65 | Family Comes First IV

2.4K 188 26
                                    

" ... bedalah! Yang lo maksud di CPR itu kalo henti jantung. Jadi jantungnya berhenti mompa, makanya dikejut pake listrik. Nyokapnya Robyn itu serangan jantung. Penyebabnya karna pembuluh darah tersumbat. Lagian nyokapnya Robyn tuh udah pernah serangan sebelumnya, udah sempat pasang ring juga pas gue koas dulu."

Ganesa menyugar rambutnya frustrasi bersamaan dengan helaan napas panjang. "Yeah, thanks, Sa. Kuliah jantung lo berguna banget."

Di seberang sana Mahesa terdengar mendengkus. "Bagus deh kalo udah paham. Terus lo masih di sana? Sama siapa aja?"

Mata Ganesa melirik pada Karina yang duduk di kursi penumpang dengan posisi pintu dibuka. "Tadi bertiga, tapi Vic lagi nemenin Robyn di dalem."

"Pulang aja. Ngapain juga di situ? Nggak akan ngebantu apa-apa."

"Iyaaa," jawab Ganesa malas-malasan. Pria itu memandangi kotak rokok dalam genggaman dan menyayangkan di saat seperti ini dia malah harus menunggu di parkiran rumah sakit dan di tempat itu tidak diperbolehkan merokok.

"Udah balik aja," ulang sang adik mencoba bijak supaya terdengar tidak begitu ketus. Kalau Ganesa boleh menebak, adiknya pasti habis ditegur istrinya karena bicara terlalu ketus. "Dokter sana udah yang paling kompeten di Jakarta ditambah udah konsul ke dokter keluarganya Robyn yang dari Jerman, udah nggak ada yang bisa lo lakukan. Lo lama-lama di rumah sakit yang ada riskan ketularan. Mending tunggu di rumah, stand by, dan bantu doa."

"Dengan adanya lo di situ kan nggak akan bantu benerin jantung nyokapnya Robyn—aduh!"

Tuh kan bener ... batin Ganesa yang bisa mendengar adiknya mengaduh sambil minta maaf pada istrinya. Kenapa juga harus minta maaf sama istrinya? Yang daritadi diketusin kan gue.

"Thanks, Lad! Kalo bosen sama Eca, Abang bersedia gantiin, kok!" ujar Ganesa sebelum memutus panggilan dengan adiknya.

Mahesa ada benarnya.

Memang tidak banyak yang bisa dilakukan.

Begitu mereka sampai di rumah sakit—Ganesa bersikeras mengantar, karena dia tahu kondisi Robyn tidak memungkinkan untuk menyetir dan si dokter satu itu kalau menyetir suka gila—Genta mengabari bahwa Tante Tamara sudah ditangani. Setelah itu Robyn ditemani Vic untuk masuk menemui dokter yang menangani.

Entah bagaimana kelanjutannya, dia hanya bisa menanti Vic mengabari lagi.

"Apa katanya?"

Ganesa menoleh pada si penanya yang duduk di kursi belakang. "We should go home after this. Nggak ada yang bisa kita lakukan selain nunggu dan stand by seandainya Robyn atau Vic butuh sesuatu."

"Nyokapnya Robyn bakal sembuh nggak ya, Gen?"

"Only God knows what will happen, Kar," ujar Ganesa sebelum mengantongi rokok ke saku celananya.

Dari arah lobi rumah sakit yang berjarak beberapa meter dari tempat di mana Ganesa memarkir mobilnya, Vic terlihat berjalan keluar ditemani seorang pria dengan baju jaga. Ganesa pun menghampiri mereka berdua.

"Vic, gimana?"

Jelas Vic terlihat lebih tenang dan lebih 'hidup' dibandingkan saat menerima telpon tadi. Wanita itu melirik pada Genta yang sedang melepaskan gown berbahan kain yang dipakainya.

"Respon terhadap obatnya bagus dan udah mulai stabil. Dari pihak dokter jantungnya juga tadi ngejelasin kemungkinan ada sumbatan baru di pembuluh darah jantung, makanya mau dikateter ulang. Nanti mau diliat sumbatannya udah berapa persen, perlu atau nggak dipasang ring tambahan, dan rencana pengobatan ke depannya." Pria itu melanjutkan, "rencana kateterisasi masih nunggu persiapan. Kayaknya masih beberapa jam lagi. Robyn tadi nitip pesan kalian balik dulu aja biar bisa istirahat. Misalnya ada perlu apa-apa, nanti dia kabarin."

When He Text You After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang