July, 29th 2021
Updated: August, 3rd 2021



When He Text You After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang