56| It's Not The End

4K 305 5
                                    

Sejak kapan langit-langit kamarnya tampak begitu membosankan?

Warnanya seharusnya putih, tetapi karena pencahayaan ruangan jadi terlihat agak menguning. Sudut-sudutnya sedikit menghitam dan pada satu sisi ada sarang laba-laba.

Apakah sudah lama seperti itu?

Kening Vic mengerut lalu dia memiringkan tubuh menatap dinding di sisi kiri tubuhnya.

Catnya mengelupas dan kalau diperhatikan dengan seksama, ada berkas gelap di dinding. Sepertinya karena selalu disandar atau akibat kakinya yang terkadang bertumpu di sana ketika Vic ingin meredakan pegal di betisnya.

Oke, dinding pun tidak menarik untuk ditatap, maka tubuhnya berguling ke sisi satu lagi. Kini pemandangannya terisi oleh meja, kursi, dan dekorasi meja—yang sudah dia pandangi beberapa menit lalu.

Vic mendengkus sebelum bangkit ke posisi duduk. Ditatapnya ponsel yang pencahayaannya menyilaukan mata.

00.45

Dan belum ada kabar dari Robyn.

Seberapa lama sih pembicaraan antar mantan berlangsung?

Haruskah selama ... "Oh, God. No, don't be egoist, Vic. He can be with her selama yang dia mau dan lo nggak ada hak untuk melarang." Bibir Vic mencebik. "Kalo ternyata mereka balikan dan setelah ini gue diputusin lagi gimana?"

Vic berganti posisi. Ponselnya diletakan di kasur dan bokongnya kini menduduki tumit sendiri. Dengan dua tangan terkepal di atas paha, dipelototinya ponsel tersebut. "Hubungin duluan ... tunggu ... hubungin duluan ... tunggu—gue kan pacarnya, jadi gue berhak tau dia di mana, kan?"

Tangan Vic sudah meraih ponselnya, tetapi kemudian dia letakan kembali ponselnya. "I'm only his girlfriend, not her mother."

Selang beberapa detik, ponsel Vic menyala. Sepertinya ada telepati antara dirinya dan Robyn karena pesan yang masuk ternyata berasal dari pria itu!


| Obyn: Udh tidur?
| Obyn: gue di depan nih


Vic melompat turun dari tempat tidur untuk membuka pintu kamarnya. Di balik pintu, Robyn berdiri. Pria itu memegang ponsel di satu tangan dan dompet di tangan lainnya.

"Gue udah keliling nyari tukang bunga, nggak ada yang buka. Sebagai gantinya gue kasih debit sama credit card gue aja, gimana?" tawarnya dengan cengiran canggung yang memperlihatkan giginya. "Jangan marah, ya?"

Vic merapatkan bibirnya.

Sambil menyilangkan kedua tangan di dada, dia berpura-pura memasang wajah masam. (Ternyata sulit! Begitu melihat Robyn otot wajahnya jadi ingin tersenyum lebar, untuk itu Vic sampai harus menggigit dinding mulutnya).

"Kenapa juga gue harus marah?"

Robyn menggedikan bahunya. "Karena gue bikin salah dan perempuan selalu benar?"

Vic mengangkat satu alisnya. "Lo nggak tau apa salah lo?"

"Gue terlalu banyak bikin salah," aku Robyn dengan suara pelan. Pria itu menarik napas panjang dan bahunya merosot seiring dengan embusan napas yang dia keluarkan melalui mulutnya. "I'm sorry for keeping it a secret and lying about my mom's condition. Lagian kondisi Mom—there's nothing we can do. Gue bahkan nggak bisa nemenin dia di masa kritisnya."

"How is she now?"

"Kata Genta kondisinya membaik dan mau dicoba untuk turunin oksigen, kalo berhasil bisa dipindah ke ruang regular."

When He Text You After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang