2 | He Knows She Loves Purple

24.9K 1.3K 25
                                    

Pandemi benar-benar mengubah segalanya.

Bukan hanya munculnya kebijakan lockdown, work from home, dan kegiatan serba online, kondisi jalan raya pun berubah drastis. Jalanan yang biasanya ramai dengan tenda penjual makanan, pedagang pernak-pernik, dan lalulalang pejalan kaki kini nampak kosong seperti kuburan. Binar lampu yang biasanya menghiasi sepanjang jalan sudah tidak ada lagi. Tepatnya, tidak seramai dulu. Masih ada cahaya lampu jalanan dan rumah warga yang memberikan pencahayaan, namun tetap harus dibantu sinar lampu sorot dari ponsel agar mereka terhindar dari lubang dan becek.

Niat awalnya, Vic dan Ganesa mau mampir ke minimarket untuk membeli bubuk kopi, tapi mereka harus berubah arah karena minimarket terdekat tutup lebih awal. Mereka akhirnya berjalan lebih jauh untuk bisa berbelanja di sebuah minimarket berukuran lebih besar. Kalau tahu harus sejauh ini berjalan, seharusnya tadi mereka naik motor saja.

Sepanjang perjalanan, Vic dan Ganesa membicarakan banyak hal.

Ganesa yang lama tidak pulang ke kos diceritakan kejadian apa saja yang selama empat bulan belakangan menghebohkan grup chat kos. Vic sebagai pendongeng pun berhasil menampilkan cerita yang menarik dan beberapa kali malah bersimpati dengan sang tokoh. Sampai Ganesa harus menyudahi dengan "Iya, iya. Gue ngerti. Sabar, Vic.".

"Lo sendiri gimana?"

Mereka akhirnya menemukan restoran nasi goreng yang masih buka padahal jam masih menunjukan pukul 7.20. Memang tidak tersedia untuk makan di tempat, tapi ada beberapa tempat duduk disediakan untuk pembeli yang menunggu pesanan. Ganesa memberikan satu-satunya kursi kosong untuk Victoria, namun Victoria lebih memilih berdiri. Kursinya dipakai untuk meletakan belanjaan mereka.

Sambil menyendokan es krim ke mulutnya, Vic menatap Ganesa dengan sebelah alis terangkat.

"Lo udah cerita tentang Mike, tentang Robyn dengan pasiennya, dan orang tuanya Karina yang dateng sambil bawa pendeta. Gue belum denger kabar lo, Victoria."

Vic mengalihkan pandangannya pada punggung penjual nasi goreng yang sedang menuangkan nasi dari bakul ke dalam penggorengan. Ada rasa aneh di perutnya ketika mendengar namanya disebut oleh Ganesa. Rasanya seperti tertangkap basah menyalin tugas, ketahuan dosen, dan terlalu memalukan untuk mengakuinya.

Ugh, calm down, Vic!

"Kabar gue nggak beda jauh sama apa yang gue post di Instagram," jawabnya sambil menyuapkan sesendok es krim. "Liburan panjang memang asyik, tapi kalo harus di rumah aja jadi bosen."

Ganesa tidak merespon apapun. Pria itu malah tiba-tiba membuka jaket kulit hitamnya sebelum ia tarik Vic ke dalam pelukannya.

Napas Vic tercekat. Mangkuk es krim di tangannya jatuh dan tubuhnya kini menempel dengan tubuh kekar Ganesa. Dari sekitarnya bisa didengar suara berbisik dan dengusan yang menjadi satu dengan suara denting alat masak beradu.

"Banyak nyamuk," gumam Ganesa yang memisahkan diri.

Vic hanya bisa diam menatap bagaimana jaket kulit Ganesa menenggelamkan kaki jenjangnya dari nyamuk.


✿✿✿


"Dapet oleh-oleh dari Abang Ganesa Ganteng." Suara Victoria mengudara di telinga. Video singkat itu memperlihatkan tangan kiri Victoria tengah menenteng sebuah paper bag batik ungu lalu beralih pada sosok Ganesa yang duduk menghadap ke kamera dengan pose andalan; tangan menyugar rambut ke belakang sambil menyeringai. Kedua alisnya naik-turun dan video diakhiri dengan tawa geli keduanya.

Video selanjutnya Vic mencoba mengeluarkan isi paper bag tersebut. Ada dua buah kotak yang juga berwarna ungu dan diikat pita emas serta sebuah paper bag berukuran lebih kecil penuh dengan lilin aroma terapi. Saat dua kotak itu dibuka, suara Vic terdengar benar-benar terkejut melihat dua buah kain selendang. Keduanya memiliki warna dasar ungu.

"Jangan lupa tag tokonya, Vic," pinta Ganesa saat Vic selesai merekam. "Gue nggak enak sama mbak-mbak yang bantuin gue milih. Sampe harus bolak-balik gudang demi nyari yang warna ungu."

Mengingatnya membuat Vic ingin tertawa.

She loves purple. Violet. And all of those similar shades.

Tapi Vic tidak pernah spesifik mengatakan bahwa orang-orang—terutama Ganesa—harus memberinya benda berwarna ungu. Bayangkan bagaimana repotnya penjual souvenir yang didatangi Ganesa yang nekat meminta benda berwarna ungu, apalagi sampai harus mondar-mandir ke gudang. Pernah sekali Ganesa membuat temannya ketinggalan pesawat pulang ke Jakarta karena menyuruh temannya mencari kuteks berwarna ungu. Tentu saja akhirnya Vic sendiri yang minta maaf pada teman Ganesa setelah memarahi pria itu habis-habisan.

It feels like, he knows everything about her.

Ganesa tidak pernah bertanya apa yang diinginkan Vic, pun tidak pernah bertanya apa yang tidak disukainya. Dia hanya diam dan memberikan apa yang Vic butuhkan. Bahkan hal sesederhana kopi yang diseduh dengan air mendidih, bukan air dispenser.

Jari telunjuk Vic menelusuri foto dirinya bersama Ganesa tadi. Mereka berfoto bersama beberapa kali usai merekam video singkat untuk Instastory. Pada foto itu Vic duduk di depan Ganesa di atas sofa. Tubuhnya nampak mungil dalam dekapan tubuh Ganesa yang begitu kokoh merengkuhnya. Tangan kiri Ganesa yang dipenuhi tato melingkari perut Vic, erat medekap seolah sedang menandai; She's off limit.

Vic memejamkan matanya.

"This is so wrong," gumamnya sambil tertawa. "I shouldn't be expecting more ... we're so over years ago."

Detik itu, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Vic memanfaatkan bunyi familiar itu untuk mengalihkan fokusnya dan sebaris kalimat yang tertera di layar ponselnya membuatnya tersenyum.

When He Text You After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang