Kebenaran

44 11 0
                                    

Sekarang, kini ujian telah tiba. Tidak seperti biasanya, yang berpenampilan kurang rapi. Kini semua para siswa sangat rapi dalam mengenakan seragam. Di saku masing-masing siswa, tergantung kartu ujian mereka.

Ruangan terpasang CC TV dan dijaga dua orang pengawas.  Jadi tidak ada yang bisa kerja sama atau pun menyontek,  apalagi membawa catatan kecil.

Semua siswa menjawab soal dengan santai. Karena mereka sudah menyiapkan semuanya dari lama. Termasuk Belva. Walaupun dia yang paling muda di ruangan itu, tapi tidak dengan otaknya yang jenius. Terbukti dia bisa menjawab soal ujiannya dengan sangat tepat waktu. Sedangkan temannya yang lain, banyak yang kesusahan.

"Waktu habis. Silakan kumpul lembar jawaban kalian serta soal ujiannya" ucap pengawas wanita yang duduk di depan.

Semuanya siswa sontak berdiri dan membawa lembar jawaban mereka ke depan kelas dan menaruhnya di meja. Setelah itu mereka semua keluar kelas dengan berbagai ekspresi di wajah mereka. Ada yang mau menagis karena tidak bisa menjawab soal, ada yang kesal karena tidak bisa saling tukar jawaban, dan masih banyak lagi ekspresi yang tidak bisa ditafsirkan. Tapi diantaranya, ada yang senang karena mata pelajaran ujian mereka kurang satu.

"Soal ujiannya nggak sulit, yah" ucap Glen santai sambil berjalan di koridor mengikuti Belva.

"Pintar banget, yah lo" kata Mikeil.

"Iyalah. Keturunan" balas Glen sombong.

Mikeil dan Glen sibuk berbincang-bincang di belakang, Sedangkan Belva malah sibuk mendengarkan rekaman menggunakan headsheat miliknya.

"Woi. Lo dengerin apa, sih dari tadi?" tanya Glen sambil merebut headsheat di telinga Belva dan memasangnya di telinganya.

"Apa-apaan sih. Ini privasi!" bentak Belva marah membuat beberapa siswa melihatnya bahkan Glen pun kaget, karena Belva langsung menarik hedsheadnya kembali.

Mikeil yang penasaran melihat Glen sambil menaikkan alisnya bertanya.

"Memangnya sepenting apa rekaman itu?" tanya Glen

"Nggak penting buat kamu!" jawab Belva ketus lalu mendengarnya kembali.

"Alat penyedap yang gue beliin waktu itu lo taro dimana?" tanya Glen sedangkan Mikeil menyimak.

"Bukan urusan kamu!" jawab Belva dengan ketus lagi.

Sebenarnya Glen sudah mendengar sedikit rekaman itu tadi,  cuman Glen tidak begitu mengenal suara itu.

"Aku pulang duluan" ucap Belva lalu pergi tanpa menghiraukan perkataan Glen.

"Eh. Nanti aja, kita ngobrol dulu di kantin sambil makan." teriak Glen

Belva berhenti melangkah dan berfikir sejenak. Dia lalu merubah arahnya ke arah kantin dan melanjutkan langkahnya. Tidak ada salahnya makan dulu baru pulang, karena kalau di rumah dia tidak akan berani turun ke bawah lantai satu rumahnya untuk sekedar makan karena takut.

"Belva dengar apa tadi?" tanya Mikeil penasaran.

"Kepo lo!" jawab Glen ketus lalu pergi mengejar Belva.

"Pengen banget gue tabok" ucap Mikeil gregetan melihat kepergian Glen.

***

Di kantin, Belva memakan makanan sebanyak-banyaknya. Dia tidak menghiraukan Mikeil dan Glen yang melihatnya makan seperti orang yang belum makan seminggu. Dia terus makan hingga merasa sangat kenyang lalu meminum es jeruk kesukaannya hingga tandas.

Tidak sampai di situ, Belva beranjak mengambil banyak cemilan lalu membawanya kembali ke meja. Kelakuannya itu tidak lepas dari pandangan Mikeil dan Glen.

Why Should Be Me [ Tamat ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang