60 | That's Not How Love Works

3.1K 283 63
                                    

⚠️⚠️⚠️

Warning:

Cerita ini mengandung spoiler untuk ending When The Food Is Too Spicy
Untuk menghindari kebingungan, silakan hentikan membaca.

⚠️⚠️⚠️


"So, how are you holding up?"

Robyn mengangkat pandangannya dan melihat Luki—si pemilik rumah—berjalan  menghampiri dengan dua gelas minuman berisi cairan berwarna merah oranye. Satu gelas diletakan di meja untuk sang tamu, sisanya diminum sendiri sembari mendudukan diri di sofa.

Jus buah, sepertinya.

"Mulai hidup sehat, Luk?" sindir Robyn sebelum dia meringis karena merasakan serangan getir dari minuman yang diteguknya. Judging from the taste ada wortel dan tomat tercampur dalam jus itu.

And he's not a fan of the taste.

"Chef yang ditugasin di sini sarjana ilmu gizi sebelum ngambil sekolah masak di luar negeri. Semua snack yang distok adek gue tiba-tiba lenyap. Gue bahkan nggak bisa lagi makan bakso atau somay yang di depan komplek," cerita Luki mencoba pasrah.

"Sounds like a torture," komentar Robyn prihatin. Dia mengelilingkan pandangannya, menatap tata ruang di sekitarnya, lalu kembali menatap lawan bicaranya. "Tapi rumah lo jadi rame. Berapa orang yang ditugasin di sini?"

"I don't know. Around eight ... ten? Maybe more," jawab Luki tidak yakin. "By the way, pertanyaan gue belum dijawab."

Robyn mendengkus. "Kepo banget sama kabar gue. Masih nggak bisa move on dari gue, ya?"

"Iya," jawab Luki santai sebelum menenggak jus. "Gue pengen tau seburuk apa kabar lo biar gue bisa semakin puas ketawa di atas penderitaan lo."

"Lo masih ada dendam sama gue? I said sorry—"

"Oh, don't worry." Tangan Luki mengibas santai seolah dia tidak peduli. "Apology accepted. But I never said anything about ... forgiving. Ini cuma cara sederhana gue balas dendam."

Robyn berdecak. "Petty."

Kedua alis Luki bergerak naik turun. "Setidaknya gue tau batasan. Jadi, kalo tiba-tiba ada orang ketiga yang minta gue jadi pendonor, gue bisa langsung tolak."

Kalimat itu menyindir Robyn secara telak dan orang yang mengatakannya tampak begitu santai menikmati segelas jus dengan rasa getir.

Dan Robyn tidak bisa marah.

Karena apa yang Luki katakan—pria itu benar.

He's too reckless.

He said things without thinking.

"Menurut lo Abey bisa terima keputusan gue atau nggak?"

Luki sempat diam lalu dia menggedikan bahunya. "Gue bukan cenayang yang bisa baca pikiran orang lain. It's just ...."

Ucapan Luki terhenti dan pria itu tampak berpikir. Robyn menunggu.

"I don't know her anymore," lanjut Luki pelan. "Entah karena gue yang nggak pernah kenal Abey atau emang dia bukan lagi Abey yang gue kenal. A complete stranger."

Pria yang pernah Robyn tuduh pengkhianat itu sedang tidak bercanda. Tatapan mereka saling bertemu dan di sana Robyn melihat kejujuran.

Satu-satunya kebohongan yang pernah Luki lakukan adalah ... tidak pernah.

When He Text You After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang