33| Why We Argue

6K 452 39
                                    

Satu porsi mie rebus dengan telur dan kornet, satu porsi mie goreng double tanpa telur, satu porsi roti bakar selai blueberry bertabur keju, dan dua gelas teh hangat tersaji di meja. Yang memesan masih sibuk mengubah posisi agar terhindar dari cipratan air hujan yang tiba-tiba saja mengguyur Jakarta. Setelah memastikan tampias air tidak mengenai, mereka duduk berseberangan dan mulai makan.

"He's fine. Ada di rumah, tapi duduk depan laptop seharian. Waktu ngobrol pun selalu yang dibahas asuransi kesehatan. Not a very interesting topic I must say," cerita Ganesa sambil meniup mie gorengnya yang masih mengepulkan asap. "Nyokap sekarang pulang-pergi. Karena masih high risk, dia pake paviliun. By the way, Raya nitip salam. Katanya dress ungu yang lo pake di supermarket lucu banget."

Vic menutup mulutnya yang penuh mie dan tertawa kecil. Setelah menelan, dia berkata, "Instagram-nya Raya apa, sih? Gue udah lama mau follow, tapi takut salah."

"Bentar," ujar Ganesa seraya mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Setelah mencari-cari, dia akhirnya menemukan akun adik perempuannya dan membiarkan Vic mem-follow. "Gue yakin besok pagi dia bakalan heboh banget karena di-follow selebgram."

"Lebay lo!" sergah Vic sambil menggulir layar dan melihat-lihat foto yang Raya—adik Ganesa yang paling kecil—unggah di akunnya. Ada beberapa foto yang di-like sebelum Vic beralih mengambil botol berisi acar cabai rawit. "Ukuran bajunya Raya tuh S atau M, Gen?"

"Mau lo beliin baju?"

"Tokonya ngirimin beberapa produk mereka setelah gue nge-post foto itu. Sampe ditulisin surat cinta. Katanya dress itu sold out berkat gue."

"Nah, kan! Udah gue bilang lo mulai buka paid promotion aja. Lumayan, Vic," saran Ganesa sambil sesekali menyantap roti bakar.

Vic menggedikan bahu. "Gue udah mempertimbangkan. Untuk sekarang gue mau coba-coba dulu. Jacob udah bantuin bikinin rate card-nya."

Alis Ganesa terangkat sebelah. Dia menyelesaikan mengunyah makanan di dalam mulutnya sebelum mempertanyakan, "Jadi beneran mau mulai paid promotion, nih? Why the sudden change of mind, if I may ask?"

Vic belum menjawab karena dia sibuk menggulung mie pada garpunya. Sebagai penutup, dia menambahkan potongan telur di ujung garpu dan sedikit daging kornet di atas gulungan mie. "Setelah sama Fabian, gue mulai mikir untuk cari pekerjaan yang bisa gue kerjain di waktu luang. Gue kan nggak bisa terus-terusan selling my naked photos. Apalagi Fabian punya nama di ULILA."

"Did he ask you to stop?" tebak Ganesa terus terang. 

Vic menunjukan seulas senyum yang membuatnya terlihat tidak nyaman. Sepasang mata itu bahkan tidak menatap langsung pada lawan bicaranya. 

Usai menghabiskan makanannya, Vic menggeser piring ke tempat kosong. Kedua tangan langsung meraih gelas berisi teh yang sudah mulai dingin. Gerakannya terlihat sengaja mengulur waktu dan gelagat itu menandakan dia butuh waktu untuk bisa bercerita.

Atau parahnya, dia tidak mau membahasnya.

Ganesa tahu dan paham.

Hanya saja, sedikit percakapan tadi seperti sebuah trailer film yang membuatnya penasaran dan ingin mencari tahu. Namun, dia tahu Vic tidak bisa dipaksa.

Oleh karena itu dia tidak menekan lebih jauh.

Ganesa meneruskan makan dengan satu tangan, sementara tangan lainnya dia letakan di meja dengan posisi menengadah. Tidak perlu menunggu lama sampai Vic meletakan gelas tehnya lalu meraih tangan Ganesa.

Sisa percakapan mereka menguap begitu saja dan mereka sibuk menikmati keheningan di tengah derasnya hujan sambil bergandengan tangan.


When He Text You After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang