1 | The Fucking Pandemic

36.3K 1.5K 20
                                    

Vic meraih ikat rambutnya lalu menjepitnya dengan bibir selagi kedua tangannya mengumpulkan rambut ke atas kepalanya. Tangannya menyisir helai yang tertinggal, setelah semua terkumpul, ia kendurkan sedikit, dan diikatnya membentuk sebuah cepol besar yang membumbung di kepalanya. Matanya lalu memerhatikan layar ponselnya lalu ia tertawa kecil.

"You're welcome, NamakuGilang," ujarnya sambil mengedipkan mata. "Sebenernya aku penasaran, deh. Kenapa sih cowok suka ngeliat cewek lagi nguncir rambut? Banyak banget yang nge-tag aku dan bilang pengen liat aku nguncir rambut." Victoria memiringkan tubuhnya lalu memperagakan gerakan menguncir yang dilakukannya tadi. "Honestly, Guys. I don't get what so sexy about this pose."


NamakuGilang: cm cwo yg ngerti ;)
Barbarney: ur so sexy, Vee!
Xtopher123: keteccccccccccccc!!!!!!!
NamakuGilang: Xtopher ss-ed!

GantengKB02 has joined the live

Xtopher123: mimpi apa gwa pagi" liat ketecc Vee

Xtopher123: jd brasa masi di alam mimpi
Barbarney: ada yg lagi bangun tapi bukan gedung pencakar langit

GantengKB02: Morning, Baby Girl.


Vic tersenyum sambil terus menggulir kolom komentar. Kepalanya bergerak mengikuti irama lagu yang diputar di laptopnya secara acak. "Good morning," jawabnya pada belasan komentar dari pendatang baru. "Lagi pada ngapain, nih? Kampus atau kantor kalian udah libur belum?"

Belasan komentar langsung bersahutan menjawab.

"Sebenernya, aku senang banget bisa bangun siang. Thanks to pandemic," ungkapnya sambil menatap kalender di meja. "But this whole fucking pandemic is so scary. Bayangin kita lagi ngobrol santai di kafe favorit dan pulang-pulang kita malah nularin ke orang rumah." Vic menggeleng lalu memeluk tubuhnya sendiri. "Semoga kalian tetap semangat walau di rumah aja," ujarnya sambil meletakan dagu di kedua telapak tanganya. "Untuk yang masih harus kerja dan kuliah, jangan lupa pakai masker, ya? Sama cuci tangan."

Sementara kolom komentar ramai dengan obrolan dari para penonton siaran langsung, Vic meraih ponselnya. Ponsel yang dipergunakan khusus untuk kesehariannya. Dibukanya sebuah pesan yang berada paling atas dan senyumnya merekah.

Setelah meletakan ponselnya kembali di meja, Vic kembali menghadap kamera. "Karena aku bakal di rumah aja entah sampai kapan, mungkin akan kucoba bikin konten live yang lebih seru. Nanti kubuat post pertanyaan ... apa, nih? Pagi-pagi nge-live, udah sikat gigi apa belum?" Vic tertawa membaca komentar dari salah satu penontonnya. "Aku udah mandi, ih! Anyway, Guys. Nanti dijawab ya pertanyaanku. Biar aku tahu kita mau ngobrolin apa di live selanjutnya.."

Selama 45 menit Vic mengobrol dengan puluhan penonton siaran langsungnya dan membahas banyak hal. Sampai jam menunjukan pukul 10, Victoria akhirnya mengakhiri siaran langsung dengan alasan sudah mulai lapar.

Saat ia membereskan meja yang ia acak-acak selama melakukan siaran, ponselnya berbunyi. Sebuah pesan kembali muncul di daftar notifikasi paling atas. Setelah membubuhkan parfum di sweater ungu dan di bagian belakang telinganya, Vic langsung ke luar ruangan.


✿✿✿


Saat Vic tiba di dapur, seseorang sudah menunggunya di meja bar. Kedua tangannya langsung membentang lebar. "Ganesaaaa!!"

"Good morning, Baby ..." Ucapan Ganesa terhenti karena Vic keburu menghamburkan pelukannya. Pria itu tertawa saat tubuh kurus Vic berusaha memeluk tubuhnya yang dua kali lipat besarnya. Wangi parfum segar kini bercampur bau asap rokok. "I miss you too."

"Kapan balik, Gen?"

"Semalem. Sarapan dulu, gih. I've made you coffee."

"Asyik!" seru Vic sambil menghentak kakinya di lantai dengan tidak sabar. Setelah mengambil sendok, didudukinya kursi di samping Ganesa. Segelas kopi yang masih mengepulkan asap digeser mendekat ke piring Vic, aromanya langsung membuat tubuh Vic merinding.

"Jangan diminum dulu, nanti mateng lidah lo." Ganesa memperingatkan saat Vic nyaris menenggak kopi buatannya. Ganesa duduk di samping Vic, rokoknya sudah ia padamkan. "Souvenirs," ujarnya sambil menggeser sebuah paper bag bermotif batik yang ditumpuk di atas sebuah kardus besar. "Sorry, ya. Gue nggak bisa beliin makanan yang lo sebutin. Bisa keburu basi di jalan."

Vic mengangguk semangat lalu menyuap sepotong lontong. Sambil mengunyah ia memeriksa paper bag dari Ganesa yang didominasi warna ungu gelap. Sekilas diintipnya isi paper bag tersebut dan matanya berbinar menyilaukan. "Can I open this later? For Instastory?"

"Tapi kasih tau Kesayangan jangan nyerang gue. Sumpah, gue takut dihujat sama penggemar lo." Ganesa hanya terkekeh saat dilihatnya Vic mengerutkan hidungnya. "Yang lain ke mana, Vic? Gue cuma liat motor Robyn di depan."

Dua suapan kemudian, Vic melirik ke arah ruang tengah. "Mike masih di Jogja, Jacob nginep di tempat pacarnya, Fabian nggak tau kemana. Oh, kalo Robyn ..."

"The girls."

Vic terdiam menatap Ganesa lalu melihat piringnya yang baru habis separuh. "I don't know. They don't tell."

Kedua alis Ganesa terangkat dan dia mengangguk pelan. Ada seulas senyum menghiasi bibirnya yang tertutup tebalnya bewok. "Gue kira gara-gara pandemi bakal ada selametan buat kepulangan gue."

"Hello, Mister," kata Vic sambil menjentikan jarinya di depan wajah Ganesa. "There's this famous girl in front of you, be grateful!"

Ganesa tertawa dan obrolan mereka berlanjut hingga matahari terbenam.


✿✿✿


"Udah jam segini, cari makan, yuk."

Vic mematikan kran air dan mengelap tangan dengan selembar tisu. Dikeluarkannya ponsel dari saku belakang celananya dan aplikasi ojek online sudah terbuka dengan satu sentuhan. "Makan apa ya enaknya?"

Ganesa mengerutkan keningnya. Didorongnya ke arah bawah ponsel Vic, menjauhkannya dari pandangan. "Lo ngapain?"

"Mau order makanan. Lo mau makan apa? Gue yang traktir."

"Kita beli nasi goreng di depan. We're going there."

"Emang udah jualan?"

Ganesa tertawa sambilmemencet cepol di atas kepala Vic. "Nge-livedi kamar mulu sih lo. Tunggu di sini, gue ambil dompet sama masker dulu."

When He Text You After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang