44| How To End A Game

5K 432 87
                                    

EF_03_AulaSerbaguna
EF_04_KantinRektorat
EF_05_KantinFISIP
EF_06_LabAudio

Mata Fabian menatap sederet file foto yang tersimpan dalam galeri laptopnya. Kerutan di keningnya begitu nyata, menandakan kebingungan akan file yang sudah dua tahun belakangan ini menghuni gadget personalnya itu. Tampilan list dia ubah menjadi bentuk thumbnail berukuran sedangoh! Ternyata foto-foto itu.

Fabian ingat sekarang.

Siapa-siapa saja wajah yang terpampang di layar yang mewakili nama file tersebut.

Yang berfoto bersamanya di kantin rektorat bernama Siska. Dia mahasiswi fakultas biologi atau kimia ... Entahlah. Bukan tipikal gadis yang ingin Fabian dekati walaupun gadis itu berparas bak gadis Korea. Dia terlalu bodoh dan tulalit untuk diajak berdiskusi. Juga mudah ditipu dengan isu-isu tanpa basis yang jelas. Sungguh yang bisa dinilai positif dari wanita itu hanya rupanya.

Kalau wanita yang berhasil Fabian ajak berfoto sambil ciuman di Lab Audiovisual adalah anak fakultas sastra Jepang. Namanya Fikha. Sama saja. Wanita itu pun memiliki wajah khas Indonesia dengan kulit sawo matang yang eksotis. Kalau tidak salah dia bergabung dengan organisasi mahasiswa, tapi Fabian tidak ingat apa-apa lagi.

Fikha sangat pintar, begitulah tampilan dari luar serta penilaian orang-orang di sekitarnya. Saat Fabian mendekatinya untuk menjalankan misi itu, Fikha tengah berpacaran dengan seorang koas. Namun, ternyata otaknya sama kosong dengan Siska. Semua omongannya terdengar seperti sebuah bualan tidak ada artinya. Dari Tama, Fabian tahu bahwa Fikha membayar sejumlah uang untuk membeli soal ujian akhir semester.

Fabian tidak menyukai wanita itu. Di depan Fabian dia begitu manis dan penuh sopan santun, tetapi pernah satu waktu Fabian menangkap basah wanita itu sedang memaki seorang maba dengan tidak manusiawi. Dia bersikap seperti seorang majikan kejam yang menuntut pembantunya untuk serba bisa. Dia bahkan tidak segan menunjuk lawan bicaranya tepat di depan mata.

Ya, Fabian ingat kejadian itu.

Saat itulah dia melihat Vic pasang badan untuk membela si maba yang sedang dimaki-maki. Vic membela dan akhirnya mendapat hukuman memotong rumput di area parkiran rektorat. Tidak ada yang menolongnya. Dia bermandikan sinar matahari sampai seseorang datang dan membantunya dengan membawa segerombolan mahasiswa.

Ganesa dan anak buahnya. Mungkin teman seangkatan, satu geng, atau bisa jadi adik tingkatnya di fakultas teknik.


Delete 112 photos.
Are you sure you want to delete these photos?


Jari telunjuk Fabian menekan 'Delete' tanpa pikir panjang.

Tangannya lalu membuka laci meja dan mengeluarkan sebuah kotak berwarna ungu. Di bagian luarnya terdapat ukiran huruf 'V' dengan warna emas. Perlahan Fabian membuka kotak tersebut dan kemilau batu permata yang menduduki kerangka berbahan emas putih itu menyambutnya. Saat memesannya, Fabian tidak bisa menemukan permata berwarna ungu. Namun, permata apapun yang dipilihnya, dia tahu Vic akan terlihat cantik ketika memakainya.

"Permisi, Mas." Suara Abas membuat perhatian Fabian kini tertuju pada pintu ruangannya. Abas berdiri di ambang pintu sambil mengangguk sopan. "Ada Mas Tama. Katanya udah janjian."

"Suruh masuk, Bas," perintah Fabian sambil menutup kembali kotak cincin dalam genggamannya. Sekarang bukan saatnya bermimpi mengenai masa depan. Ada yang harus dia selesaikan jikalau dia mau melangkah ke jenjang yang lebih serius dengan wanita yang dicintainya.

Seperti yang Vic katakan sebelum Fabian berangkat; dia bukan laki-laki yang mau menyia-nyiakan kesempatan.

Abas menutup kembali pintunya. Di luar sana terdengar suara percakapan antara Abas dan Tama lalu sang tamu masuk sambil tertawa.

When He Text You After MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang