57| This Is Our Finish Line

6.5K 471 53
                                    

🔞🔞🔞

Warning:

A Torture.

🔞🔞🔞



Vic dengan serius mendengarkan penjelasan Genta di telpon. Tanpa sadar dia mengangguk-angguk alih-alih merespon dengan suara, lupa kalau si penelpon tidak bisa melihatnya. Setelah Genta selesai menjelaskan, Vic baru bisa mengembuskan napasnya.

"Thank god," gumamnya sambil menyugar rambut. "Thank you atas kabar baiknya, Ta. Gue ikut lega dengernya. Robyn? Ada, kok. Dia balik semalem dan sekarang masih di kamar mandi, nanti gue suruh dia telpon lo, ya? Gue takut kalo gue yang jelasin malah ngawur penjelasannya."

Vic kembali mengangguk-angguk lalu tertawa kecil. "Mm-hm, will do. Thanks, Ta. Jaga kesehatan, ya? Semangat jaganya."

"Maksudnya apa tuh ngasih semangat ke Genta?" tanya Robyn begitu Vic meletakan ponsel di meja. Entah sejak kapan pria itu berada di sana, tetapi melihat dari posisi nyaman yang ia lakukan, pasti cukup lama pria itu menunggu Vic selesai menelpon.

"Barusan Genta ngabarin kondisi Tante Tamara, katanya—!!!"

Ucapan Vic terhenti saat Robyn memeluknya.

Pelukan yang begitu erat hingga membuat Vic bisa merasakan semuanya. Dingin suhu tubuh pria itu karena baru selesai mandi dan tetesan air dari rambutnya yang mendarat di tubuh Vic, wangi sabun miliknya yang menguar dua kali lipat lebih harum, serta suara napas yang mengembus di dekat telinga.

Tangan Vic merasa canggung dengan pelukan tiba-tiba itu. Bingung mau memegang di mana. Namun, pada akhirnya dia membalas pelukan itu dengan begitu erat.

"I thought I'd lose you forever," aku Vic dengan terbata-bata. Dibenamkan kepalanya di bahu Robyn. Dihelakan pelan napasnya, merasa lega, dan dikecupnya area di dekat tulang selangka.

"I'm sorry."

"Stop! I've heard enough of your sorry. Lo nggak—"

"I'm sorry, Vic."

"Robyn ...," mohon Vic dengan suara memelas. "Udah nggak usah minta maaf."

Kepala Robyn bergerak sebelum terbenam di bahu Vic. Dari situ, pria itu mulai mencium setiap permukaan dan meninggalkan satu bekas di area leher. Vic menggigit bibirnya, menahan perih pada area tersebut.

"Let's talk," bisik Robyn sebelum mencium bibir Vic, tetapi permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh Vic.

No.

Dengan satu dorongan, Vic mendudukan Robyn di kursinya.

"Make love to me first and we'll talk."

Maybe we shouldn't talk. At all.

After all, I'm not ready yet.

Robyn tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya walau akhirnya ia tertawa dan menyetujui ide Vic. Sayangnya, apa yang diminta oleh Vic tidak sesuai bayangan Robyn.

Pria itu menyesal sudah menyetujui ketika Vic mulai mengikat tangannya pada rangka tempat tidur.


✿✿✿


Vic tidak bisa mengatakannya pada Robyn betapa hatinya merasa tidak tenang.

When He Text You After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang