4 | Snack Time

20.9K 1.2K 42
                                    

Hello and hi!
Early update, nih. 

Karena aku lagi seneng banget pas di tempat kerja ketemu klien yang visualnya 11:12 sama Robyn. Minusnya hanyalah, orang yang kutemui itu terlalu sempurna utk jadi visual Robyn yang ... agak-agak. Hehe.

Semoga suka dengan updatenya, ya ^^


--------------------

Warning: 

Chapter ini agak gerah, ya.

--------------------


Bertentangan dengan saran Robyn, Vic malah jadi kepikiran bagaimana caranya dia bisa berbicara dengan Fabian. Robyn mungkin mudah saja menyarankan untuk menganggap sikap dingin Fabian adalah hal biasa, tetapi Vic penasaran. Dia ingin tahu apa yang membuat pria itu bersikap tidak bersahabat padanya. Juga memastikan apakah benar tubuhnya seburuk itu sampai membuat Fabian enggan berinteraksi dengannya.

Sekarang persoalannya adalah dimana dia bisa bertemu Fabian?

Pria batu itu tidak kelihatan batang hidungnya sama sekali seharian ini. Entah di kamar atau memang keluar. Kalau memang keluar sepertinya dia naik kendaraan umum, karena mobilnya masih belum berpindah posisi di parkiran.

Kalau tidak salah, Fabian itu dosen.

Karina pernah bilang dosen asli di kampus itu sedang cuti jadi selama satu semester digantikan oleh Fabian. Tapi, kenapa Fabian tetap sibuk dan tidak terlihat di rumah? Padahal semua kampus sedang dipersiapkan untuk kuliah daring, bukankah seharusnya Fabian jadi lebih sering di kos? Apa Fabian punya kekasih, jadi hari libur digunakan untuk menginap di tempat kekasihnya? Kira-kira seperti apa wanita yang bisa membuat Fabian bertekuk lutut? Pacarnya Fabian laki-laki atau perempuan, ya?

"We have eggs, sausages, nuggets, and beef. Will that be enough? "

Suara rendah Robyn membangunkan Vic dari sejuta pertanyaan mengenai Fabian. Sambil mengedipkan matanya beberapa kali, Vic melirik ke arah tumpukan bahan yang Robyn susun di meja. Oh, ya ... Mereka berdua sedang menyiapkan cemilan malam karena semua penjual makanan tutup lebih awal sejak pandemi, menyisakan restoran cepat saji 24 jam yang jaraknya tertulis '4 kilometer' dari kos.

Vic mengangguk dan hendak meneruskan mengocok adonan kopi ketika Robyn menyingkirkan dua benda—piring dan saringan—dari tangan Vic. "I'll do this and you make the dinner."

Memang harus Vic yang menyiapkan makanan, karena Robyn ... He's a fool. Terakhir kali dia mencoba memasak telur mata sapi dengan wajan yang baru saja dicuci, minyaknya meletup, dan Robyn membuat seisi kos panik. Sejak itu dia dilarang mendekati dapur selain untuk makan atau menyeduh minuman.

"Ini harus gue kocok sampe kapan, sih?" Robyn menatap piring berisi cairan coklat di tangannya. Dengan jarinya ia mencolek lelehan di saringan dan sehabis menjilatnya, kepalanya bergerak naik turun. Rasanya sesuai bayangan. Kopi. Pahit. Ya, ya.

"Kata resepnya minimal 200 kali ...."

"Kelar ngocok direkrut jadi model Men's Health gue, Vic. Serius dikitlah!"

Tanpa mengeluarkan suara, Vic memberi kode pada Robyn untuk melihat ke ponselnya. Resep kopi Dalgona masih menjadi tampilan utama. "Kocok sampai berubah warna dan jadi kayak busa. Abis itu dicampur es sama susu cair," jelas Vic yang sudah menghapal cara membuatnya. Dia benar-benar ingin mencoba olahan kopi yang sedang viral itu. Untung supermarket yang dia kunjungi bersama Ganesa kemarin masih punya stok kopi bubuk dan susu cair, karena semua orang mengatakan dua produk itu semakin langka sejak pandemi.

When He Text You After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang