29| The Calm Before the Storm - 2

6.5K 489 34
                                    

"How do I look, Jack?"

Baru saja Jacob keluar dari kamarnya sambil memeluk messenger bag hitam berbahan kulit, dia sudah disambut Vic di depan pintu kamar. Pria itu terdiam. Matanya menilai dari atas ke bawah lalu memutar tubuh Vic dan tersenyum. "Me perlu mampir beli kamus, because I swear You sudah Me puji dengan berbagai kalimat sampai Me nggak tau lagi harus berkata apa."

Vic terkekeh sambil mengibaskan blazer khaki yang dipakainya. Ternyata di dalamnya tersembunyi dress hitam yang membalut erat tubuhnya. Di bagian dada, dress itu menyilang dan berakhir menjadi ikatan di belakang leher Vic. Saat blazer dibuka, bagian belakangnya tampak mengekspos punggungnya.

"Kita kayak couple, lho," ujar Vic sambil menempelkan blazernya, ingin menyamakan warna dengan celana chino Jacob.

"No, thank you," tolak Jacob terang-terangan. "You tau? Your hubby menginterogasi Me like a real criminal. Nggak kebayang kalo harus jadi your couple."

"Itu bukti dia sayang sama gue."

"Sombongnya," keluh Jacob sambil menepuk bokong Vic.

"Makasih, ya, Jack. Udah mau nemenin gue hari ini. And probably going through Fabian's intense interrogation."

"If not me, who?" terang Jacob sambil mengecup punggung tangan Vic. "Fabian is being an old man with an old mind set. You know what I mean, right? Robyn? Duh! He's as lazy as a sloth. Ganesa is out and the only man you have left is me. Count Mike out, he's too problematic."

Setelah merapihkan kerah baju Jacob, Vic mengedipkan sebelah mata. "Yuk, Cinderella and the Prince are ready. We should get—"

"The sedan and the handsome chauffeur, yes."

Mereka pun menuruni tangga dan langsung menuju pendopo. Baru juga sampai di pintu, suara Fathia sudah membuat Jacob mendengkus. Suara perempuan itu begitu lantang saat tertawa. Seolah-olah suaranya adalah sebuah sinyal S.O.S yang ingin memberitahu seluruh umat manusia di mana dia berada dan bagaimana suasana hatinya hari ini.

"You go get Fabby, I'll get sick if I go anywhere near that banshee," ujar Jacob yang melipir ke meja bar dan membuka tudung saji.

"Yan?" panggil Vic. "Aku sama Jacob udah siap, nih."

Fabian menutup laptopnya dan menyambut kedatangan Vic dengan satu alis terangkat. "Kok pake yang itu? Nggak mau pake yang hitam? Itu baru saya pake kemarin dari kafe."

Vic mengulang mengibaskan blazer yang dipakainya lalu berputar bak sedang menjadi model fashion show. "Nggak apa-apa, sekalian kotor. Warnanya biar matching sama Jacob."

Yang disebut namanya melambaikan tangan dari meja bar di dapur.

"Nggak bau asep?"

Pria itu menarik pergelangan tangan Vic lalu tangan lainnya kokoh memegang pinggang. Dalam posisi duduk, pria itu bisa menjangkau leher Vic yang berdiri di hadapannya. Samar, dia mengendus, "parfumnya baru, nih?"

Vic tertawa dan refleks melingkari lengan di bahu Fabian. Dia menekan lembut ujung hidung Fabian. "Sensitif banget, sih. Tadi aku nyobain parfum kamu, nggak apa-apa, kan? Cuma empat semprotan, kok," ujar Vic sambil merogoh saku blazer dan mengeluarkan sebuah kunci. "Ini kuncinya, ya. Kasian nanti Pak Efraim tidur di sofa."

"Bawa aja, saya pegang kunci satunya lagi," jelas Fabian enteng. Pria itu mengecup pipi kekasihnya lalu mengambil laptopnya. "Saya anter Victoria dulu, ya, Fath. Kalo masih ada yang mau ditanya kamu bisa WA saya."

Fathia tidak menjawab apa-apa sampai Fabian dan Vic—sambil saling merangkul—pergi menuju parkiran. Jacob yang berjalan beberapa langkah di belakang menyempatkan diri untuk berhenti dan mengambil sepotong molen dari meja. "Me minta satu, ya, Fath."

Setelah mendapat sepotong molen dengan taburan keju di atasnya, Jacob kembali mengambil dua bungkus camilan secara acak. "Sekalian minta ini juga, deh. Me harus punya stok camilan, soalnya Fabian nyuruh Me jadi bodyguard untuk Vic seharian ini. Ha ha ha! I know, I know. Maklumlah, ya. Vic lumayan populer. Sebagai pacar Fabian pasti merasa nggak tenang sampai harus hire me as a bodyguard."

Sembil memasukan camilan hasil rampokan ke tas, Jacob berlarian kecil mengejar Fabian dan Vic di parkiran.


✿✿✿


Tepat pukul lima, mobil Fabian berhenti di depan sebuah kedai minuman. Setelah berdebat dan dilerai oleh Jacob, akhirnya Fabian setuju untuk tidak menunggu dan membiarkan Vic pulang dengan taksi online. Namun, setelah berdebat cukup lama dan memakan waktu, sekarang Jacob terjebak di dalam mobil dan terpaksa menyaksikan drama sinetron antara sepasang kekasih itu.

"I'll wait outside, okay?" pamit Jacob yang sudah melihat kode berupa lirikan mata dari Fabian.

Sebenarnya bukan karena kode lirikan maut itu yang membuat Jacob ingin keluar dari mobil, tapi karena dia sudah tidak betah duduk diimpit kardus besar di bangku belakang. Space duduknya begitu sempit dan berkali-kali kardus itu mengenai kepalanya saat mobil melintasi polisi tidur.

Begitu Jacob keluar, Vic segera menangkupkan wajah Fabian dan mencium pria itu. "Aku takut, Yan."

Fabian memegang dagu Vic dan membalas ciuman itu secara singkat. "Tadi saya tawarin untuk nungguin, kamu kekeh mau berdua aja."

"Soalnya kalo ada kamu nanti aku grogi untuk ngomong dan nggak fokus," canda Vic sambil mengusap bercak lipstick yang menempel di sudut bibir Fabian.

"Cemburu sama Fathia?"

"Aku cemburu sama cara Fathia bikin kamu mikir keras dan keliatan seksi depan laptop," aku Vic sambil meraba dada Fabian. "Different kind of sexy and I want to see it privately."

"Kita memang butuh kelas privat. Apalagi setelah apa yang kamu lakukan waktu live ...." Ucapan Fabian terhenti saat Vic mengecup rahangnya.

"Suka nggak?"

"Kamu bikin saya jantungan," ungkit Fabian yang masih terkejut dengan siaran langsung yang Vic lakukan pagi tadi.

Bagaimana tidak?

Dalam durasi 45 menit, Vic yang semula berpakaian lengkap tiba-tiba melepaskan satu per satu pakaiannya sambil menari. Menyisakan hanya tank top merah dan bikini berwarna senada dengan tali setipis spaghetti yang diikat longgar. Lima menit menjelang selesai, Vic menyalakan shower dan membasahi dirinya sendiri. Lalu dengan lugu menanggapi komentar-komentar nakal yang masuk ke siaran langsungnya.

Begitu siaran selesai—tepat di saat Fabian sedang sibuk menerima banyak paket dari kurir—Vic menelpon dan terdengar meracau di telinga Fabian.

"Tapi kamu suka, kan? Sampe keluar, kan?"

"Nggak," aku Fabian sambil membetulkan posisi pita rambut Vic yang miring. "Ada Jacob dan Mike."

"Yaaah," desah Vic kecewa dia menyentuh hidung Fabian dengan telunjuknya. "I'll make it up later, okay?"

"I love you, Victoria," bisik Fabian sebelum mengecup bibir Vic untuk terakhir kalinya. Vic hanya tersenyum lalu mengusap wajah kekasihnya sebelum turun.

Setelah perpisahan singkat itu, mobil Fabian segera meninggalkan parkiran kedai minuman.

"Teman you udah dateng?"

"Mereka nggak dateng."

"And the photoshoot?"

Dengan debaran keras di jantungnya, Vic menatap Jacob. "There's no photoshoot today, Jack. Gue ke sini karena ada yang mau gue omongin ke elo."


----------------------------


A/N:

Di bab 24 aku sempat bilang cerita ini bakal slow update, tapi ternyata timbunan draf cerita menumpuk dan supaya aku tenang ... ku-update saja, deh. Huhuhu.

Sebelumnya, aku minta maaf kalo ada beberapa part yang dirasa kecepetan dan kurang jelas. Aku baru sadar ada banyak timeline yang ke-skip dan lupa kuberi petunjuk di awal scene. Semoga aku nggak lupa-lupa lagi :')

Tolong persiapkan hati kalian sebelum diterjang badai di akhir tahun :')

When He Text You After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang