66 | Family Comes First V (END)

5.9K 237 16
                                    

Usai berpisah dengan Genta, Vic terdiam sesaat menatap pintu lift, lalu harus menyingkir dari depan pintu karena seorang pria tinggi dengan jas hitam hendak menggunakan lift. Sebelum sosoknya masuk lift, pria itu mengucapkan, 'evening, Miss.' sambil mengangguk kecil.

Siapa pria itu?

Vic tidak tahu.

Namun, sepertinya—kalau melihat dari paras muka, pakaian, dan aksen yang digunakan—Vic menebak dia merupakan staf keluarga Robyn yang datang untuk mendampingi.

"Malam, Kak." Vic mengangguk kecil ketika berpapasan dengan seorang perawat di lorong. Perawat pria itu tampak sedang memeluk sebuah tablet, alat tensi jinjing dan menenteng sebuah parsel buah dan kalau dilihat dari arah datangnya, sepertinya perawat tadi berjalan dari arah di mana ruangan Tante Tamara berasal.

Di ruang tunggu Vic berhenti dan melihat Robyn duduk pada salah satu kursi sambil memegangi kepalanya.

"You okay, Byn?" Vic menghampiri sambil meletakan bawaannya di meja yang membatasi kursinya dengan Robyn lalu mengeluarkan air mineral beserta obat titipan Genta. "Tadi udah ditensi sama perawatnya? Naik, ya?"

Robyn menerima obat pemberian Vic lalu menenggaknya tanpa melihat obat apa yang diberikan. "Seratus 'lapan puluh ... entah berapa bawahnya."

"Di dalem kan ada sofa, lo rebahan dulu aja. Nanti kalo ada kabar dari perawat dan dokternya, gue bangunin."

"Duduk, Vic. Dari tadi lo berdiri, pasti pegel."

Vic lantas duduk dan memang benar kakinya mulai terasa sakit. Terutama di sisi dekat ibu jarinya yang sepertinya mulai lecet akibat gesekan dengan sandal slip-on yang dipakainya. "Tadi ada tamu, ya?"

"Asisten nyokap. Mampir untuk ngasih tau kalo gue butuh apa-apa, ada orang yang stand by di bawah." Robyn melirik ketika mendengar bunyi derit kursi bergeser. "Makasih, ya. Udah nemenin sampe sekarang."

"No biggies. I was just ... doing what I can do." Vic mengecilkan suaranya. "As your housemate."

Robyn mendengkus pelan lalu tertawa getir.

Pria itu bergerak membetulkan posisi duduknya menjadi lebih tegak. Dipandanginya barang yang tadi dibawa Vic lalu diambilnya asal sebungkus roti.

"Mau bagi dua?" tawar Robyn seraya membagi roti menjadi dua bagian sama besar.

Vic menggeleng. "Gue udah makan."

"I insist."

Tanpa berbicara, Vic menerima potongan roti yang masih terbungkus plastik pemberian Robyn. Pria itu sudah lebih dulu menyantap roti, sementara Vic hanya diam menatap bagian miliknya. Potongan yang Robyn berikan terisi penuh oleh krim coklat. Hanya dengan memegangnya Vic tahu dan bisa merasakan.

"Nggak ada rasanya. Merk apa, sih? Jangan dibeli lagi, deh." Pria itu mengeluh dengan mulut yang masih penuh makanan lalu menenggak air mineral untuk membantu menelan.

Potongan yang belum dimakan Vic tawarkan kembali pada Robyn. Dia tidak berkata apa-apa pada pria itu dan hanya menggerakan dua alisnya.

Memang kenyataannya dia tidak lapar. Bukan karena selama berbelanja dengan Ganesa dan Karina tadi dia sudah makan berbagai macam hidangan, tetapi karena kejadian yang baru saja mereka lalui terjadi begitu cepat dan Vic baru bisa merasakan gejolak dalam perutnya yang membuatnya tidak nyaman.

Rasa-rasanya, kalau dipaksakan untuk makan, dia bisa muntah detik itu juga.

"Lo sehat kan, Vic? Udah nggak sakit lagi perutnya?"

"Much better than the last time. Thanks to your medicines."

Robyn tersenyum tipis sambil mengangguk.

When He Text You After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang